"Para guru diminta untuk tidak terlalu banyak memberikan banyak tugas yang memberatkan siswa, menyusun strategi pembelajaran yang efektif dan bermakna bagi siswa ditengah tantangan keterbatasan sarana, prasarana, dan sinyal internet."
Kebijakan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) sejak bulan Maret 2020 sampai dengan saat ini diambil sebagai alternatif dilakukan oleh Kemendikbud dalam mencegah penularan Pandemi Covid-19 di lingkungan sekolah.
Kemudian terjadi kasus kekerasan yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak bahkan ada yang meninggal dan bunuh diri, lalu penyebabnya dikaitkan dengan beban psikologis akibat tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh siswa selama PJJ.
Beberapa hasil survei terkait PJJ memang menyatakan bahwa baik orang tua maupun siswa merasa tidak senang dan bosan terhadap PJJ, serta berharap agar sekolah dibuka kembali untuk pembelajaran tatap muka.Â
Data yang bisa dirujuk antara lain hasil survei Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bulan April 2020 yang menyatakan bahwa sebanyak 76,7% siswa tidak senang dengan PJJ. Hanya 23,3% responden yang menganggap PJJ mengesankan. (Kompas, 27/04/2020)
Survei yang dilaksanakan oleh Saeful Mujani Research and Consulting (SMRC) menyatakan bahwa 92% siswa menjalani pembelajaran daring mengalami masalah. (Berita Satu, 18/08/2020).
Walau berdasarkan hasil survei PJJ membosankan, lalu apakah hal tesebut menyebabkan tindakan kekerasan orang tua terhadap anak atau seorang siswa bunuh diri? Menurut saya, kedua hal yang tersebut adalah dua hal yang berbeda walau mungkin saja ada kaitannya.
Pandemi Covid-19 berdampak terhadap berbagai bidang seperti ekonomi, sosial, kesehatan, dan pendidikan. Tindakan kekerasan yang dilakukan oleh orang tua kepada anak mungkin saja akumulasi dari beberapa penyebab.Â
Misalnya ada orang tua yang terkena PHK atau di rumahkan, harus membayar kontrakan, harus membayar cicilan kendaraan, ditambah terbebani biaya kuota internet untuk belajar daring.
Sudah begitu, sedangkan dia pusing dengan anak yang rewel meminta dibimbing belajar secara daring, sementara dia sendiri tidak paham materi pelajaran yang ditanyakan oleh anaknya atau stres karena anak tidak mau mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh guru.Â
Akibatnya, orang tua yang sudah stres menjadikan anak sebagai sasaran pelampiasan emosi.