Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Idulfitri di Era Pandemi

23 Mei 2020   12:46 Diperbarui: 23 Mei 2020   12:36 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

IDULFITRI DI ERA PANDEMI

Oleh: IDRIS APANDI

(Penulis Buku Iktikaf Literasi)

Idulfitri tahun 2020 M/ 1441 H terasa berbeda dengan idulfitri tahun-tahun sebelumnya. Mungkin hal ini pertama kali terjadi selama 75 tahun Indonesia merdeka ada pelarangan mudik, pengaturan pelaksanaan salat idul fitri, pembatasan kegiatan halal bihalal, bahkan di wilayah tertentu sama sekali dilarang salat id di lapangan atau masjid untuk menghindari kerumunan. Hal ini merupakan dampak dari pandemi Corona (Covid-19) yang bukan hanya terjadi di Indonesia, tapi juga di banyak negara di dunia.

Tidak dapat dipungkiri, selain bahagia merayakan idulfitri, tentunya ada perasaan sedih yang dirasakan, khususnya bagi orang yang dilarang atau tidak bisa mudik. Mudik, walau terjebak kemacetan dan lelah selama di perjalanan, tetapi itulah seninya, sehingga banyak yang memaksakan diri mudik. Kerinduan terhadap kampung halaman dan rindu bertemu sanak saudara menjadi energi yang luar biasa bagi seseorang untuk mudik.

Kondisi saat ini memaksa banyak orang untuk tidak mudik dan bertemu langsung dengan keluarga di kampung halaman. Idulfitri saat ini bisa dikatakan idulfitri yang sarat dengan perilaku masyarakat secara virtual dan memanfaat teknologi digital. Urusan uang atau bingkisan yang ingin dikirim ke kampung, hal tersebut sudah sangat mudah. Tinggal transfer atau menggunakan jasa pengiriman barang. Kalau sekadar ingin bersilaturahim atau berkomunikasi secara face to face, saat ini tinggal menggunakan fasilitas video call dari aplikasi media sosial.

Walau demikian, idulfitri bukan soal kedua hal tersebut. Di situ ada tradisi yang menyertainya, seperti mudik, sungkem kepada orang tua atau orang yang lebih tua, peluk-pelukan antara anggota keluarga, bagi-bagi angpow, makan opor ayam bersama, ziarah kubur bersama, dan sebagainya. 

Hal-hal tersebut tidak bisa dilakukan secara virtual, tapi harus dilakukan on the spot  atau tatap muka. Kondisi pandemi Covid-19 saat ini memaksa bangsa Indonesia berkorban, diantaranya mengorbankan rasa rindu, menahan ego untuk keluar rumah jika tidak sangat perlu, tidak memaksakan diri untuk mudik, dan menahan diri menghadiri kerumunan.

Diam dirumah, tidak mudik, tidak berkerumun di keramaian, sesuatu yang dianggap "janggal" justru dianggap dianggap yang normal dan wajib dilakukan dalam suasana yang "tidak normal" seperti saat ini. Hal tersebut justru dianggap sebagai bentuk kasih sayang terhadap diri sendiri dan orang lain supaya tidak tertular Covid-19. Tradisi open house yang biasa dilakukan oleh pejabat pemerintah pun sebaiknya tidak dilakukan sebagai bentuk teladan bagi masyarakat tidak memancing orang untuk berkerumun.

Kondisi seperti ini memang kurang mengenakkan bagi semua pihak, tetapi wajib dijalani dengan penuh kesabaran dan kesadaran dalam rangka ikut membantu pemerintah menangani pandemi Covid-19 agar segera berakhir dan agar segera bisa hidup kembali secara normal. Selain kebijakan yang dibuat pemerintah di masa pandemi, adaptasi sikap, dan perilaku masyarakat merupakan hal yang mutlak dilakukan menyikapi pandemi yang entah kapan selesai.

Jelang idulfitri, media yang biasanya sibuk memberitakan arus mudik, saat ini hampir tidak ada yang melakukannya. Mereka hanya fokus memberitakan perkembangan kasus Covid-19, dan memberitakan perkembangan Pembatasan Sosial Berskala Bersar (PSBB) yang masih diterapkan oleh pemerintah. Kalimat "puncak arus mudik" atau "puncak arus balik" sepertinya tidak akan muncul dari media manapun sebelum dan setelah idulftri dirayakan, tetapi media justru bisa saja memberitakan "puncak pandemi Covid-19" akibat tidak disiplinnya sebagian masyarakat di masa PSBB.

Perayaan idulfitri walau dalam situasi dan kondisi prihatin seperti saat ini, semoga tidak mengurangi esensinya yaitu kembali fitrah atau kembali kepada kesucian setelah sebulan lamanya berpuasa. Idulfitri saat ini penuh dengan keprihatinan. Oleh karena itu, tidak perlu dirayakan secara berlebihan. Budaya pamer baju baru yang diakui atau tidak ikut mewarnai perayaan idulfitri perlu ditekan untuk menjaga perasaan warga lain yang kurang beruntung.

Sebaliknya, idulfitri perlu dirayakan dengan penuh kesederhanaan dan kebersahajaan. Tidak perlu banyak keluar rumah. Kalau pun ingin bersilaturahim sebaiknya menggunakan smartphone atau mengonfirmasi dulu, apakah orang yang hendak didatangi siap menerima atau tidak agar tidak terjadi miskomunikasi.

Pelaksanaan salat idul fitri di masjid dengan jumlah jemaah yang dibatasi karena terkait protokol kesehatan Covid-19 atau melaksanakannya di rumah bukan menjadi halangan untuk mengalunkan takbir tanda kemenangan mengagungkan kebesaran Allah SWT. Momentum idulfitri saat ini harus menjadi momentum umat Islam kembali ke "titik nol", juga untuk semakin meningkatkan solidaritas dan kesetiakawanan sosial antarwarga masyarakat, karena kondisi saat ini banyak warga yang terdampak pandemi Covid-19, khususnya yang terdampak secara ekonomi, seperti dirumahkan, di PHK, dan kehilangan penghasilan. Wallaahu a'lam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun