Mohon tunggu...
Idris setiawan
Idris setiawan Mohon Tunggu... Lainnya - Sang Pencinta Keheningan

Dari hidup kita belajar berjuang. Dan dari Tuhan kita belajar iklas. Tak ada perhentian yang akan indah selain mati dengan bahagia.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Dongeng Sebelum Tidur untuk Rika

5 Maret 2020   22:27 Diperbarui: 6 Maret 2020   09:47 795
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

  Di sebuah gubuk kecil pinggiran sungai, di bawah kolong jembatan perkotaan yang megah dengan ramainya manusia menghabiskan malam. Hiduplah seorang janda dan seorang anak gadis semata-wayangnya yang masih kecil. Mereka hanya hidup berdua, karena sang ayah dengan tega meninggalkan mereka hanya untuk menikahi janda tua tapi kaya.  

  Apakah sebenarnya yang salah? Mereka hanya bisa pasrah dan menerima semuanya sebagai takdir dari sang maha kuasa jagat raya.

 "Mak..?" Tanya rika.

 "Ia sayang." Terbangun, dan menolehkan wajahnya ke arah rika.

 "Rika gak bisa tidur?" Jawab rika.

 "Hm..! Kenapa? Rika laper..?" 

 "Gak, mak. Hmm..! Rika pengen di ceritain kisah mak?"

 "Kisah apa?" Tanya mamak sembari membalikkan badan ke hadapan rika dan menatap anak semata-wayang nya dengan penuh cinta.

 "Kisah apa aja. Terserah mamak! Rika dengerin kok." Sembari tersenyum.

 "Yaudah, mamak ceritain kisah gadis pemulung aja gimana?"

 "Gadis pemulung mak?" Tanya rika.

 "Ia. Mau gak? Atau rika mau di ceritain apa?" 

 "Hm.. gadis pemulung juga gak apa-apa mak." 

 "Ya sudah.

  Suatu siang di pinggir rel stasiun kereta api ada 5 anak yang mengadukan nasib mereka menjadi pemulung cilik. Mereka begitu ceria, dan tak perna mengeluhkan atas derita hidup yang di rasa. Semua semata-mata dilakukan demi untuk membantu kedua orang tua mereka. Diantara 5 orang anak tersebut, ada seorang anak gadis kecil cantik dengan warna kulit sawo matang kecokelat-cokelatan, rambut yang panjang terurai dan manisnya lesung pipi menghiasi setiap senyumnya. Namanya, jahra. Ia selalu memberikan senyuman dan tawa riang. Dia baik dan menurut, semua orang suka pada dia."

 "Rika mau jadi jahra, mak. Hm..! Terus.. mak?"

 "Suatu hari, jahra sedang mengambil cangkir plastik di dalam sebuah tong sampah? Tiba-tiba, ada 2 anak kecil dengan pakaian mewah datang dan menegur dia. Kata mereka, masih kecil udah mulung? Entar besarnya jadi apa? Maling yah hahah. Tawa mereka menghina jahra. Namun, Jahra hanya diam dan memperhatikan kedua anak tersebut.

 "Hm.. jahra kuat mak. Terus gimana mak?" Tanya rika penasaran.

 "Tak berselang lama? Datanglah 4 anak cowok teman jahra. Dan di saat melihat ke 4 anak cowok tersebut? 2 anak laki-laki nakal itu pun lari. Terus 4 anak laki-laki itu nanya ke jahra, apa dia tidak apa-apa? Dan jahra menjawab, bahwa dia baik-baik saja. Dan akhirnya ke 5 anak pemulung tersebut melanjutkan perjalanan mencari barang bekas yang bisa untuk di jual. Mereka berjalan dengan bahagia dan di penuhi riang canda tawa. Selesai."

 "Hmm.. bagus ceritanya mak. Rika pengen jadi jahra! Udah baik, suka bantu orang tua. Dan banyak temen."

 "Baguslah. Bagi mamak? Rika adalah jahranya mamak. Yang ceria, sabar, suka membantu orang tua dan banyak temen." 

 "Iya apa mak?"

 "Iya, suer deh! Hahha" mamak yang ketawa sambil memeluk rika.

  "Rika sayang mamak!?"

 "Mamak juga sayang rika. Dah tidur! Udah tengah malem." 

 "Iya mak."

  Akhirnya rika pun tertidur, dan di lihatnya wajah gadis kecil anak semata-wayangnya itu. Dengan warna kulit sawo matang kecokelat-cokelatan, dan lesung pipi yang selalu manis di pandangan. Nak! Cepatlah besar. Jadilah anak yang bisa membanggakan. Mamak gak minta kamu banyak uang? Mamak juga gak minta kamu menjadi orang terkenal. Tapi yang mamak pengen?! Kamu jadi anak yang tetep sayang sama mamak, dan bakal selalu nemanin mamak di saat tua nanti. Di cium kening rika dan di belainya lagi rambut rika. Sembari mulai menidurkan kepalanya di sebelah kepala rika.

  Malam ini hembusan angin begitu kencang menerpa dinding-dinding gubuk yang hanya berlapis terpal bekas hasil pulungan di perumahan mewah. Pancaran sinar rembulan malam menembus gubuk itu, dan suara nyanyian merdu nyamuk-nyamuk nakal yang meminta makan pun mulai berirama didalam gubuk.  

 Si Janda itupun kembali terjaga, takut pada nyanyian suara nyamuk yang meminta makan dan mulai menggigiti anaknya. 

......

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun