Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Pengembangan Instrumen Asesmen Diagnostik

1 Februari 2023   17:47 Diperbarui: 8 Februari 2023   13:27 1058
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mendikbud Ristek Nadiem Makarim meninjau pelaksanaan Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK) di SDN 01 Sanggau, Kalimantan Barat (Kalbar), pada Selasa (25/10/2022). (DOK. KOMPAS.com/DIAN IHSAN)

Oleh: IDRIS APANDI
(Praktisi Pendidikan)

Sejalan dengan implementasi kurikulum merdeka, guru diharapkan bisa melaksanakan pembelajaran berdiferensiasi, yaitu pembelajaran yang disesuaikan dengan minat, bakat, karakter, dan kebutuhan belajar peserta didik. 

Sebelum melaksanakannya, guru terlebih dahulu perlu mengidentifikasi kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan kebutuhan belajar peserta didik melalui asesmen diagnostik. Dengan kata lain, asesmen diagnostik adalah “pintu gerbang” bagi guru sebelum menerapkan pembelajaran berdiferensiasi.

Asesmen diagnostik bisa dilakukan pada awal semester atau sebelum peserta didik mempelajari materi tertentu. Namun, ada juga yang berpendapat bahwa asesmen diagnostik bisa juga dilakukan oleh guru sebagai bahan perbaikan atau peningkatan mutu pembelajaran di pertemuan berikutnya. 

Dengan demikian, asesmen diagnostik adalah dasar bagi guru untuk merancang pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik peserta didik. Ibaratnya, asesmen diagnostik adalah peta petunjuk jalan dan lampu senter yang akan digunakan sebagai penerang oleh guru saat memasuki gedung baru yang gelap untuk mengetahui dan mengidentifikasi setiap ruangan yang ada di dalamnya.

Asesmen diagnostik terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu asesmen diagnostik kognitif dan asesmen diagnostik non-kognitif. Asesmen diagnostik kognitif adalah asesmen untuk mengetahui kemampuan awal, kebutuhan belajar, atau hambatan belajar peserta didik. 

Hasil dari asesmen diagnostik kognitif menjadi dasar bagi guru untuk pengelompokkan dan levelling kemampuan belajar, menentukan strategi pembelajaran yang harus dilaksanakan, dan treatment yang harus diberikan terhadap peserta didik.

Teknisnya, guru bisa memberikan semacam pre-test berisi beberapa pertanyaan atau soal materi yang dipelajari sebelumnya atau materi kemampuan prasyarat untuk mempelajari materi berikutnya. 

Selain itu, guru juga memberikan pertanyaan atau soal yang merupakan materi yang akan dipelajari sebagai bentuk identifikasi. Jenis instrumennya bisa dalam bentuk tes tulis, tes lisan, test praktik, games, atau kuis baik secara daring atau pun luring.

Asesmen diagnostik non-kognitif adalah asesmen yang bertujuan untuk mengidentifikasi gaya belajar, minat, potensi, karakter, dan latar belakang psiko-sosial peserta didik. Bentuknya bisa melalui angket, tanya jawab, atau wawancara. 

Sasaran atau respondennya peserta didik dan orangtua/wali peserta didik. Selain itu, guru bisa melakukan observasi, mendatangi rumah atau tempat tinggal peserta didik, melihat kondisi lingkungan sekaligus melakukan wawancara, menyebarkan angket, atau melakukan telaah dokumen nilai rapor atau portfolio peserta didik.

Dalam melakukan asesmen diagnostik non-kognitif, guru disamping melakukannya sendiri, juga bisa bekerja sama dengan guru lainnya, wali kelas, guru BK, atau psikolog. Jika diperlukan, informasi juga bisa digali dari guru atau wali kelas pada jenjang atau kelas sebelumnya, penilaian pribadi peserta didik, jurnal, atau penilaian teman.

Instrumen angket, wawancara, observasi, atau studi dokumentasi disesuaikan dengan relevansi dan kebutuhannya. Dibuat sesederhana mungkin. Tidak harus mirip angket penelitian. Guru juga bisa menggali informasi melalui obrolan ringan antara guru dengan peserta didik dan dengan orangtua/wali peserta didik.

Asesmen diagnostik non-kognitif juga bisa dalam bentuk refleksi awal, catatan, simbol, atau emoticon yang bisa dipilih oleh peserta didik. Misalnya, untuk mengetahui hobi, minat (tertarik atau tidak tertarik), hobi, perasaan (suka atau tidak suka), emosi (senang, sedih, marah, biasa-biasa saja), dll.

Melakukan asesmen diagnostik memang bukan hal yang mudah. Membutuhkan waktu dan tenaga yang tidak sedikit. Tapi jika memang guru ingin melakukan asesmen diagnostik dengan baik, hal tersebut bisa dijadikan alternatif untuk dilakukan karena guru diharapkan bisa melaksanakan pembelajaran yang berpihak kepada peserta didik. 

Walau demikian, guru jangan pula mempersulit diri dengan melakukan asesmen diagnostik yang sulit untuk dilakukan sehingga membuat tugasnya yang lain terbengkalai. Intinya, lakukan asesmen diagnostik sesuai dengan kebutuhan dengan cara yang paling mudah, paling memungkinkan, efektif, dan efisien.

Setelah guru melakukan asesmen diagnostik, maka guru dapat menyusun strategi pembelajaran berdiferensiasi. Baik berbasis konten (isi materi), proses, produk, atau lingkungan belajar. 

Analisis Capaian Pembelajaran (CP) dan Tujuan Pembelajaran (TP) menjadi alternatif untuk menentukan strategi pembelajaran, sumber belajar, dan media yang paling relevan digunakan oleh guru. 

Walau demikian, dari semua hal tersebut, hal yang paling utama adalah guru yang mendidik dengan hati dan mengajar dengan rasa sehingga guru bisa hadir dalam hati setiap peserta didik. Wallaahu a’lam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun