Baca juga: Belajar Daring: Pembelajaran Efektif Upaya Meningkatkan Keterampilan Literasi di Masa Pandemi?
Saya yakin, orang yang peduli terhadap literasi berharap bahwa gerakan literasi tidak mati suri di tengah pandemi apalagi berhenti sama sekali. Para pegiat literasi tetap berkarya, baik secara individu, maupun secara berkelompok. Guru penggerak literasi di sekolah tetap menghidupkan ruh literasi di kalangan peserta didiknya walau menghadapi keterbatasan.Â
Maksud literasi di sini tidak hanya identik dengan membaca buku saja, tetapi dalam konteks yang lebih luas dan dikaitkan dengan Covid-19. Selain untuk menambah wawasan, juga untuk membangun kecakapan hidup (life skill) dan penguatan Pendidikan karakter (PPK) utamanya rasa ingin tahu dan gemar membaca.
Para siswa bisa mengamati lingkungan sekitar rumahnya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Menuliskan jumlah kasus Covid-19 di lingkungannya (jika ada). Â Mengamati dan menuliskan sikap dan respon masyarakat terhadap Covid-19, mengidentifikasi langkah-langkah yang dilakukan oleh pengurus lingkungannya dalam mencegah penularan Covid-19, menuliskan pendapatnya sebagai individu, sebagai makhluk sosial, sebagai warga negara, atau sebagai hamba Tuhan YME terkait dengan masalah tersebut. Selanjutnya para siswa bisa diminta untuk membuat puisi, gambar, poster, atau video terkait pencegahan Covid-19, dan berbagai tugas lainnya.
Dengan demikian, kendala-kendala teknis seperti tidak adanya buku-buku bacaan untuk siswa dapat teratasi. Inilah yang saya sebut sebagai literasi kreatif di era pandemi. Ibarat sekali mendayung, dua-tiga pulau terlampaui.Â
Satu tugas yang diberikan kepada siswa bisa bersentuhan dengan beberapa jenis literasi seperti literasi baca-tulis, literasi kesehatan, literasi lingkungan, literasi numerasi, literasi finansial, literasi teknologi informasi, literasi spiritualitas, literasi seni-budaya, dan literasi kewarganegeraan. Intinya, kembali kepada kreativitas guru dalam memberikan penugasan kepada para siswa.
Terkait tugas literasi, guru tidak perlu memberikan satu tugas yang sama kepada setiap siswa, tetapi guru dapat memberikan alternatif tugas atau produk yang bisa dikumpulkan oleh siswa, sehingga siswa tetap merasa senang mengerjakan tugasnya. Dalam hal ini, guru memperhatikan beragamnya kecerdasan dan bakat siswa.
Baca juga: Mengubah Mindset, Pekerjaan Berat Gerakan Literasi yang Inklusif di Indonesia
Walau dalam kondisi pandemi, semangat untuk menumbuhkan gerakan literasi jangan sampai padam. Tidak perlu dilakukan ecara secara seremonial atau dinyatakan secara resmi bahwa tugas yang diberikan kepada siswa itu adalah gerakan literasi, karena khawatir dianggap menjadi beban baru bagi siswa mengingat bahwa kondisi psikologi siswa disaat pandemi harus dijaga alias jangan sampai stres.
Memang tidak mudah membangun budaya literasi. Jangankan pada saat darurat seperti ini, pada saat kondisi normal pun, tantangannya luar biasa. Berliterasi memang harus dilandasi dengan hati agar tidak merasa terbebani, harus penuh dedikasi, bahkan harus menjadi hobi agar tetap senang dijalani.
Kegiatan literasi dimasa pandemi bisa menjadi sarana untuk mendorong masyarakat, khususnya para siswa untuk beradaptasi dengan kenormalan baru (new normal) baik di rumah, lingkungan tempat tinggalnya, atau jika suatu saat masuk kembali ke sekolah.