Belakangan ini perdangan satwa ilegal sedang marak karena tren memelihata satwa liar naik.Â
Mungkin belum banyak orang yang paham kalau satwa liar, terutama yang langka, tidak boleh dipelihara secara perorangan berdasarkan undang - undang. Masih banyak orang yang memelihara kakatua, kucing hutan, atau malah kera seperti siamang dan orangutan, di dalam rumahnya.
Kalaupun mereka sudah mengetahui adanya pelarangan dan memeliharanya berarti ilegal, mereka tidak menggubrisnya sampai satwa berukuran besar dan sudah tidak bisa lagi ditangani, barulah mereka serahkan ke pihak yang berwenang.
Pihak berwenang disini adalah polisi hutan atau penegak hukum, orang - orang yang bekerja dibawah Kementrian Lingkungan Hidup. Pernah terpikir, setelah dari pihak berwenang, satwa akan dikemanakan?
Tidak banyak orang mengetahui tempat ini.
Kurang lebih ada 80 ekor dari beragam spesies satwa liar tinggal disini. Mulai dari kakatua, elang, bermacam - macam satwa primata, bahkan buaya dan harimau. Semua diurus oleh 8 orang pekerja.
Selain penyerahan sukarela oleh warga, satwa liar ASTI juga berasal dari penyitaan paksa, dan perdagangan satwa liar melalui online ataupun melalui komunitas berhasil diungkap pihak berwajib.Â
Satwa liar yang diterima jarang sekali diserahkan dalam keadaan sehat baik fisik maupun mentalnya. Paruh burung yang dipotong, taring yang dicabut paksa, sayap yang dipatahkan, perilaku abnormal yang menunjukan stres berkepanjangan, penyakit yang seharusnya tidak ada pada spesies tertentu...
Begitu banyak masalah kesehatan dari para satwa yang datang.
Pernah lihat orangutan yang gemar makan nasi padang? atau owa sumatra yang suka bakso lengkap dengan sambelnya? ya, kondisi paling aneh sekalipun sudah dialami satwa liar yang ada disini. Pola makan tidak normal seperti itu disebabkan oleh "salah asuh" saat dipelihara oleh manusia.Â