Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Media Sosial dan Netizen Julid, Bagaimana Menyikapinya?

8 Mei 2021   07:09 Diperbarui: 8 Mei 2021   07:12 954
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

MEDIA SOSIAL DAN NETIZEN JULID. BAGAIMANA MENYIKAPINYA?

Oleh: IDRIS APANDI

 

Saat ini media sosial menjadi hal yang sangat akrab bagi para pengguna smartphone. Pada smartphone hampir pasti terinstal satu atau beberapa jenis media sosial (medsos). Tren meningkatnya pengguna medsos berbanding lurus dengan bertambahnya kepemilikan smarthone. Satu orang bisa memiliki satu atau lebih akun medsos, bahkan diantaranya menggunakan akun anonim alias akun yang identitas aslinya disembunyikan.

Beragam motif orang menggunakan medsos, seperti sebagai sarana informasi, komunikasi, sosialisasi, promosi, eksistensi, atau aktualisasi diri. Hal tersebut sah-sah saja, karena pada dasarnya seorang manusia memiliki kebutuhan untuk eksis dan diakui oleh orang lain dengan catatan postingannya tidak menyinggung SARA, kekerasan, dan asusila.

Jempol like dan komentar positif dari pengguna medsos yang lain tentunya menjadi hal yang menyenangkan bagi sang pemosting. Walau demikian, tidak jarang postingan tersebut mengundang komentar nyinyir dan perundungan (bully) dari netizen. Survei yang dilakukan oleh Microsoft menempatkan netizen negeri +62 sebagai netizen yang paling tidak sopan se-Asia Tenggara. Hal tersebut dapat kita lihat pada kolom-kolom komentar di media sosial dimana banyak komentar netizen yang sarkastis.

Jangankan sebuah berita yang isinya negatif, berita yang isinya positif pun banyak yang nyinyir. Jangankan postingan yang isinya gembira, postingan yang isinya musibah atau duka pun masih ada yang memberikan emoticon tertawa. Ada yang mengatakan hal tersebut hanya iseng saja, tetapi hal tersebut sebuah hal yang tidak lucu, bahkan norak. Sudah cukup banyak kasus, gara-gara postingan atau komentar negatif, dianggap merugikan atau mencemarkan nama baik orang lain di medsos diadukan ke aparat hukum atau berakhir para surat permohonan maaf bermaterai.

Menurut saya, kenyinyiran berbanding lurus dengan kejulidan. Semakin nyiyir seorang netizen, maka dia akan semakin julid. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata julid artinya iri dan dengki dengan keberhasilan orang lain, biasanya dilakukan dengan menulis komentar, status, atau pendapat di media sosial yang menyudutkan orang tertentu.

Julid adalah penyakit hati. Saat seorang netizen julid melihat postingan orang lain berupa berprestasi, kesuksesan, karya baru, harta kekayaan baru, kegiatan liburan, dapat hadiah, maka tensi darahnya naik, puyeng, ngambek, uring-uringan, geram, dan kesal. Hal tersebut dapat diekspresikan dalam bentuk komentar atau membuat status di medsos miliknya. Dapat juga tergambar dari ekspresi wajahnya atau mungkin juga dia berkata-kata dalam hatinya, misalnya "mengapa dia sukses, sedangkan aku tidak? Mengapa dia berhasil, sedangkan aku tidak, mengapa dia bahagia, sedangkan aku tidak? Dll.

Medsos bisa juga berkorelasi dengan tingkat stres. Saat melihat sebuah postingan atau berita, jiwa yang asalnya tenang bisa menjadi stres karena tidak setuju atau tidak bisa menerima dengan hal yang dilihatnya tersebut. Bisa juga karena stres, dia menjadi curhat, membuat status yang isinya nyinyir atau menyindir orang lain. Jika sudah demikian, maka hidupnya tidak tenang, susah move on, dan pastinya sulit untuk produktif.

Kejulidan yang terus dipelihara, disamping akan akan menjadi racun (toxic) dalam hatinya dan cepat atau lambat akan merusak dirinya. Tubuhnya lemah dan mudah sakit. Di era yang serba terbuka saat ini, kita tidak bisa melarang orang lain untuk memosting apapun yang menurutnya baik. Motif sang pemosting apakah pamer, memberi tahu pihak lain, mendokumentasikan momen sebuah momen, atau semua motif itu ada, maka tidak perlu dibuat pusing. Kalau dinilai tidak menarik, lebay, dapat mengganggu pikiran, maka abaikan, cukup hanya pandang sekilas, segera scroll layar ke atas. Simpel.  Walau demikian, kadang di satu sisi tidak suka dengan postingan seseorang, tapi di sisi lain, penasaran, statusnya terus di-kepoin, koleksi fotonya dibuka dan dilihat-lihat. Itu namanya mencari penyakit atau masalah sendiri.

Saat ini dikenal istilah "netizen yang maha benar." yang artinya netizen (seolah) bebas berkomentar apapun dan (seolah) pendapatnya (pasti) benar. Jangan pernah mau debat sama netizen, apalagi netizen yang julid, dijamin tidak akan ada solusi, karena hanya akan membuang-buang waktu, tenaga, dan membuat perasaan tidak nyaman. Seseorang yang awalnya produktif berkarya, justru bisa menurun produktivitasnya karena memikirkan komentar negatif atau bully-an mereka. Saat produktivitas kerja menurun, maka siap-siap juga di-bully oleh netizen yang maha benar.

Medsos memang ibarat pisau bermata dua. Mari ambil sisi baik dari medsos. Posting hal yang baik dan menggembirakan bagi kita sendiri dengan tetap memperhatikan aturan atau etika yang berlaku. Netizen julid? Abaikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun