4) mengajarkan anak cara membersihkan diri setelah melakukan BAB dan BAK. Bahkan, mungkin saja dalam praktiknya dia tidak hanya mengajarkan ABK tersebut BAK atau BAB, tetapi membantunyamembersihkan kotoran setelah BAK atau BAB.
Dalam melaksanakan "toilet training" bagi muridnya yang ABK tersebut, dia menghadapi tantangan berupa kurangnya respon orang tua saat diajak bekerja sama melaksanakan program tersebut.Â
Guru hanya bisa mengajarkan anak menggunakan cara BAK dan BAB di sekolah saja selama 4 jam, sedangkan selama 20 jam anak bersama dengan orang tuanya.Â
Sayangnya, orang tuanya kurang memberikan respon yang positif dan kurang bekerja sama dengan alasan sibuk bekerja dan menganggap bahwa urusan mengajar murid adalah tanggung jawab guru. Bukan tanggung jawab mereka. Hal tersebut tentunya menjadi kendala sekaligus tantangan bagi sang guru.
Walau demikian, guru tersebut tidak putus asa. Dia tetap mencoba berkomunikasi cara mendatangi rumah kedua orang tua ABK tersebut. Selain itu, dia pun mencoba untuk berkomunikasi dengan kakek dan nenek ABK tersebut agar mereka bersedia membantu cucunya BAK dan BAB dengan benar.
Saya membaca kisahnya sambil termenung dan mengangguk-angguk kepala sebagai respon sekaligus apresiasi yang setinggi-tingginya kepada guru tersebut. Mengapa? Karena menurut saya, tidak setiap guru bisa melakukannya.Â
Melatih ABK autis berat tipe slow function melakukan BAB dan BAK adalah hal yang sulit.Â
Jangankan mengajarkan ABK, mengajarkan dan membiasakan anak yang Non-ABK saja, misalnya anak usia PAUD atau SD kelas rendah untuk BAK dan BAB sesuai dengan ketentuan saja, orang tua atau guru masih menghadapi kesulitan.Â
Bahkan anak-anak SD kelas tinggi, anak SMP, anak SMA/SMK saja masih ada yang (maaf) jorok di toilet sekolah. Kalau BAK atau BAB tidak dibersihkan dengan benar bahkan tidak dibersihkan sama sekali padahal air atau alat kebersihan tersedia di toilet tersebut. Alasannya bukan karena tidak bisa membersihkan kotoran, tetapi karena memang abai atau kurang bertanggung jawab.
Saya berpendapat bahwa guru-guru pendidikan khusus adalah orang yang memang luar biasa. Bahkan sangat luar biasa. Dedikasinya dalam melaksanakan tugas tidak perlu diragukan lagi.Â
Dengan memutuskan memilih menjadi guru pendidikan khusus, berarti dia sudah siap mengajar, mendidik, berinteraksi, dan berkomunikasi dengan ABK yang tentunya memiliki tantangan yang lebih berat dibandingkan dengan mengajar anak-anak yang tidak berkebutuhan khusus.Â