Dari artikel saya sebelumnya sedikit menyinggung prihal cinta. Apa itu cinta? Menurut pandangan saya :
"Bicara tentang cinta, perasaan suka, perduli dan sebagainya adalah ungkapan yang selalu mengkait - kait dalam kehidupan ini. Dan tanpa adanya itu? Mana akan kita tau arah dari kehidupan. Yang mungkin, hanya akan berisi oleh kebencian."Â
[Sumber]
Tapi, kenyataannya di dalam hubungan yang bisa disebut cinta / mencintai seseorang lawan jenis. Kadang ada fase di mana hubungan itu bisa berubah menjadi kebencian dalam cinta, atau Toksik.
Lalu, apa itu Toksik? Toksik menurut Ahli, hubungan beracun (Toksik) ialah, sesuatu hubungan apapun itu, secara luas yang cenderung tidak saling mendukung. Dan di dalam percintaan, bisa berupa kecemburuan, pemanfaatan, ketergantungan, ketidakjujuran, tidak ada rasa hormat dan sebagainya.Â
[Sumber]
Baiklah, itulah garis besar mengenai Toksik. Dan kembali ke judul awal, bila kita sedang dalam berhubungan / mempunyai hubungan dengan seseorang atau lingkungan. Mau itu pacaran, ataupun yang sudah menikah. Pasti kita perna mengalami pengalaman Toksik.Â
Karena tidak mungkin dalam berkehidupan sosial kita tidak perna sekalipun mengalami sebuah masalah. Dan saya pribadi juga menyayangkan, apabila dalam berkehidupan sosial kita tidak dihadapkan oleh masalah - masalah. Seperti, tidak ada yang menarik yang bisa kita jadikan cerita dalam album pengalaman. Dan saya rasa, setiap makluk sosial seperti kita, pasti perna mengalami masalah, apalagi yang menyangkut Toksik.Â
Baik, lanjut.Â
Di dalam berhubungan dan kita mengalami Toksik. Entah itu kecemburuankah? Tidak ada rasa hormat kah? Atau sebagainya. Kita pasti akan dihadapkan oleh 2 pilihan :Â
1. Bertahan, atau
2. Berpisah
Tapi, ada juga kebanyakan orang - orang akan memilih bertahan dengan dalil, "Ya ... nanti juga akan berubah." Atau "Pasti dia akan ngerti." Dan sebagainya. Bahkan biasanya, ada beberapa faktor yang mendukung keputusan tersebut.Â
Misalnya : orang yang sudah berkeluarga, disaat mengalami hubungan toksik dengan pasangan. Mau itu suami, ataupun istri. Pasti, yang menjadi korban akan dihadapkan oleh 2 pilihan di atas. Bertahan? Atau berpisah(sudahi)?
Tapi, ada juga faktor - faktor yang menguatkan sehingga kadang si korban toksik ini memilih untuk bertahan. Yaitu :Â
1. Anak
2. Orang tua / keluarga
3. Agama
Mohon maaf, bila saya meletakkan "Agama" menjadi faktor terakhir. Sebab, banyak kasus yang saya dengar dari teman - teman saya yang mengalami Toksik. Kebanyakan dari mereka cenderung memilih bertahan karena anak.Â
Baik lanjut, sebenarnya menurut saya pribadi. Permasalahan mau sekecil apapun itu? mau sebesar apapun itu. Selagi yang berhubungan selalu terbuka satu sama lain, tidak akan menjadi permasalahan.Â
Cemburu boleh, sewajarnya. Mengkekang dengan mendikte "kamu itu istri atau suami saya, atau kamu itu punya saya." Boleh. Yang nggak boleh itu kalo masih pacaran. Sebab, pacaran itu menurut saya adalah proses memilih pasangan untuk seumur hidup.
Dan misalnya, ada yang bertanya bagaimana bila memiliki hubungan toksik di saat berpacaran?Â
Kalo saya menganjurkan tinggalkan. Tapi dalam artian sudah terbuka satu sama lain. Bila ternyata dia tidak bisa berubah, maka tinggalkan saja. Toh, putus pacaran tidak ada persidangannya.Â
Baiklah mungkin itu saja menurut saya,
Jaga baik - baik hubungan, mau dalam dunia pacaran ataupun pernikahan. Keterbukaan itu amat penting dan amat diperlukan dalam suatu hubungan. Dan bagi yang pacaran / masih proses mencari.
Saya sarankan, tinggalkan pacaran. Bila mau, terima yang memang sudah siap berumah tangga. Bila hanya janji - janji, buat apa? Sekarang itu bukti yang lebih penting ketimbang manisnya impian dari pengharapan.
__SpK
(Tangerang, 17 Februari 2022)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H