Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pencegahan Perundungan Melalui Konsep "KANYAAH"

24 Mei 2024   21:36 Diperbarui: 3 Oktober 2024   08:43 426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

*PENCEGAHAN PERUNDUNGAN MELALUI KONSEP "KANYAAH"* Oleh: IDRIS APANDI (Praktisi Pendidikan) 

Perundungan menjadi masalah serius yang dihadapi di lingkungan pendidikan dan masyarakat secara umum. Data hasil Asesmen Nasional tahun 2021 yang diselenggarakan Kemendikbudristek menunjukan bahwa 24,4% peserta didik berpotensi mengalami insiden perundungan di satuan pendidikan. 

Sementara Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menyatakan terdapat 30 kasus bullying alias perundungan di sekolah sepanjang 2023. Angka itu meningkat dari tahun sebelumnya yang berjumlah 21 kasus. Sebanyak 80% kasus perundungan pada 2023 terjadi di sekolah yang dinaungi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), dan 20% di sekolah yang dinaungi Kementerian Agama. (Katadata, 20/02/2024). 

Bentuk perundungan seperti perundungan verbal, perundungan fisik, penindasan emosional, pengucilan, dan kekerasan seksual. Perundungan bukan hanya terjadi di dunia nyata, tetapi juga terjadi di dunia maya (cyber bullying). Penggunaan media sosial secara tidak bertanggung jawab ditambah kondisi netizen yang sangat kejam saat mengomentari suatu kondisi atau masalah ikut meningkatkan kasus cyber bullying. Hal ini sudah banyak memakan korban. 

Dampaknya, korban merasa malu, terhina, depresi, sampai bunuh diri. Kasus perundungan ibarat fenomena gunung es. Kasus yang muncul di permukaan hanya sebatas kasus yang terdata, padahal bisa saja jumlahnya jauh lebih banyak. Banyaknya kasus perundungan perlu mendapatkan perhatian berbagai pihak terkait karena pencegahan dan penanganannya harus holistik, empirik, dan terintegrasi. Pemerintah, lembaga pendidikan seperti keluarga, sekolah, dan masyarakat harus memiliki kepedulian dan bekerja sama dalam mencegah dan menanganinya. Begitu pun media memiliki peran sangat penting. 

Tayangan media bisa mempengaruhi penonton baik ke arah positif maupun negatif. Selain media TV, saat ini media sosial sudah sangat familiar. Setiap kejadian bisa langsung diliput dan diviralkan, termasuk peristiwa tindakan kekerasan dan perundungan. Satu video peristiwa tertentu dalam hitungan detik bisa beredar dari satu grup WA ke grup WA lainnya. 

Sebagai bentuk komitmen dan keseriusan mencegah dan menangani tindak perundungan, Mendikbudristek Nadiem Makarim menerbitkan Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan Permendikbud tersebut mengamanatkan dibentuknya Satgas Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di level daerah provinsi, kabupaten, kota, dan satuan pendidikan.

 Lahirnya regulasi anti menjadi payung hukum pada tataran implementasinya. Secara teknis, pemda dan satuan pendidikan diharapkan mengampanyekan antiperundungan melalui berbagai upaya. Dalam hal ini, Saya memiliki gagasan konsep "KANYAAH". Kalau dari konteks kata, KANYAAH asal kaya NYAAH adalah bahasa Sunda yang artinya cinta, kasih sayang. 

Tetapi dalam konteks ini, KANYAAH adalah sebuah singkatan atau akronim. KANYAAH terdiri dari huruf atau gabungan huruf K, A, NY, A, A, dan H. K singkatan dari Komunikasi, A singkatan dari Atensi, NY singkatan dari NYakseni/menyaksikan/ mengawasi, A singkatan dari Aksi, A singkatan dari Antisipasi, dan H singkatan dari Humanis. K (Kolaborasi) maksudnya adalah pencegahan perundungan harus dilakukan secara berkolaborasi antarpemangku kepentingan, mulai dari keluarga, sekolah, masyarakat, dinas/ lembaga yang menangani kekerasan, organisasi profesi, aparat penegak hukum, LSM, media, dan kelompok lainnya. 

Tujuannya sebagai bentuk kerjasama dan sinergitas. Melihat masalah ini sebagai masalah bersama dan perlu ditangani bersama-sama. Para pemangku kepentingan tersebut harus memiliki visi dan komitmen yang sama, tidak bergerak sendiri-sendiri. Kadang kala berbagai pihak tersebut merasa sudah bekerja tetapi sayangnya tidak ada harmoni. Akibatnya berbagai program yang dilakukan tersebut kurang efektif dan kurang berdampak. A (Atensi) maksudnya semua pihak yang berkepentingan harus memiliki atensi atau perhatian yang sama. Lingkungan keluarga harus menjadi lembaga pertama yang mengampanyekan antiperundungan.

 Tidak ada ada perundungan yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak, antarsesama anak, atau mungkin saja anggota keluarga lainnya. Lingkungan keluarga harus dibentuk menjadi lingkungan yang kondisif untuk menumbuhkembangkan nilai saling menghargai, saling menghormati, saling menyayangi, dan toleransi antaranggota keluarga sebagai miniatur sebuah masyarakat. Begitu pun dengan lingkungan sekolah dan masyarakat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun