Mindset Guru
Perubahan kurikulum akan menyentuh guru sebagai ujung tombak pembelajaran. Dengan kata lain, apapun kurikulumnya, kuncinya ada pada guru. Mungkin saja munculnya kurikulum prototipe menghadirkan semangat perubahan dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran.Â
Walau demikian, hal tersebut tidak akan bisa dilaksanakan dengan optimal jika mindset gurunya tidak berubah. Perubahan kurikulum perlu sejalan dengan perubahan mindset guru. Perlu dibangun pola pikir bertumbuh (growth mindset) di kalangan guru.Â
Oleh karena itu, ada pembelajaran paradigma baru seiring dengan munculnya kurikulum prototipe karena kalau guru mengajarnya masih dengan paradigma lama, maka kurikulum tersebut hanya akan indah di atas kertas.
Embrio pelaksanaan kurikulum prototipe sudah ada pada program guru penggerak dan sekolah penggerak.Â
Para guru penggerak yang dilatih selama sembilan bulan diharapkan bisa menjadi agen-agen perubahan atau guru-guru yang memiliki pola pikir bertumbuh dan mampu melaksanakan pembelajaran yang berpihak kepada peserta didik.Â
Begitu pun guru-guru yang mengajar di sekolah penggerak diberikan intervensi agar memiliki growth mindset dalam melaksanakan pembelajaran, karena salah satu indikator keberhasilan sekolah penggerak adalah jika guru melaksanakan pembelajaran dengan paradigma baru.
Pandemi Covid-19 yang telah berlangsung sejak awal Maret 2020 telah mendorong guru-guru untuk keluar dari zona nyaman.Â
Mereka pada akhirnya terpaksa atau dipaksa untuk menguasai Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) sebagai sarana penunjang Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) secara daring (dalam jaringan/online).Â
Tidak dapat dipungkiri, banyak guru kreatif lahir di masa pandemi. Hal ini bisa menjadi modal penting dalam mendukung implementasi pembelajaran pascapandemi, termasuk jika sekolahnya memilih menerapkan kurikulum prototipe.
Pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu melakukan sosialisasi kurikulum prototipe kepada para guru. Tujuannya untuk memberikan pemahaman dan agar mereka tidak kebingungan dalam mengimplementasikannya. Walau mungkin saja para guru telah mendengar atau membaca informasi kurikulum tersebut, tetapi belum tentu bisa memahaminya secara utuh jika tidak disertai dengan sosialisasi dari pemerintah. Setelah sosialisasi, kemudian perlu dilakukan pelatihan dan pendampingan kepada mereka.