Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mempersiapkan Psiko-Sosial Peserta Didik Hadapi TM Terbatas

28 Agustus 2021   16:00 Diperbarui: 28 Agustus 2021   16:29 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Oleh: IDRIS APANDI

(Anggota Dewan Pendidikan Provinsi Jawa Barat 2019-2024)

Dalam Rapat dengan Komisi X DPR RI, tanggal 25 Agustus 2021, Mendikbudristek Nadiem Makariem menyampaikan bahwa sekolah yang berada di daerah PPKM yang berstatus level 1 s.d. 3 boleh melaksanakan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) Terbatas. PTM Terbatas adalah upaya agar penurunan mutu pembelajaran (learning loss) tidak semakin parah. Mas Menteri pun menegaskan bahwa vaksinasi bagi peserta didik tidak menjadi syarat PTM Terbatas, sedangkan vaksinasi bagi guru-gurunya menjadi syarat mutlak PTM Terbatas.

Proses vaksinasi bagi pelajar saat ini sedang dilaksanakan oleh pemerintah di berbagai darerah. Targetnya tentunya semua peserta didik dapat divaksinasi. Vaksin memang tidak dapat mencegah datangnya virus Covid-19, tetapi upaya untuk meningkatkan imunitas tubuh agar terhindar terpapar virus tersebut. Vaksinasi untuk membangun herd immunity (kekebalan kelompok) terhadap virus Covid-19. Oleh karena itu, protokol kesehatan harus tetap dijaga.

Sebelumnya, beberapa daerah ada yang telah melakukan uji coba PTM Terbatas, dan pasca Mas Menteri menyampaikan pernyataan tersebut di depan Komisi X DPR RI, pemerintah daerah bergerak cepat dengan mempersiapkan PTM Terbatas yang kemungkinan akan dilaksanakan mulai September 2021. Langkah pertama tentunya menerbitkan aturan terkait dibolehkannya PTM Terbatas. 

Kemudian memastikan kesiapan sekolah untuk melaksanakan PTM Terbatas, diantaranya dengan memastikan sekolah telah menyusun protokol kesehatan seperti alat pengukur suhu badan (thermo gun), tempat cuci tangan, kewajiban menggunakan masker, dan kewajiban menjaga jarak. Persetujuan dari orang tua pun tentunya perlu diperhatikan agar orang tua, khususnya yang setuju dengan PTM Terbatas ikut mempersiapkan anaknya kembali ke sekolah.

Selain itu, ruang kelas yang telah lama tidak digunakan untuk belajar pun perlu pastikan kebersihan dan kesehatannya. Ruang kelas perlu disemprot dengan desinfektan. Sekolah pun perlu menyiapkan tempat isolasi untuk mengantisipasi ada warga sekolah yang kondisi kesehatannya menurun atau berpotensi terpapar Covid-19. Selain pengaturan jadwal belajar karena yang hadir pada PTM Terbatas setiap maksimal 50% dari total peserta didik, durasi waktu belajar pun dikurangi hanya 4 jam saja dan tidak ada istirahat.

PTM Terbatas akan memunculkan budaya baru di sekolah. Selain "budaya" bermasker dan budaya jaga jarak, perhatian terhadap kebersihan dan kesehatan pun akan semakin meningkat dengan adanya Pembiasaan Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Walaupun hal tersebut bukan hal yang baru, tetapi perhatian pemerintah dan sekolah akan semakin meningkat karena hidup bersih dan sehat adalah upaya untuk mencegah terpapar Covid-19.

Jelang PTM Terbatas, psiko-sosial peserta didik pun perlu dipersiapkan setelah hampir 2 tahun tidak belajar secara tatap muka di sekolah. Selama pandemi, mereka belajar dari rumah (BDR) dengan segala tantangan yang dihadapinya baik dari sisi sarana-prasarana maupun dari sisi dukungan sosial-emosional dari orang tuanya. 

Karena sudah lama mereka BDR, pada awalnya merasa kurang nyaman, tetapi dalam perkembangannya justru menjadi nyaman. Rasa rindu terhadap guru dan teman-teman sekolahnya, lambat laun tergantikan oleh gawai sebagai teman setia. Dengan kata lain, mereka menjadi generasi rebahan selama hampir 2 tahun.  

Selain itu, ada peserta didik yang memilih menikah dini dan bekerja membantu orang tuanya mencari nafkah. Hal tersebut tentunya perlu penanganan khusus supaya mereka tidak putus sekolah. Misalnya dengan membolehkan anak yang telah menikah tetap bersekolah atau memberikan kesempatan untuk masuk ke program belajar paket. Sedangkan untuk yang terancam Drop Out (DO) diupayakan adanya pendekatan persuasif agar mereka tetap sekolah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun