Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Haruskah Rumah Tanggaku Kandas Karena Corona? Bag. 2

27 Juni 2021   11:47 Diperbarui: 27 Juni 2021   13:03 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

HARUSKAH RUMAH TANGGAKU KANDAS KARENA CORONA? BAGIAN 2

Oleh: IDRIS APANDI

 Meniru cara orang lain yang telah lebih dulu menjadi reseller, aku posting barang-barang daganganku di status WA, FB, dan IG. Aku pun japri teman---teman yang sekiranya membutuhkan atau tertarik dengan produk herbal. Ada yang merespon tapi tidak sedikit yang hanya membaca japri dariku.

Namanya juga usaha, apalagi diawal-awal, tentunya tidak akan langsung lancar. Pasti ada tantangannya. Belum banyak dikenal dan belum punya pelanggan. Dalam kondisi yang sama-sama sulit, orang harus mengelola keuangan mereka dengan ketat dan memprioritaskan kebutuhan pokok. Orang-orang yang memiliki uang lebih atau yang benar-benar perlu baru memikirkan masalah suplemen atau obat-obatan. Walau mencegah lebih baik dari mengobati, tapi pada umumnya sadar terhadap obat-oabatan atau vitamin setelah jatuh sakit.

Beberapa hari aku posting jualanku, belum ada satu pun yang memesan. Sedih, tapi aku harus tetap kuat. Mentalku jangan lemah. Aku mencoba menguatkan diriku. Aku tetap posting barang-barang daganganku. Semoga suatu saat ada yang pesan. Aku yakin, Allah akan membukakan jalan dan memudahkan urusanku. Di pengajian mingguan yang biasa aku ikuti, pak ustaz pernah menyampaikan bahwa manusia akan diuji dengan rasa takut, cemas, dan khawatir kekurangan harta, sandang, pangan, buah-buahan, bahkan takut ditinggalkan oleh orang-orang yang dicintainya. Tapi bagi orang yang sabar menghadapi ujian, suatu saat akan mendapatkan kebahagiaan.

Aku pun pernah mendengar dari pak Ustaz bahwa Allah tidak akan menguji hamba-Nya kecuali sesuai dengan kemampuan dirinya. Setiap makhluk yang ada di muka bumi sudah disiapkan rezekinya oleh-Nya. Tugas manusia adalah menjemput rezeki yang telah dipersiapkan. Setelah selesai salat, segeralah bangkit, melangkahkan kaki, dan berusaha untuk menjemput rezekinya. Nyess.... Hatiku yang awalnya panas dan galau pun menjadi tenang setelah mengingat kembali ucapan pak Ustaz.

Sambil mengambil nafas panjang, aku pejamkan mata dan mengingat nama-Nya. Dalam hati aku berdoa "Ya Allah, Kau Maha Tahu setiap kesulitan dan permasalahan yang hamba hadapi saat ini. Kau pun Maha Kuasa untuk membukakan jalan keluar dari segala kesulitan yang hamba hadapi saat ini. Kuatkanlah imanku, berikan kesabaran dan mudahkanlah semua urusanku. Berikanlah pula jalan untuk suami hamba agar dia mendapatkan pekerjaan untuk memberika nafkah bagi keluarganya."

Dalam kondisi seperti ini, banyak yang mendadak jadi pedagang atau reseller. Aku melihat postingan orang-orang di status WA, FB, atau IG-nya, isinya hampir dagangan semua. Saat ini memang tidak bisa hanya diam dan meratapi nasib. Aku harus bangkit dan bergerak untuk membantu suamiku yang saat ini menganggur.

"Ibu jualan madu dan obat-obatan herbal? Bapak lihat status WA ibu". Suamiku bertanya padaku. Aku memang memutuskan jadi reseller obat-obatan herbal tidak bicara atau minta izin dulu sama suamiku. Mungkin itu sebuah kesalahan, sehingga barang daganganku belum laku juga, karena walau bagaimana pun, hal yang aku lakukan atas sepengetahuan dan izin suamiku. "Iya pak. Ibu jadi reseller obat-obatan herbal. Niat ibu ingin membantu ekonomi keluarga. Supaya kita punya uang untuk makan sehari-sehari. Ibu mohon maaf karena ibu tidak bilang dulu sama bapak." Aku menjawab pertanyaan suamiku dengan wajah agak menunduk.

"Iya bu. Gak apa-apa. Bapak dukung. Bapak juga minta maaf karena sampai saat ini belum dapat pekerjaan. Bapak juga mau ah jadi reseller obat-obatan herbal seperti ibu. Jadi kita jualannya berdua. Mudah-mudahan bisa laku-laku dua-duanya." Suamiku menganggapi jawabanku sambil memegang pundakku. Alhamdulillah, dia mendukung langkahku, bahkan justru berminat jadi reseller obat-obatan herbal seperti aku. "Iya pak, alhamdulillah kalau begitu. Nanti ibu daftarkan atau bapak mau daftar sendiri?" tanyaku padanya dengan wajah sumringah. "Bapak aja yang daftar. Biar bapak punya pengalaman. Bapak minta nomor HP atau WA-nya saja." Ternyata suamiku lebih memilih daftar sendiri daripada didaftarkan sama aku.

"Ini pak nomornya." Aku berkata padanya sambil memperlihatkan nomor WA padanya dari HP-ku. Modal seorang pedagang tentunya harus mampu membangun relasi, punya kepercayaan diri, dan memiliki kemampuan berkomunikasi serta bernegosiasi yang baik. Hal tersebut pernah aku dari guruku saat aku belajar mata pelajaran ekonomi di SMA. Hal ini agak betolak belakang dengan karakter suamiku yang cenderung tipe pendiam, pemalu, dan kurang bisa bersosialisasi dengan orang lain. Saat masih bekerja di pabrik, dia lebih memilih istirahat di rumah setelah pulang kerja, kecuali kalau ada kepentingan untuk keluar rumah atau untuk salat berjemaah di masjid. Apalagi setelah menganggur, dia lebih banyak diam di rumah kecuali untuk keluar rumah untuk mencari pekerjaan. Walau demikian, aku tetap mendukungnya berjualan secara online. Biar ada pengalaman. Lagian transaksi jual-beli dilakukan melalui HP, tidak secara langsung. (Bersambung...)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun