Oleh: IDRIS APANDI
(Praktisi Pendidikan)
Pro dan kontra terkait dengan acara study tour yang dilakukan oleh sekolah baik dalam konteks pembelajaran maupun dalam konteks pelepasan lulusan kembali mengemuka pascaterjadinya kasus kecelakaan sebuah bis rombongan peserta study tour dalam rangka kelulusan sebuah SMK dari kota Depok di Ciater Subang Sabtu, 11 Mei 2024. Peristiwa naas tersebut menewaskan 11 orang.
Menyikapi hal tersebut, Pj Gubernur Jawa Barat Bey Machmudin bergerak cepat dengan menerbitkan Surat Edaran Nomor: 64/PK.01/Kesra tentang Study Tour pada Satuan Pendidikan. SE tertanggal 12 Mei 2024 ditujukan kepada Bupati/Walikota Se-Provinsi Jawa Barat dan Kepala Kantor Wilayah Kemenag Provinsi Jawa Barat berisi tiga point imbauan sebagai berikut:
1. Kegiatan study tour satuan pendidikan diimbau untuk dilaksanakan di dalam kota di lingkungan wilayah Provinsi Jawa Barat melalui kunjungan ke pusat perkembangan ilmu pengetahuan, pusat kebudayaan, dan destinasi wisata edukatif lokal, yang ditujukan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi lokal di Provinsi Jawa Barat, kecuali bagi satuan pendidikan yang sudah merencanakan dan melakukan kontrak kerjasama study tour yang dilaksanakan di luar Provinsi Jawa Barat dan tidak dapat dibatalkan;
2. Kegiatan study tour memperhatikan asas kemanfaatan serta keamanan bagi seluruh peserta didik, guru, dan tenaga kependidikan dengan memperhatikan kesiapan awak kendaraan, keamanan jalur yang akan dilewati, serta berkoordinasi dan mendapatkan rekomendasi dari dinas perhubungan kabupaten/kota terkait kelayakan teknis kendaraan; dan
3. Pihak satuan pendidkan dan yayasan yang akan menyelenggarakan study tour, agar melakukan koordinasi dengan memberikan surat pemberitahuan kepada dinas pendidikan sesuai kewenangannya.
Dari ketiga point tersebut, dapat ditafsirkan bahwa sekolah tidak dilarang sama sekali untuk melakukan study tour, tetapi lebih kepada pembenahan tata kelola study tour agar berlangsung secara aman, nyaman, dan sesuai dengan tujuannya. Kegiatan study tour selain ada manfaat dari konteks pendidikan, juga dapat menjadi penggerak ekonomi masyarakat.
Study tour atau ada juga yang menyebutnya outing class merupakan salah satu jenis metode pembelajaran yang bertujuan untuk memberikan pengalaman langsung secara kontekstual, menyenangkan, dan bermakna, serta membangun kemampuan berpikir kritis kepada peserta didik.Â
Pelaksanaan study tour tidak harus selalu menuju ke lokasi yang jauh, tetapi bisa mengoptimalkan lokasi lingkungan sekolah atau lokasi yang paling dekat dengan sekolah. Tergantung konteks materi yang dipelajari oleh peserta didik.
Misalnya, saat peserta didik sebuah sekolah di kota Bandung belajar tentang flora dan fauna, tidak harus pergi ke kebun binatang atau kebun raya/taman yang jaraknya jauh dari kota Bandung, tetapi bisa mengunjungi tempat terdekat. Bahkan jika di lingkungan sekitar sekolah ada tempat yang memungkinkan untuk dikunjungi, maka cukup mengoptimalkan lingkungan sekitar.
Tur tidak harus dimaknai bepergian ke tempat yang jauh, tetapi bepergian, berkeliling ke lokasi yang dituju untuk mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan melalui observasi, wawancara, studi dokumentasi, atau metode lainnya.Â
Di era digital ini, bahkan "touring" bisa dilakukan melalui perangkat virtual. Walau demikian, boleh pula sekolah berkunjung ke lokasi yang jauh dengan catatan ada kesepakatan orang tua dengan sekolah, ada jaminan keamanan, dan semua persyaratan administrasi kegiatan terpenuhi.
Kaitannya dengan study tour, yang terjadi adalah miskonsepsi dan salah kaprah. Study tour hanya identik dengan bepergian ke sebuah tempat dengan menggunakan kendaraan.Â
Hal tersebut tentunya tidak lepas dari dana yang kadang memberatkan orangtua peserta didik dengan kondisi ekonomi yang beragam. Kadang, tidak bisa dipungkiri, orang tua tidak memiliki daya tawar untuk menolak saat sekolah ada program study tour.
Rapat yang melibatkan komite sekolah kadang hanya bersifat formalitas karena segala sesuatunya sudah ditetapkan oleh sekolah. Komite sekolah yang seharusnya menjadi perwakilan orang tua peserta didik, tetapi justru cenderung lebih berperan sebagai juru bicara sekolah.Â
Sebelum rapat, pihak sekolah kadang "mengondisikan" ketua komite agar menyetujui dan mendukung kegiatan tersebut, dan menyampaikannya kepada orangtua peserta didik.
Walau pihak sekolah menyampaikan bahwa kegiatan tersebut tidak bersifat paksaan, tetapi sebagian orangtua peserta didik kadang berada posisi yang dilematis dan serba salah.Â
Mau protes takut nanti berdampak buruk terhadap anaknya. Takut anaknya "ditandai", dikucilkan, dan menanggung rasa malu. Jadi, pada akhirnya orang peserta didik menyetujui dan mengizinkan anaknya mengikuti study tour.
Kegiatan study tour tentunya tidak hanya diikuti oleh peserta didik saja, tetapi juga ada guru yang bertugas mendampingi peserta didik. Walau demikian, hal ini memunculkan tuduhan bahwa kegiatan tersebut sebagai ajang cari untung pihak sekolah.Â
Peserta didik yang membayar, tapi guru ikut juga. Tuduhan tersebut belum tentu benar. Karena mungkin saja sekolah pun sudah menyediakan anggaran untuk guru pendamping.
Tujuan utama dari study tour adalah memberikan kesempatan belajar dan pengalaman lapangan kepada peserta didik. Setelah berkunjung ke lokasi tertentu, disertai dengan kunjungan wisata. Istilahnya, sekali mendayung, 2-3 pulau terlampaui. Ilmunya dapat, hiburannya juga dapat.
Jika mau dikaitkan dengan pendidikan, kunjungan ke tempat wisata pun sebenarnya tidak hanya untuk hiburan atau bersenang-senang, tetapi juga dapat disisipkan sisi pendidikannya.Â
Hal inilah yang perlu dibenahi. Jangan sampai tujuan study tour bergeser dari tujuan pembelajaran menjadi hanya sekadar tujuan piknik yang di satu sisi memerlukan biaya yang besar tetapi di sisi lain kurang memberikan manfaat.
Inilah yang disebut sebagai eduwisata atau wisata pendidikan yang bisa dikontekskan dengan berbagai mata pelajaran. Prinsipnya, pembelajaran berbasis proyek. Guru-guru bisa membuat semacam Lembar Kerja (LK) dan peserta didik membuat laporan observasi atau laporan singkat kegiatan study tour. Dengan demikian, tujuan study tour sebagai sebuah metode pembelajaran dapat tercapai.
Study tour sebagai sebuah metode pembelajaran tetap menjadi salah satu alternatif yang dapat digunakan dengan catatan paradigma dan tata kelolanya diperbaiki. Kalau pun pelaksanaannya menggunakan kendaraan, harus dipastikan kendaraan yang digunakan layak, ada jaminan keamanan dan keselamatan dari pihak jasa travel yang bermitra dengan jasa sewa bis pariwisata, serta persyaratan lain sesuai dengan ketentuan pemerintah.Â
Kecelakaan memang tidak ada yang tahu kapan dan di mana terjadinya. Tetapi hal tersebut setidaknya menjadi sebuah upaya preventif mencegah terjadinya kecelakaan pada saat study tour. Wallaahu a'lam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H