Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Memuliakan Guru

14 Mei 2020   17:04 Diperbarui: 14 Mei 2020   16:58 886
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Oleh: IDRIS APANDI

(Penulis Buku Guru Kalbu)

"Guru, Ratu, Wong Atua, Karo." Kalimat tersebut cukup akrab terdengar terutama di kalangan masyarakat Sunda di Jawa Barat. Arti dari kalimat tersebut adalah guru, pemimpin, orang tua, dan mertua adalah sosok harus dihormati. Guru memiliki posisi yang khusus bahkan disebut pertama. Mengapa? karena guru adalah lentera ilmu, sosok yang mengajar, mendidik, memberikan ilmu pengetahuan kepada para siswanya untuk bekal di masa depan.

Dalam praktik pendidikan di sekolah, guru bukan hanya berperan sebagai guru an sich, tetapi juga berperan sebagai orang tua kedua, dan berperan sebagai teman untuk mendengarkan setiap curhatan para siswanya. Bahkan ada siswa yang memiliki hubungan emosional yang sangat dekat dengan guru. Di masa pandemi Covid-19, pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan moda daring atau Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), guru dan siswa tidak bisa berinteraksi secara langsung. Beberapa waktu yang lalu viral video ada seorang anak yang menangis karena rindu terhadap gurunya, ada guru dan kepala sekolah yang menulis lagu atau bernyanyi sebagai ekspresi kerinduan terhadap anak didiknya. Itu adalah gambaran adanya hubungan emosional yang kuat antara guru dan para siswanya.

Pengabdian guru sangat luar biasa, apalagi guru-guru yang bertugas daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar). Mereka menempuh jarak puluhan kilo meter menuju sekolah termpatnya bertugas. Mereka melewati hutan, menyeberang sungai, mengarungi lautan demi menyampaikan ilmu kepada anak didiknya. Mereka kadang bertaruh keselamatan bahkan nyawa saat menuju ke tempat tugas mereka.

Di masa pembelajaran jarak jauh dengan moda daring yang konsekuensinya sangat tergantung kepada sinyal internet, ada guru yang mengunjungi siswa untuk membimbingnya belajar karena terkenal sarana, sinyal, dan kuota internet. Pencairan tunjangan profesi yang kadang terlambat suka membuat mereka gelisah, tapi tidak membuat mereka pasrah. Mereka tetap mengajar dengan penuh gairah.

Guru bukan malaikat. Guru juga adalah manusia biasa. Dibalik tugas yang dilaksanakannya, pasti ada saja kekurangannya. Sebaik-baiknya seorang guru, kalau dicari-cari kekurangannya pasti ada juga. Mungkin hal ini terkesan seperti pemakluman, tetapi memang faktanya demikian adanya. Walau demikian, saya yakin dalam hati setiap guru ingin memberikan pelayanan yang terbaik kepada setiap anak didiknya walau caranya berbeda-beda.

Kelebihan atau prestasi guru wajib diberi apresiasi. Adapun kekurangannya, menurut saya, boleh saja dikritisi secara konstruktif untuk peningkatan profesionalismenya. Saya kira para guru pun tidak antikritik sepanjang kritik itu objektif dan disertai dengan tawaran alternatif solusi. Jangan hanya sekadar mengatakan kualitas guru rendah, guru banyak yang gaptek menggunakan TIK, guru banyak yang belum bisa menulis karya ilmiah, guru banyak yang belum bisa mengembangkan media dan sumber belajar, dan sebagainya. Kalau memang masalahnya seperti itu, maka yang paling diperlukan adalah solusi bagaimana supaya mutu guru meningkat.

Saya melihat para guru banyak yang memiliki semangat pemelajar yang tinggi. Masa pandemi tidak menjadi halangan bagi banyak guru untuk belajar dan menambah ilmu. Salah satu buktinya adalah hampir setiap webinar banyak sekali peminatnya. Baru beberapa saat sebuah inrformasi webinar beredar di media sosial, kuota langsung penuh, apalagi yang sifatnya webinar gratisan, materinya sesuai dengan kebutuhan guru, dan narasumber yang andal dibidangnya, plus bersertifikat.

Apa yang dilakukan para guru tersebut disamping untuk meningkatkan profesionalismenya juga dalam rangka memberikan pelayanan terbaik kepada para siswanya. Saya yakin mereka ingin menjadi seorang guru yang transformatif atau guru yang bisa menjadi agen perubahan (agent of change) untuk melahirkan lulusan yang bermutu.

Berdasarkan kepada hal tersebut, maka sangat beralasan jika guru harus dimuliakan. Dimuliakan oleh siapa? Tentunya mulai dari pemerintah, orang tua siswa, siswa, dan masyarakat secara umum. Selain itu, gurunya sendiri yang wajib menjaga integritas dirinya agar tetap layak untuk dimuliakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun