Sebelum beropini mengenai dampak dari Kurikulum Merdeka. sebuah kebijakan yang sudah diputuskan oleh bapak Nadiem Anwar Makarim selaku Menteri Pendidikan dan Riset Teknologi Indonesia. Ada baiknya kita tahu dulu nih, apa sih pengertian secara garis besar dari Kurikulum Merdeka itu?
Baiklah, menurut sumber yang saya baca dari :Â Apa Itu Kurikulum Merdeka? Ini Penjelasannya
Secara garis besar, Kurikulum Merdeka ialah revolusion atau revolusi dari Kurikulum Protipe yang beberapa tahun ini dipakai oleh Indonesia sebagai kurikulum nasional di dalam pemberlakukan proses belajar dan mengajar di sekolah maupun di kampus.
Kurikulum Merdeka ini sendiri sudah diuji ke 2500 sekolah penggerak, yang semula disebut Kurikulum Protipe dan esensi dari Kurikulum Merdeka ini sendiri adalah Merdeka Belajar.Â
Jadi, anak - anak tidak lagi akan mengalami pemetaan setelah memasuki jenjang SMA, yang di mana akan mulai lebih mengembangkan kemampuan mereka secara pribadi / individu.Â
Dan menurut bapak Nadiem sendiri, "pada dasarnya anak itu memiliki rasa ingin tahu dan keinginan belajar. Jadi tidak ada anak pemalas atau anak yang tidak bisa." Tegasnya. Sumber Kompas.comÂ
Dan ditiadakannya lagi pemetaan ini sendiri berupa tidak adanya jurusan - jurusan di dalam jenjang SMA seperti jurusan IPA dan IPS maupun Bahasa. Jadi, mereka (pelajar) akan bisa mempelajari semua dan makin bisa menggali potensi belajar di dalam diri mereka sendiri.Â
....
Baiklah, mungkin hanya itu secara garis besar pengertian mengenai Kurikulum Merdeka yang saya rangkum serinci - rincinya dari Kompas.comÂ
Oke lanjut.
Kini kita memasuki opini mengenai dampak dari Kurikulum Merdeka itu sendiri. Bearti opini ini akan berisi Kritikan atau maupun saran dari saya pribadi, yang di mana merupakan alumni resmi jurusan IPA SMA Negeri.Â
Menurut saya, memang pada dasarnya setiap anak / manusia itu sendiri adalah pembelajar yang hebat. Dan saya akui itu.Â
Tapi, kadar pemikiran manusia ini berbeda - beda. Maupun pemahamannya mengenai pendidikan. Mungkin dulu, diwaktu setiap Sekolah Menengah Atas (SMA) membagi jurusan untuk kelas IPA dan IPS adalah bertolak ukur dari tiap pencapaian individu - individu pelajar itu sendiri. Dan biasanya seorang pengajar (Guru) melihat dari segi nilai, minat dan bakat. Maka, barulah mereka (pelajar) itu dikelompokkan ke jurusan yang sesuai.Â
Sebenarnya menurut saya sekarang ini yang lebih dominan bukannya merubah sistem Kurikulumnya. Melainkan, membantu para anak - anak tadi agar mampu bersekolah dengan benar dan nyaman.Â
Percuma menurut saya apabila kita ubah sistem kurikulum, tapi masih banyak anak di luar sana yang lebih memilih berhenti sekolah dengan alasan ekonomi, jarak tempuh dan bully.Â
Jadi menurut saya yang perlu diperbaiki bukan sistem kurikulum. Melainkan, bagaimana cara sekolah menarik anak - anak untuk datang dan mau belajar. Dan utamakan di pelosok - pelosok daerah terpencil, yang sulit terjamah oleh indahnya kata pemerintah.Â
Mungkin itu saja opini yang dapat saya berikan.
"Percuma merubah sistem, bila sistem itu hanya bisa dinikmati oleh kaum terdepan dalam segi perekonomian mendukung. Pemerintah harus lebih sidak dan membuka mata, bahwa masih banyak daerah - daerah yang lebih perlu di rubah pola pikir anak - anaknya untuk mau bersekolah. Dari pada sistem kurikulumnya yang diubah."
__SpK
Terima kasih**
(Tangerang, 16 Februari 2022)Â