Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Teman dan Lingkungan Kerja yang Kondusif

13 Desember 2020   13:20 Diperbarui: 14 Desember 2020   11:02 461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi suasana kerja. (sumber: shutterstock via kompas.com)

"Teman kerja dan lingkungan kerja yang kondusif akan menjadi pendukung atau penyemangat bagi seseorang dalam bekerja. Walau tentunya, hal tersebut perlu diawali dari diri sendiri untuk menjadi seseorang yang kondusif saat bergaul di lingkungan kerja."

Bekerja adalah kebutuhan dasar manusia. Bekerja adalah sarana untuk mencari nafkah, mendapatkan penghasilan, dan mencukupi kebutuhan hidup. 

Pekerja tidak hanya terbatas kepada kaum laki-laki, tetapi juga perempuan, walau sebenarnya tugas utama untuk bekerja berada pada pundak kaum laki-laki. 

Pada dasarnya setiap manusia ingin bekerja dalam sebuah lingkungan yang nyaman. Oleh karena itu, dia akan mencari teman atau lingkungan yang membuatnya nyaman atau mungkin dia sendiri yang menciptakan kenyamanan tersebut.

Idealnya, teman satu tempat kerja bisa berkomunikasi dengan baik antara satu dengan yang lainnya, tetapi nyatanya, belum tentu hal tersebut dapat terwujud.

Ada berbagai faktor yang menyebabkannya, disamping masalah perbedaan karakter, perbedaan gaya komunikasi, perbedaan kepentingan, juga tidak dapat dipungkiri.

Kadang ada "aroma" persaingan pengaruh diantara mereka untuk terlihat lebih menonjol dalam kinerja, lebih menonjol dalam prestasi, lebih menonjol dalam kontribusi terhadap pencapaian visi dan misi lembaga tempat mereka bekerja, sehingga hal tersebut menjadi nilai plus bagi mereka di mata pimpinan.

Persaingan pada dasarnya adalah hal yang biasa dalam kehidupan. Sebuah kompetisi olah raga atau lomba pada bidang apapun akan menarik kalau ada persaingan yang ketat dan ada lawan-lawan yang sepadan.

Dari sebuah persaingan yang ketat akan dhasilkan pemenang yang benar-benar berkualitas. Walau demikian, perlu digarisbawahi bahwa persaingan harus dilakukan secara sehat dan fair. Berkompetisi melalui karya dan kinerja tentu akan sangat elegan dibandingkan berkompetisi melalui karakter penjilat dan membunuh karakter orang atau teman yang dianggap sebagai lawan.

Secara normatif, setiap staf kantor diharapkan bisa bekerja dan berkolaborasi, tetapi, pada kenyataannya teman satu kantor belum tentu bisa menjadi teman diskusi yang nyambung dan bisa saling memahami. 

Seorang pekerja yang merasa sulit menemukan teman yang nyambung dalam berdiskusi, dia akan mencarinya di tempat lain.

Saat ini dengan mudah orang mencari teman melalui media sosial atau bergabung ke dalam sebuah komunitas yang sesuai dengan pekerjaan, hobi, atau kepentingannya. 

Saya mengamati bahwa banyak orang yang berasal dari tempat yang berbeda bergabung dalam sebuah organisasi atau komunitas. Tujuannya untuk mendapatkan teman yang "satu frekuensi", memiliki visi yang sama, bisa eksis, dan bisa beraktualisasi.

Seseorang yang merasa kurang diberdayakan, kurang dioptimalkan, kurang diakui, dan prestasinya kurang diapresiasi di unit kerjanya, biasanya mencari teman-teman yang satu nasib dengan dirinya agar bisa saling menguatkan, saling menyemangati, dan saling memotivasi.

Diakui atau tidak, banyak orang yang kondisinya seperti itu, dan justru mereka adalah orang-orang yang cerdas dan potensial.

Tentunya adalah sebuah kerugian yang sangat besar jika staf yang potensial justru tidak diberdayakan bahkan diremehkan di lingkungan kerjanya sendiri. Jangan sampai pemikiran dan kreativitas staf tersebut justru lebih banyak dimanfaatkan oleh pihak lain. 

Sebenarnya bisa menjadi sebuah kebanggaan juga kalau seorang staf banyak dimintai oleh pihak pihak lain untuk membantu mereka karena nama lembaga tempatnya bekerja ikut harum, tetapi akan lebih membanggakan lagi jika dia pun bisa diberdayakan secara optimal di kantor tempatnya bekerja.

Komunikasi para staf dalam sebuah lembaga tentunya tidak dapat dipisahkan dengan peran seorang pemimpin. Ibaratnya, seorang pemimpin adalah orang tua yang harus membimbing dan mengayomi anak-anaknya. 

Setiap anak memiliki karakter yang unik, memiliki potensi dan kecerdasan yang beragam, memiliki harapan dan keinginan yang beragam, dan tentunya sama-sama ingin diperhatikan.

Bentuk perhatian tersebut, bisa dari hal yang sangat sederhana hingga hal yang lebih besar. Ucapan selamat atau motivasi dari seorang pimpinan terhadap prestasi atau keberhasilan seorang staf akan menjadi energi bagi dirinya untuk semakin berkarya. Dan manfaatnya akan dirasakan oleh lembaga itu sendiri.

Staf-staf yang kompeten pada bidangnya masing-masing akan menjadi aset penting bagi sebuah lembaga. 

Banyak lembaga yang menginvestasikan dana yang besar untuk meningkatkan kualitas SDM-nya. Disaat kualitas SDM-nya sudah meningkat, alangkah ruginya jika kurang diberdayakan.

Teman kerja dan lingkungan kerja yang kondusif akan menjadi pendukung atau penyemangat bagi seseorang dalam bekerja. Walau tentunya, hal tersebut perlu diawali dari diri sendiri untuk menjadi seseorang yang kondusif saat bergaul di lingkungan kerja. 

Kembangkan sikap saling memahami dan saling menghormati antara satu dengan yang lainnya. Sebuah lembaga adalah sebuah sistem, tidak bisa dikelola secara one man show. Oleh karena itu, perlu pemberdayaan semua SDM yang dimiliki, sinergi, dan kolaborasi.

Oleh: IDRIS APANDI
(Pemerhati Sosial)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun