Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Akreditasi Bermakna untuk Mewujudkan Sekolah yang Dicita-citakan

9 Agustus 2024   16:20 Diperbarui: 10 Agustus 2024   05:15 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi-- Guru memantau siswa belajar di SD Negeri Randu 01, Kecamatan Pecalungan, Kabupaten Batang, Jawa Tengah, Selasa (9/3/2021). (KOMPAS/KRISTI DWI UTAMI)

Proses ini dirasa penting dilakukan untuk memastikan instrumen akreditasi tidak sekadar terpaku pada pemenuhan kerangka kebijakan penjaminan mutu yang berlaku, melainkan berpijak pada kerangka kualitas lingkungan belajar yang dipercaya dapat menghadirkan layanan pendidikan yang diperlukan oleh peserta didik.

Prinsip inklusif, maksudnya adalah Instrumen akreditasi untuk ragam jenis dan jenjang disusun dengan merujuk pada satu konstruk yang sama sehingga dapat ditemukan benang merah antar instrumen, serta tidak ada jenjang, jenis, atau kondisi lingkungan belajar yang merasa tidak terwakili dalam instrumen akreditasi ini. Tiap instrumen kemudian menyesuaikan konstruk tersebut dengan konteks dan kebutuhan belajar ragam jenis jenjang. 

Kontekstual artinya merujuk pada proses akreditasi yang merekognisi keragaman cara/strategi yang dilakukan penyelenggara layanan pendidikan, sesuai konteks sosio-kultural dan kebutuhan belajar peserta didik, serta sumber daya penyelenggara layanan yang berbeda-beda. 

Penentuan keterpenuhan dari area kinerja tidak terkunci oleh rumusan prasyarat tertentu yang preskriptif untuk melakukan kinerja, misalnya memaksakan adanya suatu dokumen/kegiatan spesifik atau tertentu. Pembuktian bisa diperoleh dari dokumen, dokumentasi, hasil wawancara dan hasil observasi. 

Asesor diberikan keleluasaan untuk menggunakan "lensanya" dalam menilai apakah satuan pendidikan telah menyediakan layanan berkualitas bagi peserta didiknya sesuai dengan area kinerja yang diukur. Instrumen ini juga menyediakan ruang bagi satuan pendidikan untuk menjelaskan cara dan strateginya dalam menyelenggarakan layanan.

Dengan adanya prinsip ini, maka pada proses akreditasi bisa terdapat ragam cara untuk menyusun kurikulum yang berbeda karena konteks satuan pendidikan berbeda-beda, ada ragam cara untuk menyusun Rencana Kerja Tahunan (RKT), ada ragam cara dalam menerapkan kemitraan, dan ada ragam cara bagi satuan pendidikan dalam upayanya meningkatkan kualitas layanan. 

Proses akreditasi tidak lagi fokus melihat tampilan lingkungan sekolah dan sarana dan prasarana sekolah. Sarana penting tetapi bukan menjadi faktor utama efektivitas proses pembelajaran dan peningkatan hasil belajar peserta didik. 

Lingkungan sekolah yang tampak indah, rapi, dan bersih apakah menjamin sekolah itu bebas dari tindakan perundungan (bullying) dan mencerminkan iklim kerja yang baik? Apakah lingkungan kelas dan peralatan laboratorium yang lengkap menjamin guru dapat menciptakan proses pembelajaran yang menarik, menantang, menyenangkan, dan bermakna?

Apakah Kepala sekolah mampu memimpin dan mengelola sekolah secara efektif, bisa menjadi pemimpin yang transformatif, bisa membangun iklim kerja yang kondusif, dan menjadi inspirasi bagi guru, tenaga kependidikan, dan peserta didik? Apakah guru mampu menjadi guru yang inspiratif dan berdampak terhadap transformasi pembelajaran? 

Terkait hasil belajar dan prestasi lulusan, bukan hanya kaitannya dengan prestasi akademik, juara lomba, juara olimpiade, dan jumlah lulusan yang diterima di PTN, tetapi juga nonakademik seperti karakter, internalisasi nilai-nilai Pancasila, dan menghormati keberagaman, tetapi perlu ditelusuri dan dianalisis juga apakah prestasi yang dicapai adalah sepenuhnya merupakan hasil dari intervensi atau proses pembelajaran di sekolah? atau didukung oleh faktor lain seperti bakat murid, dukungan keluarga, atau pelatihan di tempat lain?

Pertanyaan-pertanyaan ini yang harus didapatkan jawabannya oleh asesor melalui beragam cara pengumpulan data dan informasi. Asesor harus ada pada posisi "ragu" dan skeptis hingga dia benar-benar mendapatkan data dan informasi yang valid sehingga mendapatkan temuan yang bermakna dan bernilai sehingga dapat memberikan umpan balik yang tepat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun