Saya mengingat jelas perkataan socrates " do not be angry with me, if i tell you the truth". Bagi saya itu adalah salah satu quotes yang cukup bagus dan mengandung makna yang filosofis.
Setiap orang memang menyimpan asa agar apa yang ia pikirkan, rasakan, ia ucapkan, adalah suatu kebenaran. Atau paling tidak orang lain menggap itu sebagai suatu kebenaran, meskipun tidak absolute.
Begitupun sebaliknya, setiap orang pasti akan mengalami yang namanya rasa malu, rasa penyesalan, rasa bersalah, dan semua rasa kekecewaan, disaat ia melakukan kesalahan atau dianggap keliru oleh orang lain. Saya kira itu sebauh relasi yang sangat wajar dan ideal antara manusia dan kebenaran.
Beragam tokoh berpendapat tentang kebenaran, sehingga tercipta banyak sekali teori tentang kebenaran. Namun pada hakikatnya mencari, menemukan, dan juga menyatakan kebenaran, bahkan membela kebenaran sangatlah tidak mudah.
Tentu bukan hal yang sederhana untuk menghidupi kebeneran dikalangan manusia, yang notabene nya adalah 'tempatnya salah' dan pastinya selalu punya potensi untuk melakukan tipu daya atau hanya sekedar bohong-bohong kecil.Â
Apalagi perkembangan tekhnolgi, sosial, budaya, politik, yang dibuat oleh manusia malah justru mengaburkan wajah kebenaran tersebut ke dalam kabut.
Pernah sesekali guru saya bercerita bahwa di kampung halamannya terdapat seorang tokoh kyai, yang diyakini memiliki kesaktian untuk meramal masa depan. Sewaktu-waktu ada seorang pejabat yang menemui kyai tersebut. Ia mendatangi kediaman kyai tersebut. Orang kampung biasa memanggilnya sebagai kyai amung. Si pejabat meminta kyai untuk memberitahukan kepada dia apa itu arti dari kebenaran.
"kyai, tolong katakan kepadaku satu kebenaran yang ada pada nasibku" pinta sang pejabat
"bukan aku tidak mau mengatakan kebenaran. Tapi, apakah telingamu mampu mendengarkan kebenaran tersebut? Ketahuilah suara kebenaran itu melebihi suara letusan gunung dimalam hari" jawab sang kyai dengan tenang.
"apa gunanya telinga yang aku miliki jika tidak mampu mendengarkan suatu kebenaran? Biarpun telingaku pecah, dan hancur berkeping-keping, aku tetap ingin mendegarkan suara kebenaran tersebut" jawab si pejabat dengan nada angkuh.
Akhirnya sang kyai pun menuruti keinginan si pejabat tersebut. Ketika tahu sang kyai akan memberitahukan tentang suatu kebenaran, si pejabat sangat kegirangan.
Lalu si kyai mulai menepuk-nepuk pundak si pejabat dan mengatakan "Kamu akan kehilangan jabatanmu saat ini"
Si pejabat sangat terkejut dengan yang dikatakan oleh sang kyai. Ia seperti tidak mempercayai indera pendengarannya sendiri. "apa yang engkau katakan kyai, kenapa engkau malah menyumpahiku?, kenapa engkau begitu tega mengatakan hal tersebut kepadaku" si pejabat sangat marah, bahkan ia sudah sangat siap untuk melaporkan sang kyai kepada polisi.
"apa yang telah terjadimu tuan? Kenapa engkau begitu marah kepadaku?" jawab sang kyai.
"yo begini kisanak, engkau itu telah keliru dalam menafsirkan perkataanku.Â
Untuk apa aku harus menyumpahi dirimu?, aku hanya memberikan pernyataan 'engkau akan kehilangan jabatanmu saat ini' dan perkataan itu berlaku bagi setiap manusia, dan juga bagi setiap mahkluk hidup. Kita yang ada di dunia pasti akan kehilangan apa yang kita miliki saat kita mati. Apakah jabatan yang kamu miliki saat ini kekal?Â
Bukankah tuan tahu bahwa jabatan itu ada batas priode nya? Dan aku hanya menyampaikan hal tersebut kepada tuan, kenapa tuan malah memarahi saya? Rupanya tuan belum bisa mendengarkan kebenaran " jawab kyai dengan tersenyum.
Terkadang menerima sebuah kebenaran memanglah tidak mudah. Apalagi jika kebenaran tersebut tidak memihak dengan kita. Sebagaimana fitrah manusia ingin hidup dalam kebenaran. Menghindari rasa kecewa, bersalah, gagal, itu pun salah satu bentuk fitrah manusia. Itulah mengapa kebanyakan manusia selalu menghindari pertemuan dengan kebenaran saat kebenaran itu dipandangnya begitu pahit.
Gie seorang aktivis muda pernah berkata dalam bukunya 'umumnya orang tidak suka mendengar kebenaran, karena kebenaran itu seringkali menyakitkan'
Banyak sekali orang yang merasa tidak sanggup untuk mendengar kebenaran yang tidak sesuai dengan harapannya. Padahal, kebenaran adalah kebenaran, kita terima atau tidak. Kebenaran tidak akan susut nilaiinya. Bahkan Nabi Saw juga pernah bersabda "katakanlah kebenaran walau menyakitkan"
Lalu pada akhirnya akan timbul sebuah pertanyaan 'kenapa kita harus mengatakan kebenaran, kalau kebenaran itu menyakitkan untuk didengar? Bukankah itu sama dengan kita menyakiti orang lain? Kenapa kita tidak bersikap pura-pura tidak saja, agar tidak menyakiti hati orang lain'
Jawabannya sederhana saja, sebab karena kita mencintai dan peduli. Kita peduli dengan saudara, teman, sahabat, keluarga, client dan semua orang yang berada dekat dengan kita.Â
Maka berikanlah kebenaran kepada mereka, meskipun kadang menyakitkan, tidak enak didengar. Jangan sampai mereka hidup dalam ketidaktahuan, yang pada akhirnya membuat hidup mereka lebih pahit. The truth may hurt for a little while, but a lie hurts forever.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H