Jelang UN, sekolah sibuk melakukan pemantapan atau pengayaan mata pelajaran yang di-UN-kan. Sekolah tidak ubahnya seperti lembaga bimbel. Peserta UN di-drill mengerjakan latihan-latihan soal UN. Pengadaan buku latihan soal UN pun kadang menjadi beban bagi orang tua tidak mampu dan menjadi sarana oknum tertentu meraup keuntungan. Begitu pun orang tua yang khawatir anaknya tidak lulus UN, memasukkan anaknya ke bimbel walau harus membayar mahal.
Walau dalam perkembangannya UN tidak menjadi syarat kelulusan mutlak peserta dari satuan pendidikan karena digabung dengan nilai US, tetapi tetap pada pelaksanaannya stres dan suasana horor masih terasa.
Soal-soal UN yang hanya dalam bentuk tes tertulis pun dianggap menjadi kelemahan karena hanya fokus kepada aspek kognitif, sedangkan kompetensi peserta didik bukan hanya kognitif, tetapi juga afektif, dan psikomotor sehingga hasil UN tidak menggambarkan kompetensi peserta didik secara utuh. Hal inilah yang mendorong dihapuskannya UN pada tahun 2021.
Munculnya rencana UN dilaksanakan kembali tahun 2026 tentunya diharapkan tidak lagi mengulang masalah sebagaimana yang terjadi pada masa sebelumnya. Oleh karena itu, tentunya Kemendikdasmen harus benar-benar hati-hati dalam melakukan kajian sebelum fix memutuskan melaksanakan UN kembali. Hal yang perlu diperhatikan misalnya kriteria peserta UN, jumlah mata pelajaran yang di-UN-kan, tipe soal yang diujikan, dan proporsi dengan aspek lain seperti nilai ujian sekolah, nilai rapor, karakter/sikap, dan kehadiran peserta didik sebagai dasar kelulusan peserta didik. Harus dibuat Prosedur Operasional Standar (POS) yang benar jelas agar pelaksanaan UN benar-benar berintegritas. Hal yang tidak kalah penting adalah perlunya peningkatan mutu proses pembelajaran sejak awal tahun, jangan lagi terjebak men-drill soal-soal latihan UN.
Model evaluasi apapun yang digunakan untuk mengukur hasil belajar peserta didik ada plus dan minusnya. Walau demikian, evaluasi pencapaian hasil belajar peserta didik diharapkan bisa dilakukan secara objektif, otentik, komprehensif, dan berkeadilan sehingga nilai-nilai yang tercantum pada ijazah benar-benar menggambarkan kompetensi seorang lulusan. Jadi, mari kita tunggu UN versi baru dengan catatan UN tidak menjadi syarat kelulusan peserta didik tetapi lebih kepada dasar bagi pemerintah untuk mengevaluasi dan menentukan arah peningkatan mutu pendidikan nasional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H