Mohon tunggu...
Idris setiawan
Idris setiawan Mohon Tunggu... Lainnya - Sang Pencinta Keheningan

Dari hidup kita belajar berjuang. Dan dari Tuhan kita belajar iklas. Tak ada perhentian yang akan indah selain mati dengan bahagia.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

"PERJALANAN KEMANUSIAAN" Part 12. Sudut pandang seorang relawan

13 Juli 2023   11:11 Diperbarui: 13 Juli 2023   23:32 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber : Doc. Pribadi)

Aku berdiri diantara sebuah dinamika kehidupan, antara baik dan salah. Antara benar dan keliru. Sebuah dilema dikala hidup hanya bertujuan untuk memanusiakan manusia. 

Suatu senja, aku terjaga akan sebuah pandangan yang menggetarkan jiwa. Seorang anak kecil tengah bermain dengan adiknya yang masih bayi di emperan jalan. Tak terlihat oleh banyaknya pasang mata pengendara yang lalu - lalang. 

Si bayi tertidur diatas bantalan kardus yang telah dilapisi karung. Dan si mbanya terus menghibur adiknya dengan memainkan tangan dan pipinya. 

Kulihat dibagian lain, seorang wanita paruh bayah tengah membuka sebuah kotak sampah yang tidak jau dari keberadaan 2 manusia tadi. Dengan karung terpegang di tangan kirinya, dan mulai memasukkan tangan kanannya ke dalam kotak sampah. Dan mengeluarkan beberapa botol bekas dari sana.

Sesekali ibu itu menoleh ke arah anaknya sambil tersenyum. Setelahnya melanjutkan kembali mengais isi barang bekas dari dalam kotak sampah. 

Lampu merah pun telah berubah hijau, kami pun lekas berjalan menjauhi anak kecil dan adik bayinya. 

Keesokan harinya, aku melewati tempat yang sama. Tapi tidak lagi kudapati mereka yang kulihat sore kemarin. Aku pun memarkirkan mobil di sebuah rumah makan tidak jau dari sisi lampu merah.

Mulai membahas persoalan dan persoalan terkait akitivitas kerjaan hari ini bersama rekan timku. Sampai akhirnya ada anak kecil membawah sebuah kaleng cat bekas. Memegang sebuah speaker dan mendekati kami. 

Kukeluarkan satu lembar dua ribuan. Dan kumasukkan ke dalam kaleng cat yang disodorkan anak kecil itu kepada kami berdua. Setelah uang kuletakkan, anak kecil itu berucap,

 "Terima kasih" sambil tersenyum dan lalu berpaling pergi meninggalkan meja kami. 

Temanku membuka suara, "Anak sekecil itu, harus mengawali hidupnya dengan mengemis. Apa pekerjaan orang tuanya sebenarnya ya bro?" Sambil memulai memakan hidangan yang telah disajikan oleh pihak warung sesuai pesanan. 

"Saya tidak tau terkait itu, tapi yang harus kita pahami adalah. Ia sedang berjuang untuk membantu perekonomian keluarganya." 

"Heem. Bila begitu? Lalu apakah mengemis itu dibenarkan bro?" Tanyanya lagi. 

"Bagaimana yah Di. Tapi menurutku, memperkerjakan anak di bawah umur itu salah. Apalagi sampai menadahkan tangan mereka, meminta - minta. Tapi, kita tidak perna tau, apa yang membuat mereka melakukan itu? Bisa jadi karena faktor ekonomi, atau masih ada faktor - faktor lain yang mendalangi hal tersebut." Sambil mengangkat secangkir teh manis yang telah disediahkan. 

"Baiklah. Oh iya, besok kita kemana?" Tanyanya lagi. 

"Besok, belum ada intruksi mau kemana. Paling stay dulu di kantor."

Setelah selesai makan dan membayar harganya, kami pun melanjutkan perjalanan menuju ke kantor. Pukul sudah jam 17:45, mendekati adzan magrib. Akhirnya kami mencari masjid terdekat, yang satu arah dengan tujuan kami ke kantor. 

Sampailah kami kesebuah masjid dan mobil pun diparkirkan diantara pohon- pohon rindang di parkiran masjid. Adzan magrib pun berkumandang.

"Allahu akbar, allahu akbar..."

Kami pun lekas mengambil wudhu dan melaksanakan shalat magrib. 

Keesokan harinya, kami mendapatkan tugas untuk ke sebuah perkampungan di pinggiran Tangsel. Sebuah perkampungan yang dikenal dengan nama kampung Pemulung. 

Perkampungan itu terletak tidak bergitu jau dari jalan raya, hanya berkisar 100 - 300 meter masuk ke dalam. Dan sesampainya kami disana, begitu banyak anak - anak kecil menyambut kami. 

Mereka tersenyum dengan kedatangan kami. Turut jua kami lihat para orang tua mereka yang tengah berakitivas pun turut tersenyum. 

"Assalammuallahikum" ucap kami dengan pelan, sambil menyusuri jalan setapak yang mengarah ke sebuah mushola dipertengahan kampung. Semua anak kecil pun turut mengikuti. 

"Wa'allahikumussalam" ucap para orang tua yang mendengar salam kami. 

Sesampainya di mushola tersebut, kami mulai mengajak anak - anak kecil untuk duduk dengan rapi. Turut didampingi oleh para orang tua yang berada di luar mushola. Memperhatikan kami dan anak - anak mereka. 

Acara pun kami mulai, dengan memperkenalkan diri dan nama - nama tim yang datang. 

****

[Depok, 13 Juli 2023 |SpK|]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun