Makna pasal ini sangat jelas: setiap perjanjian yang memenuhi syarat sahnya perjanjian (yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata) akan mengikat para pihak seperti layaknya undang-undang. Dengan kata lain, perjanjian yang dibuat secara sah tidak hanya sekadar kesepakatan biasa, tetapi juga memiliki kekuatan hukum yang setara dengan undang-undang yang wajib dipatuhi oleh para pihak yang terlibat. Kaitan inilah yang menunjukkan penerapan pacta sunt servanda dalam hukum Indonesia.
Berikut adalah penjelasan lebih mendetail tentang kaitan antara pacta sunt servanda dan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata:
- Kekuatan Mengikat Perjanjian
- Pasal 1338 ayat (1) menegaskan bahwa perjanjian yang sah berlaku sebagai undang-undang bagi pihak-pihak yang membuatnya. Artinya, setelah para pihak sepakat dan menandatangani suatu perjanjian, mereka wajib untuk menjalankannya sebagaimana jika itu merupakan hukum yang mengikat mereka secara langsung.
- Hal ini sejalan dengan prinsip pacta sunt servanda, yang mengharuskan setiap perjanjian yang telah dibuat dipatuhi dan tidak dapat diabaikan begitu saja. Para pihak yang terikat dalam kontrak tidak boleh sembarangan melanggar kesepakatan yang telah mereka setujui, karena perjanjian tersebut memiliki konsekuensi hukum.
- Kepastian Hukum
- Asas pacta sunt servanda memberikan kepastian hukum bagi para pihak yang terlibat dalam suatu perjanjian. Ketika suatu perjanjian dibuat secara sah, masing-masing pihak tahu bahwa mereka memiliki hak dan kewajiban yang harus dipenuhi. Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata memperkuat prinsip ini dengan memberikan perlindungan hukum kepada perjanjian yang sah dan memastikan bahwa perjanjian tersebut akan dihormati oleh pengadilan jika terjadi perselisihan.
- Kepastian hukum ini penting karena dalam setiap perjanjian, para pihak mengharapkan bahwa kesepakatan yang telah dibuat akan diakui dan dipatuhi, baik oleh pihak lawan maupun oleh hukum yang berlaku.
- Keadilan dalam Hukum Perjanjian
- Pacta sunt servanda juga mencerminkan nilai keadilan dalam hukum perjanjian. Ketika para pihak sepakat untuk membuat suatu perjanjian, mereka melakukannya berdasarkan itikad baik dan saling percaya bahwa kedua belah pihak akan memenuhi komitmennya. Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata melindungi keadilan ini dengan memastikan bahwa kesepakatan yang dibuat secara sah akan diakui sebagai aturan hukum yang mengikat.
- Apabila salah satu pihak tidak mematuhi atau melanggar perjanjian tersebut, pihak lain berhak untuk menuntut hak-haknya berdasarkan ketentuan hukum yang diakui, dan pengadilan akan menegakkan perjanjian tersebut.
- Syarat Sahnya Perjanjian dan Implikasinya
- Pasal 1320 KUH Perdata mengatur empat syarat sahnya perjanjian, yaitu adanya kesepakatan, kecakapan hukum, hal tertentu yang diperjanjikan, dan sebab yang halal. Jika perjanjian memenuhi keempat syarat ini, maka berdasarkan Pasal 1338 ayat (1), perjanjian tersebut akan mengikat para pihak sebagai undang-undang. Di sinilah pacta sunt servanda memiliki peran penting: jika semua syarat sah terpenuhi, maka perjanjian tidak boleh dilanggar atau dibatalkan sepihak.
- Jika terjadi pelanggaran atas perjanjian yang telah memenuhi syarat sahnya, maka pihak yang dirugikan berhak menuntut pemenuhan perjanjian atau bahkan ganti rugi, sesuai dengan ketentuan dalam hukum perdata.
- Penegakan Asas dalam Kasus Konkret
- Dalam praktiknya, penegakan asas pacta sunt servanda melalui Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata sering kali diuji dalam perselisihan kontrak. Misalnya, ketika salah satu pihak melanggar ketentuan perjanjian, pihak yang dirugikan dapat mengajukan gugatan ke pengadilan, dengan dasar bahwa perjanjian yang sah tersebut harus dipatuhi oleh semua pihak.
- Kasus-kasus di pengadilan yang menyangkut pelanggaran kontrak sering kali berfokus pada apakah perjanjian tersebut telah dibuat secara sah dan apakah salah satu pihak memiliki dasar hukum yang sah untuk tidak memenuhi perjanjian tersebut. Jika tidak ada dasar hukum yang sah untuk pelanggaran tersebut, pengadilan akan cenderung menegakkan asas pacta sunt servanda dan menghukum pihak yang melanggar.
Kesimpulan
Asas pacta sunt servanda dan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata memiliki keterkaitan yang sangat erat dalam memastikan kepastian hukum, keadilan, dan stabilitas dalam pelaksanaan perjanjian di Indonesia. Melalui pasal ini, perjanjian yang sah memiliki kekuatan hukum yang mengikat layaknya undang-undang, dan para pihak wajib untuk melaksanakan setiap ketentuan yang telah mereka sepakati. Jika salah satu pihak melanggar, pihak lain berhak menuntut penegakan perjanjian atau ganti rugi sesuai hukum yang berlaku. Prinsip ini tidak hanya memberikan landasan bagi para pelaku bisnis, tetapi juga memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum perdata yang adil dan konsisten.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H