Bahkan jika memungkinkan, materi-materi yang terdapat pada beberapa materi pelajaran dikelompokkan atau digabungkan menjadi kelompok atau tema-tema tertentu, misalnya kelompok MIPA, Bahasa, IPS, Seni-Budaya-Olahraga, dan sebagainya.
Peran Kelompok Kerja Guru (KKG) dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran dapat dioptimalkan dalam menyusun kurikulum adaptif tersebut. Mereka bisa menyusun silabus dan RPP adaptif untuk disebarkan kepada para guru. Bahkan jika memungkinkan, mereka pun bisa menyusun bahan ajar untuk membantu rekan sejawat mereka.
Pasal 1 ayat (19) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa "Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu." Dengan demikian, mengacu kepada definisi tersebut, maka para guru dapat mengembangkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan mereka.
Dalam konteks kurikulum, posisi guru bukan hanya sebagai pelaksana kurikulum, tetapi juga pengembang, bahkan kurikulum itu sendiri (teacher as living curriculum).Â
Oleh karena itu, guru tidak perlu ragu untuk menyusun atau mengembangkan sendiri kurikulum pembelajaran, karena dia yang paling tahu dengan situasi, kondisi, dan kebutuhan peserta didik. Apalagi di masa pandemi seperti ini, kondisinya beragam dan dinamis.Â
Kondisi PJJ berbeda antara peserta didik yang di rumahnya didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai dengan peserta didik yang tidak memiliki sarpras yang memadai, kesulitan sinyal internet, bahkan harus berburu sinyal internet ke puncak bukit, puncak gunung, bahkan naik ke atas pohon.
Kurikulum sebagai pedoman pembelajaran pada dasarnya bukan sesuatu yang kaku, tetapi merupakan suatu hal yang dinamis. Bisa direvisi, diubah, bahkan bisa diganti sesuai dengan kebutuhan, situasi, dan kondisi.Â
Ditengah kondisi yang penuh keterbatasan ini, kurikulum memang perlu diadaptasi menjadi lebih operasional, lebih kontekstual, lebih fleksibel, tidak memberatkan guru dalam menyampaikan materi, tidak memberatkan peserta didik (yang otomatis akan memberatkan orang tua mereka, karena pada akhirnya orang tua yang menjadi guru dadakan bagi anak-anaknya), dan tidak menyulitkan dalam penilaian hasil belajarnya.
Guru dapat mengembangkan kurikulum adaptif sendiri dengan tetap berpedoman kepada KD-KD yang terdapat pada kurikulum 2013. Secara umum, diakui atau tidak, banyak guru belum terbiasa berpikir "out of the box" dalam mengembangkan kurikulum.Â
Hal ini disebabkan karena mental menunggu perintah, juklak, dan juknis dari atasan karena takut disalahkan kalau mereka bertindak sendiri, takut dianggap menyalahi aturan, takut dianggap ingin beda sendiri, dan memang tidak dapat dipungkiri malas juga untuk berkreasi.
Menurut Guru Besar UPI Cecep Darmawan, kurikulum formal yang dibuat oleh Kemendikbud, sebetulnya kurikulum yang sifatnya mati dalam pengertian dokumen. Kurikulum itu bisa hidup manakala dihidupkan oleh kreativitas dan inovasi para guru untuk melaksanakan sekaligus mengembangkan isi kurikulum.Â