Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Guru Jangan Gagap Menyikapi Euforia Deep Learning

6 Januari 2025   11:42 Diperbarui: 7 Januari 2025   04:35 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi-- Deep learning. (KOMPAS/Supriyanto)

Oleh IDRIS APANDI
(Praktisi Pendidikan)

Saat ini wacana deep learning (pembelajaran mendalam) menjadi trending topic di kalangan pengamat dan praktisi pendidikan. Di media sosial pun berseliweran konten terkait dengan hal ini. Bahkan sempat muncul minkonsepsi bahwa deep learning akan menjadi kurikulum merdeka. 

Ramainya wacana ini dipantik oleh video obrolan Mendikdasmen Abdul Mu'ti dengan beberapa orang terkait pendekatan deep learning yang rencananya akan diimplementasikan dalam menningkatkan meningkatkan mutu pembelajaran di masa kepemipinannya. Potongan obrolannya pun kemudian beredar di media sosial.

Pascaramainya wacana deep learning, dinas pendidikan, satuan pendidikan, organisasi profesi guru, dan komunitas pendidikan ada yang melakukan respons cepat, menindaklanjutinya dengan melakukan seminar, IHT, atau workshop terkait deep learning. 

Dalam perkembangannya Pusat Kurikulum dan Pembelajaran (Puskurjar) Kemendikdasmen pun mengedarkan paparann singkat terkait deep leraning. Soft copy-nya sudah banyak beredar di grup-grup WA. 

Paparan tersebut hanya sebuah langkah awal, tentu ke depannya perlu ada sosialisasi, pelatihan, dan panduan teknis yang lebih jelas terkait deep learning agar bisa dipahami dengan mudah oleh para guru.

Di tengah euforia terkait deep learning, cukup banyak guru yang sepertinya gagap dalam menyikapinya. Seolah "kebijakan" ini harus dilaksanakan pada semester ini. Mereka mengaku bingung bagaimana harus mengimplementasikannya dalam pembelajaran. 

Apalagi dengan menggunakan istilah asing (Bahasa Inggris), deep learning dianggap sebagai barang baru. Apalagi saat mendengar pilar-pilarnya seperti mindful learning, meaningful learning, dan joyful learning. Dalam pikirannya, mungkin guru yang bertanya "pembelajaran seperti apa lagi ini?"

Deep learning sebenarnya bukan barang baru dalam dunia pendidikan. Hal ini sudah sejak lama dibahas. Lalu, mengapa saat ini terkesan menjadi euforia? 

Salah satu karakter masyarakat kita adalah kadang gagap dan gelagapan dengan sebuah hal atau kebijakan baru. Teori ini sudah ada sejak tahun 1970-an. Diantaranya dalam artikel jurnal yang ditulis oleh Marton dan Saljo tahun 1976. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun