Cerita ini dimulai dari seorang dengan inisial V.
V adalah seorang manusia biasa yang sedikit berbeda dengan kebanyakan orang. Pikirannya selalu sibuk memikirkan bagaimana dunia bergerak. Bagaimana makhluk hidup dapat terus berkembang biak dengan sendirinya tetapi selalu saja ada binatang yang punah tiap waktu. Bagaimana hidupnya berlayar dengan arah yang tidak sesuai dengan kehendaknya.
Hidup adalah kapal sederhana yang berjalan sesuai dengan gerakan ombak. Awalnya bergerak santai, tanpa tujuan. Manusia yang menjalani kehidupan adalah satu - satu nya penumpang sekaligus pengemudi kapal sederhana itu. Saat kapal tidak punya tujuan dan hanya bergerak santai, manusia terlihat sangat menikmatinya. Pemandangan terlihat indah meskipun sebenarnya sejauh mata memandang hanyalah luasnya samudra. Seiring berjalannya waktu, kapal akan berhenti di suatu pemberhentian untuk sekedar membeli perbekalan, bertukar cerita dan ilmu, atau hanya sekedar saling sapa antar penumpang kapal lain. Saat di pemberhentian tersebut, beberapa orang akan naik kapal untuk menemani sang penumpang kapal memulai perjalanan nya kembali dan menikmatinya bersama-sama.Â
Kapal V sudah menentukan pulau tujuan nya jauh sebelum berlayar. Semangat V begitu menggebu saat awal V menjalankannya. Sayangnya, ditengah jalan V saat V berhenti di satu titik pemberhentian, orang - orang mulai naik ke kapal V dan menentukan pulau tujuan mereka sendiri dan tidak menggubris V. Orang - orang tersebut sangat penting bagi hidup V sehingga V tidak bisa menolak. V tidak ingin ribut. V hanya ingin bebas. V memutuskan untuk mengantar mereka satu persatu ke pulau mereka sebelum akhirnya V kembali ke rute tujuan V.
V adalah manusia yang jauh dari kata tidak beruntung. Saat V kembali pada rutenya dan berhasil mengumpulkan motivasi V kembali untuk mencapai pulau tujuan nya sendiri, kondisi kapal V sebagian besar telah rusak. Sumber daya untuk memperbaikinya sudah habis. Jangankan ke pulau, ke tempat pemberhentian untuk memperbaiki kapalnya saja V tidak bisa.Â
Begitulah akhirnya V berakhir terombang ambing di lautan dunia. Dengan kapal kehidupan nya yang makin lama terhempas angin. V berbaring memandang bintang. V tidak tahu apa yang ia sendiri rasakan. V bersyukur masih dapat memberikan yang terbaik untuk orang - orang yang penting bagi V. Tidak dapat dipungkiri, V pun kesal dengan mereka yang seolah tidak menganggap V ada. Penyesalan, kesedihan, kesepian mulai timbul seperti karat yang tidak bisa hilang dan semakin menggerogoti.Â
V menarik nafas panjang. Begitu besarnya rasa syukur V atas apa yang ia dapatkan selama kapalnya berlayar. Harta yang lebih dari cukup, kepuasan karena orang - orang yang penting baginya sudah ada di tempatnya masing - masing. V tidak mengharapkan ucapan terima kasih atau imbalan apapun. Semua V lakukan hanya untuk mereka. Semua perasaan itu, bukankah seharusnya sudah cukup untuk menyembunyikan karat yang tumbuh didalam diri V?
Lapar. Haus. Rasa sakit sedikit demi sedikit timbul karena V sudah berbaring disana dalam waktu yang amat lama. V masih memiliki sedikit perbekalan. Namun, dirinya enggan untuk sekedar mengisi perut. Pada dasarnya nafsu makan dipengaruhi orang emosi dalam hati seseorang. Wajar bila kebimbangan V menutupi keinginannya untuk makan.
Manusia punya berbagai cara untuk menyalurkan emosinya. Emosi apapun, mulai dari marah, sedih, maupun bahagia, semua butuh penyaluran untuk kehidupan yang bebas tanpa tekanan. Berbagai bentuk penyaluran emosi dilakukan untuk memuaskan diri sendiri.Â
V menggerakan tangan kirinya. Tanpa sadar, ada pecahan mata pisau tergesek ketika tangan kirinya bergerak. V meringis dan memandang jari tengah tangan kirinya yang terluka. Ada beberapa tetes darah mengalir dari luka tersebut. Rasa sakit dari jarinya itu membuat V berpikir, pada dasarnya yang menarik hati manusia itu adalah rasa sakit. Orang - orang cenderung mulai bergerak jika telah ada orang yang tersakiti. Orang - orang mulai peduli apabila salah satu dari mereka tersakiti.Â
Untuk membuat orang - orang yang penting bagi V sedikit memberi perhatian untuknya, apakah wajar jika ia menyakiti dirinya sendiri? Apakah dengan mendapatkan perhatian mereka kesedihan dan penyesalan V berkurang?
V tidak ingin berlarut - larut memikirkan hal yang tidak berujung. Hanya satu hal yang terasa sangat jelas bagi V. Rasa sakit itu nyata dan membuat V cukup menikmatinya. Sedikit rasa sakit dari jari tengahnya sekilas membuat V melupakan semuanya dan hanya fokus terhadap rasa sakitnya.Â
V tersenyum. Seolah menemukan dunianya yang baru. Seolah menemukan penyelesaian terhadap kondisi kapalnya, terhadap dirinya sendiri, terhadap semuanya. Dengan begini, V merasa telah menemukan cara menyalurkan emosi yang berkecamuk didalam diri V.
***
Beberapa hari setelahnya, terdengar desas - desus yang menyebutkan bahwa terdapat kapal yang terhempas ke suatu pulau tanpa ada tanda kehidupan. Yang mereka temukan hanyalah kehampaan dan kekosongan. Sekelompok orang menggeledah kapal tersebut dan menemukan mayat dengan kondisi sekujur tubuh penuh dengan goresan dalam pisau dan bibir yang
.. Â tersenyum.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H