Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Asesmen Nasional dan Penjaminan Mutu Pendidikan

15 Oktober 2020   07:18 Diperbarui: 2 Juni 2021   11:30 2166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: IDRIS APANDI (Widyaiswara LPMP Jawa Barat, Penulis Buku Sekolah Kaizen)

Tahun 2021 Kemendikbud akan melaksanakan Asesmen Nasional sebagai pengganti Ujian Nasional (UN) yang sudah dihapus sejak tahun 2020. 

Dalam Buku Tanya Jawab Asesmen Nasional yang diterbitkan oleh Pusat Asesmen dan Pembelajaran Balitbang dan Perbukuan Kemendikbud (2020) dijelaskan bahwa Asesmen Nasional adalah program penilaian terhadap mutu setiap sekolah, madrasah, dan program kesetaraan pada jenjang dasar dan menengah.

Mutu satuan pendidikan dinilai berdasarkan hasil belajar murid yang mendasar (literasi, numerasi, dan karakter) serta kualitas proses belajar-mengajar dan iklim satuan pendidikan yang mendukung pembelajaran. Informasi-informasi tersebut diperoleh dari tiga instrumen utama, yaitu Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), Survei Karakter, dan Survei Lingkungan Belajar.

Selanjutnya dijelaskan pula bahwa Asesmen Nasional perlu dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan. Asesmen ini dirancang untuk menghasilkan informasi akurat untuk memperbaiki kualitas belajar-mengajar, yang pada gilirannya akan meningkatkan hasil belajar murid.

Asesmen Nasional menghasilkan informasi untuk memantau; (a) perkembangan mutu dari waktu ke waktu dan (b) kesenjangan antar bagian di dalam sistem pendidikan (misalnya di satuan pendidikan: antara kelompok sosial ekonomi, di satuan wilayah antara sekolah negeri dan swasta, antar daerah, ataupun antar kelompok berdasarkan atribut tertentu).

Asesmen Nasional bertujuan untuk menunjukkan apa yang seharusnya menjadi tujuan utama sekolah, yakni pengembangan kompetensi dan karakter murid. Asesmen Nasional juga memberi gambaran tentang karakteristik esensial sebuah sekolah yang efektif untuk mencapai tujuan utama tersebut.

Baca juga: Asesmen Nasional Bukan Pengganti UN, Ini 7 Perbedaannya

Asesmen nasional adalah sebuah paradigma baru peningkatan mutu pendidikan yang coba dilaksanakan oleh Kemendikbud. Hasil asesmen bukan untuk menentukan kinerja sekolah, kinerja kepala sekolah, kinerja guru, atau untuk menentukan kelulusan peserta didik, tetapi sebagai bentuk memotret atau memetakan mutu pendidikan. Hasilnya akan dijadikan sebagai dasar untuk peningkatan mutu satuan pendidikan. Logikanya, satuan pendidikan yang nilai asesmennya rendah harus mendapatkan prioritas untuk dibantu, dibina, dan didampingi dalam peningkatan mutunya.

Asesmen Nasional akan diikuti oleh seluruh satuan pendidikan tingkat dasar dan menengah di Indonesia, serta program kesetaraan yang dikelola oleh PKBM. Bedanya, kalau untuk jenjang SD, SMP, dan SMA/SMK hanya diikuti oleh siswa kelas 5, 8, dan 11 secara acak (random sampling), sedangkan untuk program kesetaraan, Asesmen Nasional akan diikuti oleh seluruh peserta didik yang berada pada tahap akhir program belajarnya. 

Selain peserta didik, Asesmen Nasional juga akan diikuti oleh guru dan kepala sekolah di setiap satuan pendidikan. Informasi dari peserta didik, guru, dan kepala sekolah diharapkan memberi informasi yang lengkap tentang kualitas proses dan hasil belajar di setiap satuan pendidikan.

Asesmen Nasional dilakukan melalui tiga cara, yaitu; (1) Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) yang mengukur literasi (membaca) dan numerasi, (2) Survei Karakter yang mengukur sikap, nilai, keyakinan, dan kebiasaan yang mencerminkan karakter peserta didik, dan (3) Survei Lingkungan Belajar yang mengukur kualitas berbagai aspek input dan proses belajar-mengajar baik di kelas maupun di sekolah.

AKM bertujuan untuk mengukur kemampuan peserta didik pada aspek kognitif pada aspek membaca (literasi) dan matematika (numerasi). Tidak semua konten pada kurikulum diujikan, sehingga sifatnya minimum. AKM diberikan kepada peserta didik kelas 5, 8, dan 11. Tidak semua pesera didik pada kelas tersebut harus mengikutinya, tetapi dilaksanakan berdasarkan sampling.

Jumlah sampling dari peserta didik kelas 5 SD/MI maksimal sebanyak 30 orang, sedangkan jumlah sampling peserta didik kelas 8 SMP dan kelas 11 SMA/SMK maksimal sebanyak 45 orang. Peserta didik kelas 5 SD/MI akan diberikan 30 soal sedangkan peserta didik kelas 8 SMP dan kelas 11 SMA/SMK akan diberikan 36 soal. Bentuk soalnya antara lain; (1) Pilihan Ganda, (2) Pilihan Ganda Kompleks, (3) Menjodohkan, (4) Isian singkat, dan (5) Uraian. 

Soal-soal yang diberikan rencananya akan mengadaptasi soal-soal standar Programme for International Student Assessment (PISA) dan Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS). Soal-soal AKM akan membuat peserta didik melahirkan daya analisis berdasarkan suatu informasi, bukan membuat peserta didik menghapal/mengingat-ingat materi.

Survei karakter bertujuan untuk mengukur hasil belajar emosional yang mengacu pada Profil Pelajar Pancasila dimana pelajar Indonesia memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila seperti beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia, berkebhinekaan global, bergotong royong, bernalar kritis, mandiri, dan kreatif. Dengan kata lain, survei karakter lebih fokus untuk mendapatkan informasi pada aspek afektif atau nonkognitif peserta didik.  

Survei lingkungan belajar bertujuan menggali informasi mengenai kualitas proses pembelajaran dan iklim sekolah yang menunjang pembelajaran, namun pertanyaannya disesuaikan dengan perspektif respondennya (guru dan peserta didik). Dengan demikian, survei ini erat kaitannya dengan tata kelola lingkungan satuan pendidikan dan lebih khusus lagi tata kelola pembelajaran oleh guru.

Saat sekolah akan menghadapi UN, tidak dapat dipungkiri terjadi berbagai pengondisian seperti adanya pengayaan untuk mata pelajaran yang di-UN-kan, peserta didik dimasukkan oleh orang tuanya ke lembaga bimbingan belajar (bimbel) untuk di-drill dengan soal-soal latihan UN, kepala sekolah dan guru stres, apalagi saat UN masih menjadi salah satu syarat kelulusan dari satuan pendidikan, hingga melakukan hal yang kurang terpuji agar semua peserta UN bisa lulus semuanya.

Dalam menghadapi Asesmen Nasional, sekolah tidak perlu melakukan pengondisian secara khusus. Hal yang penting untuk dilakukan adalah para guru melaksanakan proses pembelajaran yang berkualitas dan bermakna bagi peserta didik. Jika hal tersebut dilakukan, maka peserta didik tidak akan mengalami kesulitan saat mengikuti asesmen nasional.  Orang tua pun, khususnya yang berasal dari kalangan ekonomi menengah ke atas tidak perlu untuk memaksakan anaknya masuk ke bimbel, karena justru hal tersebut akan menambah beban biaya bagi orang tua.

Baca juga: Strategi Pembelajaran Menghadapi Asesmen Nasional

Soal-soal yang akan diberikan untuk asesmen nasional dimulai dari soal-soal yang mudah hingga soal yang sulit. Sejalan dengan implementasi kurikulum 2013, guru perlu mengembangkan pembelajaran yang bukan hanya berkutat pada kemampuan berpikir tingkat rendah (lower order thinking skills/LOTS), tapi juga perlu lebih memperkuat kemampuan kemampuan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking skills/HOTS) bagi para peserta didik. 

Dengan demikian, peningkatan mutu guru akan mendukung sekolah dalam pencapaian hasil Asesmen Nasional yang optimal, khususnya pada aspek AKM, karena pembelajaran yang berkualitas adalah buah dari mutu guru yang berkualitas.

Selain meningkatkan mutu guru, kepala sekolah pun perlu membangun lingkungan sekolah yang aman, nyaman, dan kondusif belajar bagi peserta didik. Meminjam istilah Bapak Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara, sekolah harus menjadi taman belajar bagi siswa. 

Oleh karena itu, kepala sekolah didorong untuk menata sekolahnya menjadi sekolah sehat, sekolah adiwiyata, Sekolah Ramah Anak (SRA), sekolah antiperundungan, dan sekolah aman dari bencana. Begitu pun guru didorong untuk membangun suasana belajar yang menyenangkan dan menantang, serta memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi peserta didik.

Penjaminan Mutu Pendidikan

Asesmen Nasional tidak bisa dilepaskan dengan penjaminan mutu pendidikan di satuan pendidikan. Agar mendapatkan hasil asesmen nasional yang optimal, maka setiap sekolah didorong untuk melakukan Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI). SPMI merupakan amanat dari Permendikbud Nomor 28 tahun 2016 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan (SPMP) Dasar dan Menengah. 

Pada pasal 1 ayat (3) disebutkan bahwa "Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Dasar dan Menengah adalah suatu kesatuan unsur yang terdiri atas organisasi, kebijakan, dan proses terpadu yang mengatur segala kegiatan untuk meningkatkan mutu pendidikan dasar dan menengah yang saling berinteraksi secara sistematis, terencana dan berkelanjutan."

Lalu pasal 1 ayat (4) menyatakan bahwa "Sistem Penjaminan Mutu Internal Pendidikan Dasar dan Menengah, yang selanjutnya disingkat SPMI-Dikdasmen adalah suatu kesatuan unsur yang terdiri atas kebijakan dan proses yang terkait untuk melakukan penjaminan mutu pendidikan yang dilaksanakan oleh setiap satuan pendidikan dasar dan satuan pendidikan menengah untuk menjamin terwujudnya pendidikan bermutu yang memenuhi atau melampaui Standar Nasional Pendidikan." (lihat kompasiana.com/idrisapandi)

SPMI dilakukan oleh setiap satuan pendidikan dalam rangka mencapai 8 Standar Nasional Pendidikan (SNP). Pada pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) dinyatakan bahwa lingkup Standar Nasional Pendidikan meliputi: (a) standar isi; (b) standar proses; (c) standar kompetensi lulusan; (d) standar pendidik dan tenaga kependidikan; (e) standar sarana dan prasarana; (f) standar pengelolaan; (g) standar pembiayaan; dan (h) standar penilaian pendidikan. (Lihat kompasiana.com/idrisapandi).

Dalam konteks AKM, menurut saya, 4 SNP yang berkaitan dengan akademik, yaitu standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, dan standar penilaian pendidikan tampaknya akan menjadi fokus peningkatan pada SPMI, sedangkan dalam konteks survei karakter dan survei lingkungan belajar, selain 4 SNP yang berkaitan dengan akademik, juga akan menyangkut 4 SNP yang berkaitan dengan manajerial seperti standar PTK, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, dan standar pembiayaan.

Sebagai bentuk pemetaan mutu pendidikan nasional, tentunya Asesmen Nasional tidak harus dilakukan setiap tahun, tetapi dilaksanakan pada periode tertentu atau saat dipandang perlu untuk mendapatkan data terbaru berkaitan dengan mutu pembelajaran. 

Baca juga: Peran Guru dalam Menyukseskan Asesmen Nasional

Paradigma yang harus dipegang oleh pihak satuan pendidikan dalam menghadapi Asesmen Nasional adalah laksanakan SPMI secara bertahap dan berkelanjutan berdasarkan siklus-siklus yang telah ditetapkan, yaitu: (1) pemetaan mutu, (2) penyusunan rencana pemenuhan mutu, (3) pelaksanaan pemenuhan mutu, (4) monitoring dan evaluasi pemenuhan mutu, dan (5) penyusunan strategi pemenuhan mutu yang baru.

Satuan pendidikan membentuk Tim Penjaminan Mutu Pendidikan Sekolah (TPMPS) sebagai leading sector dalam pelaksanaan SPMI. TPMPS terdiri dari unsur pendidik, tenaga kependidikan, dan komite sekolah agar terbangun partisipasi, sinergi, dan kolaborasi antarelemen di satuan pendidikan, karena peningkatan mutu satuan pendidikan tidak bisa hanya mengandalkan pihak tertentu saja, tetapi merupakan tanggung jawab semua warga sekolah. Dengan kata lain, mutu menjadi urusan setiap orang. 

Peningkatan mutu awalnya mungkin menjadi sebuah keterpaksaan dan banyak tantangannya, tetapi dalam perjalanannya, mutu menjadi kebiasaan bahkan menjadi budaya di satuan pendidikan. Peningkatan mutu secara bertahap dan berkelanjutan akan mewujudkan satuan pendidikan sebagai organisasi pemelajar. Pendidik dan tenaga kependidikan yang tidak mau keluar dari zona nyaman akan sulit berkembang, dan konsekuensinya, mereka akan tertinggal oleh perkembangan zaman.

Asesmen Nasional untuk jenjang SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK akan dilaksanakan akhir Maret 2021, sedangkan untuk jenjang SD/MI dilaksanakan Agustus 2021. Sebagai sebuah upaya peningkatan mutu, tentunya hal tersebut tidak akan luput dari tantangan baik dari sisi mentalitas para pelaku pendidikannya dan juga terkait dengan infrastruktur pendukungnya. 

Oleh karena itu, Kemendikbud tentunya perlu terus melakukan sosialisasi, pelatihan bagi SDM pelaksananya, dan pengadaan sarana dan prasarana khususnya akses internet karena kegiatan ini rencananya akan dilaksanakan secara daring dan semi daring. Mari dan songsong dan dukung paradigma baru peningkatan mutu pendidikan melalui Asesmen Nasional.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun