Mohon tunggu...
Idris setiawan
Idris setiawan Mohon Tunggu... Lainnya - Sang Pencinta Keheningan

Dari hidup kita belajar berjuang. Dan dari Tuhan kita belajar iklas. Tak ada perhentian yang akan indah selain mati dengan bahagia.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Ibuku Duniaku

19 Juni 2020   22:44 Diperbarui: 19 Juni 2020   22:40 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anak laki-laki tidak akan jau dari pigur seorang Ibu. Yaa... hampir 75%, anak laki-laki cenderung lebih sayang ke Ibu dari pada ke Bapak. Dan sebaliknya hampir 75% anak Prempuan lebih identik sayang ke Bapak dari pada ke Ibu. 

Hm.. pasti kita semua sudah paham, so.. Ibu identik di kenal dengan Kecerewetannya. Sedangkan Figur Bapak dengan emosional kerasnya. hm! Mungkin? Bisa jadi karena Seorang Laki-laki akan menjadi seorang Bapak di masa depan kelak, sehingga Anak Laki-laki lebih memilih dekat dengan Ibu. 

Hm! No coment lah... hahaha

Tapi di sini, aku ingin menjelaskan kenapa, membuat judul Ibuku adalah Duniaku. Dan Kenapa, bukan menggunakan orang lain?

Ya.. karena diriku cenderung lebih dekat ke seorang Ibu. Tidak tau kenapa? Tapi memang dari kecil, memang sosok Ibu lah yang lebih sering menemaniku.

Ibuku bisa terbilang Bodoh, Gagal Teknologi, dan tak paham dengan Sosmed(Sosial Media). Perna ada percakapan kecil antara aku dan ibuku sewaktu masih di Rumah dulu,

  "ibu, mau di ajari pake motor gak? Biar kalo kepasar bisa sendirian. Jadi gak usah nunggu-nunggu idris atau bapak.$" Terus apa kata ibuku? Ibuku bilang, "gak, biar kalian aja yang bisa pake motor. Nanti kalo ibu belajar pake motor, akhirnya ibu mau keluyuran terus. Dan siapa yang bakal masakin kalian di rumah? Kalo ibu keluyuran."

Seketika aku diam, dan yaa... akhirnya gak jadi ngajari ibu pake motor. Terus ada lagi sewaktu lagi duduk nonton di depan televisi. Waktu itu ibuku bertanya," maen apa kau nak? Dari tadi pokus ke Handphone terus." Dan aku spontan menjawab,"Maaf bu. Ini lagi main Sosmed namanya Facebook. Ibu mau di buatin facebook? Semua bibi dan paman juga ada facebook bu?" 

Dan ibuku kembali menjawab, "gak usa. Cukup kamu aja. Ibu lebih enak kayak gini! Masak, nyayur, nyuci, dan nonton tv. Kalo ada upahan ibu upahan. Sekarang itu zaman kamu nak? Jadi puas-puasin di kamu, ibu mah sudah bersyukur."

 Aku pun diam, dan tak terlalu menanggapi jawaban ibu. Dan kembali memainkan handphone.

Selang beberapa tahun hingga kini di usiaku 24 tahun, Aku mulai sadar. Memang benar apa yang di katakan oleh ibuku dulu.

Ibuku bukannya ingin bertahan di kebodohannya? Tapi melainkan, memang dia tak mau berbuat kesalahan. Yang dimana akan memalukan pihak keluarga. 

Mohon maaf cintohnya saja di sosmed mau itu facebook, Intagram, twitter, line dan sebagainya. Banyak wanita yang dimana sudah ibu-ibu tapi cenderung lupa dengan rasa malu. Mereka menampilkan foto atau video yang tak pantas di lihat oleh anak di bawah umur dan bahkan orang lain yang menggunakan sosmed yang sama. Dan misalnya ada masalah di dalam rumah, atau lingkungan keluarga. Sosmed menjadi ladang curhat dan bahkan ada juga yang mejadi pemicu ribut atau perselisihan. Maka dari itu, ibuku lebih memilih bodoh dan tetap di zona yang menurutnya aman.

Sama juga dengan handphone. Ibuku tak perna meminta di belikan handphone yang lebih bagus. Menurutnya? Asal dapat untuk mengirim pesan atau telepon saja itu sudah cukup. Karena menurut ibuku, kini adalah zaman kami para anak-anaknya. Jadi ibuku tak ingin terlalu mementingkan dunia.

Karena iitu, aku menganggap ibuku adalah duniaku.

Tanpa pemahaman dari nya, mungkin aku banyak akan melakukan kesalahan dan kekeliruan. Cintanya yang tulus dan tak pamrih, membuatku begitu menyayanginya. Maka dari itu, aku bangga bilang? Kalau ibuku adalah duniaku.

Terima kasih untuk ibuku, dan ibu-ibu di seluruh dunia. Semoga tetap bisa memberikan kebaikan dan pengertian kepada kami anak-anak yang masih minim di dalam pemahaman kehidupan. 

Terima kasih...

......

(Pagar Alam | 19 Juni 2020)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun