Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Fakta, Konsep, Prosedur, dan Metakognitif dalam Pembelajaran

14 Desember 2020   15:29 Diperbarui: 14 Desember 2020   16:11 4108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

FAKTA, KONSEP, PROSEDUR, DAN METAKOGNITIF DALAM PEMBELAJARAN 

Oleh: IDRIS APANDI

(Penulis Buku Strategi Pembelajaran Abad 21 dan HOTS)

 

Dalam sebuah pembelajaran yang berorientasi kepada kemampuan berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skills/HOTS), guru bukan hanya mengarahkan peserta didik untuk memahami fakta, konsep, dan prosedur, tetapi juga metakognitif. Kalau untuk memahamkan peserta didik tetang tentang fakta, konsep, dan prosedur kepada peserta didik, saya kira para guru dapat relatif mudah melakukannya, tetapi untuk memahamkan tentang metakognitif, guru perlu memiliki kemampuan khusus, karena metakognitif adalah hal yang "abstrak" dan "high context".

Saya telah membaca beberapa tulisan atau referensi tentang metakognitif, tetapi ternyata relatif sulit dipahami, penjelasannya muter-muter, masing mengawang-awang, tidak memberikan contoh yang konkrit, sehingga tulisan-tulisan tersebut harus dicerna kembali, lalu diambil substansinya. Mungkin hal ini disebabkan karena keterbatasan pemahaman saya terkait metakognitif.

Metakognitif terdiri dari dua suku kata, yaitu meta yang artinya setelah dan kognitif yang artinya mengetahui. Jadi, metakognitif diartikan "setelah berpikir". Definisi populer metakognitif adalah berpikir tentang berpikir (thinking about thinking). Metakognitif adalah kesadaran seseorang tentang bagaimana ia belajar, kemampuan untuk menilai kesukaran suatu masalah, kemampuan untuk mengamati tingkat pemahaman dirinya, kemampuan menggunakan berbagai informasi untuk mencapai tujuan dan kemampuan menilai kemauan belajar sendiri. (https://fatkhan.web.id).

Metakognitif adalah kesadaran berpikir tentang apa yang diketahui dan apa yang tidak diketahui. Dalam konteks pembelajaran, siswa mengetahui bagaimana untuk belajar, mengetahui kemampuan dan modalitas belajar yang dimiliki, dan mengetahui strategi belajar terbaik untuk belajar efektif. (https://sahabatguru.wordpress.com).

Untuk memudahkan pembaca memahami fakta, konsep, prosedur, dan metakogntif dalam pembelajaran, saya mencoba menggunakan analogi kasus "lantai kotor". Fakta adalah sesuatu yang nyata, sesuatu yang dapat dilihat dengan kasat mata dan dapat digunakan untuk memperkuat data dan informasi yang telah ada. Misalnya, saya melihat dengan dan kepala saya sendiri sebuah lantai yang kotor. Debu yang tebal menempel pada permukaannya.

Konsep berkaitan dengan pengertian, definisi, dan teori-teori tentang sebuah ilmu pengetahuan. Kaitannya dengan contoh di atas, saya tahu bahwa lantai yang kotor bisa jadi sumber penyakit, saya tahu bahwa kebersihan adalah sebagian daripada iman, saya tahu perlunya menjaga kebersihan lingkungan agar bisa hidup sehat, saya tahu bahwa debu di atas lantai tersebut harus dibersihkan, dan saya tahu bahwa lantai yang bersih akan nyaman digunakan.

Prosedur kaitannya dengan cara atau langkah-langkah dalam melakukan suatu pekerjaan. Terkait dengan contoh di atas, saya tahu bahwa membersihkan debu di atas lantai memerlukan sapu dan lap pel yang bersih. Debu-debu tersebut disapukan dari dalam ruangan ke luar ruangan atau dikumpulkan di satu sudut tertentu. Saya tahu bahwa cara mengepel lantai yang baik selain pelnya harus bersih, harus dibilas dengan air bersih kalau lap pelnya kotor, menggunakan cairan pembersih lantai agar selain lantainya bersih, juga wangi, dan jangan menginjak lantai yang masih basah.

Metakognitif intinya adalah bagaimana seseorang bisa peka, cepat bertindak, merencanakan sebuah alternatif solusi, menyusun tujuan, memperkirakan dampak, dan manfaat dari keputusan atau tindakan yang dilakukannya, serta refleksi pascamelakukan solusi. Misalnya, dilandasi oleh fakta adanya lantai kotor, banyak debu di atasnya, saya merasa tidak nyaman melihatnya, bisa berisiko mengganggu kesehatan saya dan orang lain yang ada di sekitar lantai kotor tersebut, dan mengganggu keindahan. Dilandasi oleh kesadaran tentang pentingnya menjaga kebersihan dan kesehatan serta manfaat yang akan dirasakan, plus saya pun terbiasa membersihkan lantai rumah yang kotor, maka tanpa harus dipaksa atau terpaksa, atas inisiatif sendiri mencari atau mengambil sapu dan lap pel untuk membersihkan lantai yang kotor.

Saya tidak complain terkait kondisi lantai yang kotor, saya tidak perlu mencari-cari siapa petugas yang bertanggung jawab membersihkan lantai kecuali memang benar-benar diperlukan, tidak perlu memosting foto lantai kotor tersebut di media sosial, dan tidak mengeluhkan kondisi lantai tersebut, karena saya sadar hal tersebut bukan solusi yang baik dan efektif.

Setelah saya membersihkan lantai kotor tersebut, saya merefleksi bahwa  masyarakat harus terus diingatkan dan diedukasi untuk menjaga kebersihan lantai tersebut dengan cara tidak membawa alas kaki ke lantai atau kalau boleh masih menggunakan alas kaki, dia membersihkan alas kakinya terlebih dahulu. Jika setiap orang memiliki kesadaran yang sama terkait dengan kebersihan, hal tersebut bisa membantu meringankan tugas dari para petugas yang biasa membersihkan lantai tersebut.

Metakognitif adalah pengetahuan setelah pengetahuan (kognitif) dalam diri seorang manusia yang dilandasi oleh kesadaran (afektif) untuk melakukan inisiatif pengambilan solusi dan didukung kemampuannya untuk beraksi (psikomotor). Dengan kata lain, metakognitif dalam pemahaman saya adalah sebuah KEPEKAAN, KESADARAN, dan INISIATIF dalam menyelesaikan masalah sebagai hasil dari proses belajar.

Mungkin saja ada ahli, pakar, atau praktisi pendidikan yang kurang sepakat dengan ilustrasi dan penjelasan yang saya sampaikan di atas. Hal itu bagi saya sah-sah saja. Saya akan senang sekali jika mereka bisa memberikan deskripsi dan contoh yang lebih konkrit yang menggabungkan fakta, konsep, prosedur, dan metakognitif yang bisa dipahami baik oleh saya maupun oleh pembaca lainnya.

Kalau mengacu kepada tujuan sebuah proses pembelajaran, diharapkan dihasilkannya peserta didik yang kompeten pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Kalau seorang peserta didik sudah sampai kepada tahap metakognitif, menurut saya, dia bisa merepsentasikan kompetensi ada ketiga ranah tersebut.

Kalau peserta didik sudah bisa masuk tepat waktu, mengikuti belajar dengan antusias dan  disiplin, mengumpulkan tugas-tugas tepat waktu, inisiatif membuat produk dan proyek pembelajaran, kalau mau upacara bendera tidak harus disuruh-suruh oleh guru untuk berkumpul di lapangan upacara, inisiatif membersihkan toilet yang kotor, berprestasi baik dalam akademik maupun nonakademik, hal-hal tersebut menjadi indikator bahwa peserta didik sudah menguasai level metakognitif.

Level pengetahuan yang meliputi fakta, konsep, dan prosedur, dan metakognitif terintegrasi dalam proses pembelajaran dan dikaitkan dengan level proses berpikir mulai dari C-1 (mengetahui), C-2 (memahami), C-3 (menerapkan) yang masuk kategori Lower Order Thinking Skills/LOTS, lalu C-4 (menganalisis), C-5 (mengevaluasi) dan C-6 (mencipta) yang masuk kategori Higher Order Thinking Skills/HOTS. Hal ini bukan hal yang mudah bagi guru, tetapi bisa menjadi tantangan yang mengasyikkan bagi mereka.

Adalah hal yang baik guru belajar teori seputar fakta, konsep, prosedur, dan metakognitif dalam pembelajaran dari berbagai referensi, dan akan lebih baik lagi kalau ditindak lanjuti dengan merancang dan melaksanakan pembelajaran yang bermakna bagi peserta didik, yaitu pembelajaran yang memberikan pengalaman berharga bagi mereka sebagai bekal dalam menjalani kehidupan di masa kini dan masa depan. Wallaahu a'lam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun