Mengasah Kemampuan Multikecerdasan Siswa:
Sebuah Inspirasi dari SDS IT Amalia Cibinong Bogor
Oleh: IDRIS APANDI
(Widyaprada Ahli Madya BBPMP Provinsi Jawa Barat)Â
Merinding dan takjub. Itulah dua kata yang saya bisa katakan saat melihat tarian Ratoh Jaroe yang ditampilkan oleh 122 orang siswa kelas 6 Sekolah Dasar Swasta Islam Terpadu (SDS IT) Amalia Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor.Â
Para siswa tampak sangat rancak, kompak, dan gesit dalam menampilkan tarian yang berasal dari provinsi Aceh tersebut sehingga menampilkan paduan gerakan dan koreografi yang sangat menarik dan sangat indah.
Penampilan mereka adalah penampilan dadakan sebagai bentuk penghormatan dan menyambut tamu yang datang ke sekolah. Saya beserta rekan saya berkunjung ke sekolah tersebut tanggal 1 September 2023.Â
Walau mendadak, para siswa yang tampil tampak siap dan antusias menampilkan tarian tersebut. Sri Suhartati KS SDS IT Amalia menyampaikan bahwa sekolah memiliki "bank penampilan", yaitu semacam koleksi aksi atau penampilan yang akan ditampilkan sewaktu-waktu jika diperlukan. Oleh karena itu, jauh-jauh hari melatih dan membekali peserta didik dengan beragam kreativitas yang sewaktu perlu untuk ditampilkan.Â
Selain itu, kreativitas tersebut akan ditampilkan pada acara-acara sekolah seperti acara Haflatulqur'an. Pada saat Haflatulqur'an siswa yang menarikan tarian tersebut hampir 400 siswa.
Melakukan tarian kolosal yang melibatkan puluhan bahkan ratusan orang bukan hal yang mudah. Hal ini tentunya memerlukan latihan yang fokus, sungguh-sungguh, dan serius.
Dalam pikiran saya, ini anak-anak SD yang tampil. Anak SD tidak mudah untuk diarahkan, tetapi dengan keuletan guru-guru dalam melatih dan membimbing para peserta didik tersebut.
Tarian, apalagi yang dilakukan oleh banyak orang selain memerlukan keterampilan individu para penarinya juga memerlukan kerja sama, koordinasi, dan komunikasi antarsesama penari.Â
Tarian Ratoh Jaroe yang dilakukan dengan gerakan yang cepat dan ritmis cukup sulit dilakukan, tetapi karena siswa sudah sering berlatih, maka hal tersebut terlihat mudah untuk dilakukan.
Hal yang membuat saya semakin takjub adalah ternyata di antara 122 penari, ada 9 Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Luar biasa kemampuan guru-gurunya dalam mengarahkan anak ABK menari bersama dengan siswa yang non-ABK.Â
SDS IT Amalia adalah sekolah inklusif. Sekolah tersebut menerima ABK. Dari 750 orang siswa, berdasarkan asesmen psikolog tercatat sebanyak 64 orang ABK yang belajar di sekolah tersebut.
Pembelajaran Berdiferensiasi
Dalam konteks pembelajaran berdiferensiasi yang mengakomodir multikecerdasan dan multi gaya belajar, tarian yang disajikan oleh SD IT Amalia adalah pembelajaran yang mengasah multikecerdasan siswa yang memiliki ragam gaya belajar.Â
Menurut saya, sebuah tarian seperti tari Ratoh Jaroe bisa melatih beberapa kecerdasan siswa seperti kecerdasan musikal (suara alat musik dan nyanyian), kinestetik (praktik gerakan tari), visual-spasial (kesamaan, keserasian, dan keharmonisan gerakan yang dilakukan), logis-matematis (menghitung setiap jumlah gerakan), intrapersonal (fokus, konsentrasi dan pengendalian diri), dan interpersonal (kerja sama, komunikasi, dan koordinasi).
Ibarat peribahasa, sekali mendayung, 2-3 pulau terlampaui. Tarian tersebut juga mengakomodasi kebutuhan belajar siswa dengan gaya belajar auditori, visual, dan kinestetik secara bersamaan.Â
Ada suara musik yang lebih cocok dengan siswa yang bergaya belajar auditori, ada tampilan gerakan yang cocok dengan siswa yang bergaya belajar visual, dan gerakan itu sendiri yang cocok dengan siswa yang bergaya belajar kinestetik.
Sekolah ini memiliki program unggulan yaitu Metode cara menghafal Al Quran tersebut bernama Metode Menghafal Mudah Semudah Menggerakkan Tangan (MM SEMUT).Â
Metode ini dikembangkan oleh Dra. Neneng Herawati selaku pengurus yayasan. Didampingi oleh Kepala Sekolah SDS IT Amalia Sri Suhartati, S.Pd. dan beberapa orang guru, Neneng menyampaikan bahwa metode tersebut sudah terbukti mampu meningkatkan kemampuan anak dalam menghafal AlQuran.
Siswa yang bergaya belajar auditori terbantu dengan suara hafalannya, siswa yang bergaya belajar visual dengan terbantu dengan tulisan dan tampilan gerakan tangan/tubuh, dan siswa yang bergaya belajar kinestetik terbantu melalui gerakan sambil mendengar dan melihat gerakannya.Â
Saya pun mencoba mempraktikkan metode ini. Ternyata memang menghafal Al Quran menjadi lebih mudah dan lebih menarik. Selain hafalan ayat atau surat tertentu dengan metode SEMUT, siswa juga mampu menghafal surat-surat lainnya, misalnya siswa kelas 1 bisa hafal Al Quran juz 30, anak kelas 2 hafal juz 29 dan 30. Anak kelas 3 hafal juz 28, 29, dan 30. Selain itu, mereka juga hafal surat-surat tertentu seperti surat Yasin dan surat Kahfi.
Pada saat menyambut saya beserta rekan saya, selain tarian, ada hal lain yang ditampilkan oleh siswa SDS IT Amalia, yaitu hafalan quran dan tarian yang terinspirasi dari lagu "Hayya Hayya" soundtrack Piala Dunia Qatar 2022.Â
Kemampuan hafalan dan ketaktisan siswa dalam menari semakin menambah kekaguman saya. Hal yang ditampilkan pada saat itu menunjukkan bahwa siswa SDS IT selain diarahkan agar cemerlang kognitifnya (hafalan), juga bagus dalam sikap (afektif), dan kuat kognitifnya.Â
Pembelajaran melalui metode hafalan, media tarian, musik, dan gerakan menjadikan pembelajaran lebih menarik dan menyenangkan bagi siswa.
Ragam penampilan yang bertema agama (hafalan Al Quran), tarian tradisional Ratoh Jaroe, dan tarian dengan soundtrack Piala Dunia juga memberikan pesan bahwa siswa SDS IT Amalia diarahkan untuk memiliki spiritual yang bagus, mencintai tanah air, menghargai budaya daerah (kearifan lokal), dan melek dengan globalisasi.Â
Hal ini relevan dengan karakter Profil Pelajar Pancasila (P3) yang saat ini diimplementasikan sebagai bagian dari Kurikulum Merdeka.
Pembelajaran berdiferensiasi yang mengakomodir multikecerdasan dan multi gaya belajar adalah gambaran proses belajar yang berpihak kepada siswa. Hal ini diharapkan oleh dilaksanakan di setiap sekolah.Â
Memang hal ini tidak mudah tapi bukan berarti tidak bisa dilakukan. Perlu komitmen yang tinggi, ketangguhan, dan keuletan guru dalam melaksanakannya. Selain kompetensi guru, kepemimpinan kepala sekolah dan dukungan sarana-prasarana sekolah juga akan membantu proses pembelajaran.
Sekolah yang menerapkan pembelajaran berdiferensiasi akan menarik minat masyarakat untuk menyekolahkan anaknya di sekolah tersebut karena orangtua percaya bahwa sekolah akan memberikan layanan pendidikan yang sesuai dengan karakter dan kebutuhan belajar anaknya.Â
Hal ini menjadi tantangan sekaligus peluang bagi sekolah untuk meningkatkan mutu guru untuk menjawab semakin besarnya harapan dari orang tua terhadap semakin optimalnya layanan pendidikan dari satuan pendidikan.
Intinya, proses pendidikan bukan untuk memaksakan anak menjadi apa tetapi menjembatani, memfasilitasi, dan mengembangkan minat, bakat, serta potensi anak yang unik dan beragam. Setiap anak memiliki fitrah masing-masing. Biarlah mereka dibentuk oleh proses yang memanusiakan mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H