Undang-undang ketenagakerjaan di banyak negara mengharuskan perusahaan untuk menyediakan lingkungan kerja yang aman dan sehat. Ini mencakup pencegahan terhadap kelelahan kerja yang ekstrem. Karyawan yang mengalami burnout akibat kondisi kerja yang tidak manusiawi mungkin memiliki dasar hukum untuk mengajukan keluhan atau menuntut perbaikan kondisi kerja.
4. Kontrak Kerja dan Kewajiban Ekstra
Banyak perusahaan yang berharap karyawan untuk bekerja lebih dari yang tercantum dalam kontrak kerja mereka, misalnya dengan mengambil tugas tambahan atau bekerja lembur tanpa bayaran ekstra. Dalam konteks quiet quitting, karyawan mungkin menolak untuk melakukan tugas di luar deskripsi kerja mereka.
Secara hukum, kontrak kerja adalah acuan utama untuk menentukan tugas dan kewajiban karyawan. Jika perusahaan menuntut karyawan untuk bekerja di luar deskripsi pekerjaan tanpa kompensasi yang memadai, hal ini dapat dianggap sebagai pelanggaran kontrak. Karyawan memiliki hak untuk menolak tugas tambahan yang tidak termasuk dalam kontrak kerja mereka, terutama jika tugas tersebut tidak diimbangi dengan kompensasi yang adil.
5. Peran Serikat Pekerja
Serikat pekerja dapat memainkan peran penting dalam menangani quiet quitting. Mereka dapat membantu karyawan menegosiasikan kondisi kerja yang lebih baik, serta memberikan perlindungan hukum jika terjadi konflik dengan perusahaan. Serikat pekerja juga dapat mengadvokasi perubahan kebijakan perusahaan yang mendukung keseimbangan antara kerja dan kehidupan pribadi, serta mencegah burnout.
Karyawan yang merasa terdorong untuk quiet quitting karena kondisi kerja yang buruk dapat mencari dukungan dari serikat pekerja untuk menyelesaikan masalah mereka secara kolektif. Ini bisa melibatkan negosiasi ulang kontrak kerja, perbaikan kondisi kerja, atau penyelesaian sengketa secara hukum.
Dampak Quiet Quitting bagi Perusahaan dan Karyawan
Quiet quitting memiliki dampak signifikan baik bagi perusahaan maupun karyawan. Dari perspektif perusahaan, quiet quitting bisa mengakibatkan penurunan produktivitas, kurangnya inovasi, dan akhirnya kerugian finansial. Karyawan yang tidak lagi terlibat secara aktif mungkin tidak memberikan kontribusi maksimal, yang pada akhirnya mempengaruhi kinerja tim dan perusahaan secara keseluruhan.
Bagi karyawan, quiet quitting bisa menjadi pedang bermata dua. Di satu sisi, ini bisa membantu mereka mempertahankan keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi, serta mencegah burnout. Namun, di sisi lain, ini bisa menghambat perkembangan karier dan menciptakan ketidakpuasan jangka panjang. Karyawan yang terus-menerus melakukan quiet quitting mungkin kehilangan kesempatan untuk naik jabatan, mendapatkan promosi, atau meningkatkan keterampilan mereka.
Kesimpulan