Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Membangun Asa di Tengah Badai Corona (8)

9 Mei 2020   17:35 Diperbarui: 9 Mei 2020   17:48 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Oleh: IDRIS APANDI

Waktu telah menunjukkan pukul 01.00 dini hari. Mataku sulit untuk dipejamkan. Rasa kantuk seolah jauh dari diriku. Pikiranku melayang kemana-mana. Memikirkan berbagai hal, utamanya masalah ekonomi yang aku alami, walau kadang aku berusaha menegarkan diri bahwa bukan aku saja yang mengalami masalah ekonomi, tapi jutaan orang mengalami masalah yang sama. 

"Astaghfirullaaahalazhiim. Hasbunallaah wani'mal wakil, ni'mal maula wani'mannasiir. Laa haula wala quwwata illaa billaahil 'aliyyil azhim." Sambil terlentang, mulutku berzikir kepada Allah, agar hatiku bisa tenang.

Aku pun bangkit dari tempat tidur. Aku mengambil wudhu dan salat dua rakaat. Setelah itu, aku berzikir, berdoa, menyampaikan segala keluh kesahku pada-Nya. 

Aku pernah membaca beberapa ayat dalam Al-Qur'an yang artinya "berdoalah padaku, niscaya akan Aku kabulkan.", "Minta tolonglah dengan sabar dan salat.", "setiap binatang melata yang ada di muka bumi pasti diberikan rezeki." 

Selain itu, dalam sebuah pengajian, aku pernah mendengar ceramah yang mengatakan bahwa berharaplah hanya kepada Allah, karena kalau berharap kepada manusia, kebanyakan kecewa dibandingkan bahagia.

Aku pun duduk cukup lama di atas sajadah seraya berzikir dan berdoa. Sesekali aku lihat wajah istriku yang sedang terlelap tidur. Tiba-tiba aku teringat janjiku tahun tahun lalu untuk mengajak istri dan kedua anakku piknik ke Pangandaran sekalian liburan sekolah, tapi sepertinya janji itu tidak akan bisa dipenuhi tahun ini. Penyebabnya masih dalam suasana wabah virus Corona dan kondisi ekonomi yang kurang menguntungkan. Boro-boro mikirin piknik, mikirin untuk makan sehari-hari saja sudah sulit. Tapi aku tetap berharap suatu saat bisa menunaikan janjiku pada mereka.

Tidak terasa waktu menunjukkan pukul 02.00 dini hari. Aku beranjak dari sajadah dan kembali ke tempat tidur. Kupenjamkan mataku, berharap rasa kantuk datang. Dan tak terasa, aku pun tertidur, hingga istriku membangunkanku pukul 03.30 untuk makan sahur. "Pak, bangun pak. Sahur." Ucap istriku sambil menyentuh punggungku. Aku pun sahur bersama istri dan kedua anakku. Nasi sama telor ceplok menjadi menu sahur kami.

"Bu, pagi ini belanja lagi untuk bikin es pisang ijo?" Tanyaku kepada istriku. 

"Iya pak. Beli pisang dan beberapa bahan lainnya. Kalau gula dan cupnya masih ada sisa kemarin." Istriku menjawab sambil menyebut barang-barang yang masih ada dan sudah habis. 

"Kemarin 'kan kita bikin 25 buah tidak habis. Bagaimana kalau nanti dikurangi saja? Misalnya jadi 20 buah saja bu? Kan lumayan bisa ngirit biaya dan bahan." Aku berkata lagi kepada istriku. 

"Iya pak, kita bikin 20 buah saja." Istriku menjawab dengan nada datar.

Sinar matahari sudah berada di atas kepala. Waktu sudah menunjukkan pukul 12.00. Selepas salat duhur, istriku dibantu Ayu meracik bahan-bahan yang yang akan dibuat es pisang ijo. 

"Bu nanti kalau udah selesai es pisang ijonya, mau aku foto dan mau aku tawarkan kepada teman-teman di grup WA." Ucap Rendi kepada ibunya. 

"Iya Ren." Ucap istriku, singkat pada Rendi.

Pukul 15.00, es pisang ijo pun jadi. "Rendi, nih es nya sudah jadi. Bukannya mau di foto dulu?" Ucap istriku memanggil Rendi yang sedang tiduran di tengah rumah. 

"Iya bu, sebentar Rendi ke dapur." Rendi pun mendatangi ibunya sambil membawa HP, walau HP yang dimilikinya bukanlah HP model terbaru, tapi lumayan bisa untuk memotret.  

"Nanti Rendi edit-edit ya biar terlihat menarik fotonya." Ucap Rendi pada ibunya. 

"Terserah kamu nak, ibu mah gak paham urusan begituan." Istriku menimpali ucapan Rendi. "Siap bu." Ucap Rendi dengan penuh semangat.

Rendi pun memotret es pisang ijo dan mengedit-editnya. Anak zaman sekarang memang lebih pintar urusan menggunakan dibandingkan dengan orang tua. Tidak perlu waktu lama. Rendi pun selesai mengedit foto es pisang ijo buatan ibunya. "Alhamdulillah, selesai. Sekarang siap dishare ke teman-teman di grup WA terus di FB, dan IG." Ucapnya dengan penuh bangga.

"Ren, coba bikin kalimatnya yang bagus, biar menarik pembeli." Aku mengingatkan anakku. "Baik pak, saya buat dulu." Ucap Rendi kepadaku. 

Beberapa saat kemudian, Rendi datang padaku. "Ini pak, sudah jadi tulisannya. Coba sama Bapak baca dulu. Siapa tahu ada yang kurang" Ucapnya sambil memperlihatkan tulisan yang ada di HP-nya. 

Sejenak aku membaca tulisan yang telah dibuat olehnya. "Hello Gaesss... Anda bingung mau nuka puasa pakai takjil apa? Sekarang tersedia es pisang ijo yang rasanya maknyusss dan bikin ketagihan. Segera cobain deh Pisang Ijo Pak Husni. Harga murah meriah, hanya Rp. 5.000, 00 saja. Terima pesan antar No. WA : 0877-7654-8912."

Sambil membaca tulisan tersebut, aku tersenyum, karena bahasanya menggunakan bahasa gaul, gaya anak-anak zaman sekarang. 

"Sudah bagus nak. Boleh kamu sebarkan ke teman-temanmu." Ucapku sambil menepuk punggung Rendi. 

"Baik pak. Semoga banyak yang tertarik beli dan pesan ya." Ucap Rendi sambil memegang HP. "Aamiin yra." Aku mengaminkan doanya.

"Ren, gimana plang sudah dibikin?" Tanyaku pada Rendi. 

"Oh iya pak, tadi Rendi lupa. Sekarang mau bikin." Jawabanya disertai raut muka yang yang kaget.

 "Iya Ren, tulisannya yang besar supaya jelas terbacanya. Cukup tulis SEDIA ES PISANG IJO RP 5.000,00/CUP." Pintaku padanya. 

"Baik pak." Katanya sambil masuk ke dalam rumah. Tak lama kemudian Rendi datang dan membawa secarik kertas dengan tulisan sesuai yang aku minta. "Ini pak sudah selesai. Mau Rendi pasang ya di tempat kemarin" Ucapnya sambil bergegas.

"Ayu, coba bawa es pisang ijonya ke teras nak." Pintaku kepada ayu yang sedang berdiri di dekatku. 

"Baik pak." Ayu berkata padaku sambil masuk ke dalam rumah. Aku sendiri memasang dan merapikan meja yang akan digunakan untuk berdagang. Beberapa saat kemudian, Rendi dengan wajah sumringah datang padaku. 

"Pak, ini ada teman yang pesan es pisang ijo dua buah dan nanti akan diambil ke sini. Alhamdulillah, promosi di medsosnya sudah mulai berhasil." 

"Alhamdulillah, semoga makin banyak yang pesan ya." Kataku disertai rasa gembira. Ayu membawa es pisang ijo ke teras rumah dan membantuku merapikannya di meja yang sudah aku pasang.

Setelah dagangan digelar, ada beberapa tetangga yang membeli daganganku. Walau ada yang menawar mengatakan bahwa harganya kemahalan, aku sikapi secara baik-baik, karena aku tidak mengambil untung banyak, mengingat lingkungan tempat tinggalku memang mayoritas kalangan ekonomi menengah ke bawah. Harga Rp5.000,00 aku samakan dengan harga kolak dan es campur yang di jual oleh tetanggaku juga supaya sama dan bersaing secara sehat.

Sampai datangnya waktu buka puasa, dari 20 cup es pisang ijo yang dibuat, ternyata hanya habis 10 buah dan tersisa 10 buah. Walau penjualan belum sesuai harapan, tapi setidaknya ada peningkatan jumlah yang laku. Risiko dagang memang begini. Tidak ujug-ujug langsung laku banyak, perlu proses. Berharap untung dan harus siap rugi.

Aku berusaha optimis, suatu saat daganganku akan laku banyak. "Ya Allah... mudahkanlah segala urusan kami, dan berikanlah rezeki yang halal bagi kami." Aku berdoa dalam hati. Sisa es pisang ijo yang tidak laku aku makan bersama dengan istri dan kedua anakku. Dan Sebagian aku akan bawa lagi ke masjid untuk dibagikan kepada Jemaah, walau jumlahnya lebih sedikit dibanding kemarin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun