Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Corona Membuatku Merana, tapi Tak Boleh Putus Asa (4)

4 Mei 2020   12:30 Diperbarui: 4 Mei 2020   12:46 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

CORONA MEMBUATKU MERANA, TAPI TAK BOLEH PUTUS ASA (4)

Oleh: IDRIS APANDI

 

"Pak Husni, ini uangnya." Ucap pak Haji Kurdi padaku sambil menyerahkan amplop panjang berwarna putih. 

"Terima kasih pak haji. Saya merasa nyawa saya beserta anak-istri saya tersambung dengan bantuan ini." Dengan wajah sumringah, aku menerima amplop yang diserahkan olehnya. 

"Iya. Sama-sama pak Husni. Semoga bermanfaat." Pak Haji Kurdi menanggapi ucapanku sambil menepuk-nepuk bahuku. 

"Saya berjanji akan membayar secepatnya pak. Nanti saya kontak bapak kalau uangnya sudah ada." Aku berusaha meyakinkan pak Haji Kurdi terkait pembayaran utang sebelum pak Haji Kurdi bertanya padaku. 

"Iya pak. Saya percaya kepada Bapak. Saya mengenal Pak Husni orang yang bisa dipercaya. Semoga Pak Husni ada rezekinya, dan semoga kita semua sehat wal 'afiat." Ucap pak Haji Kurdi sambil sekali lagi, menepuk-nepuk bahuku.

Ada rasa nyaman saat aku mendengar kata-kata yang keluar dari mulut pak Haji Kurdi. Selain meminjamiku uang, dia juga memberikan motivasi dan mendoakanku. 

Ini seolah menjadi energi yang luar biasa bagiku dalam menjalani pada hari-hari berikutnya. Walau sudah bertahun-tahun tidak bertemu, tetapi pertemuan saat itu, terasa sangat hangat, seperti orang yang sering bertemu.

Aku yang secara usia lebih muda darinya, saat mendengar kata-katanya, seperti seorang kakak yang menasihati dan mengayomi adiknya. Dia mengajarkanku untuk tetap sabar, tawakal, dan bersyukur menghadapi kondisi saat ini. 

Dia mengatakan bahwa ini semua adalah ketentuan dari Allah SWT. Kita harus tetap berbaik sangka pada-Nya, dan tetap berikhtiar agar cobaan ini segera berlalu.

Waktu sudah menunjukkan pukul 14.30. Aku pun berpamitan kepadanya. "Pak haji, sekali lagi saya mengucapkan terima kasih atas bantuannya. Saya mohon pamit dan mohon maaf sudah menganggu waktunya." Ucapku padanya sambil memasukkan amplop ke dalam saku jaketku. 

"Baiklah pak Husni. Salam untuk anak istri bapak di rumah ya." Pak Kurdi menanggapi sambil berdiri dan bersalaman denganku.

Aku pun bergegas pulang dari rumah pak Haji Kurdi dengan perasaan gembira. Sambil mengendarai sepeda motor, aku terbayang istriku yang sedang menungguku datang ke rumah dengan membawa uang dan akan digunakannya membeli kebutuhan buka puasa. Pasti dia senang saat menerima uang dariku.

Sejenak aku berhenti di pom bensin di daerah Jamika untuk mengisi dulu bensin sepeda motorku karena jarum BBM pada speedometer sudah menyentuh warna merah. Sebenarnya bensin yang ada masih bisa untuk sampai ke rumah, tapi sekalian aku keluar, aku isi bensin sepeda motorku hingga penuh supaya tenang. "Pertalite, full." 

Ucapku pada petugas pom bensin yang berdiri dekat mesin pom dan sudah siap melayani. "Siap pak. Dari nol pak ya." Ucapnya, sambil memasukan pipa BBM ke tangka sepeda motorku."

Aku buka amplop berwarna putih dari saku jaketku, terus aku ambil selembar uang Rp 100.000,00 untuk membayar bensin, karena aku memang tidak punya uang di dompetku. "20 ribu pak. Ucap petugas pom bensin setelah dia mengisi pertalite pada tangki bensin sepeda motorku. Aku menyerahkan uang Rp 100.000,00 tersebut kepada si petugas, dan dia memberikan kembalian Rp 80.000,00. Aku pun melanjutkan perjalanan.

Pukul 16.00 aku pun sampai di rumahku. Aku parkirkan sepeda motorku di halaman rumah. Aku segera membuka helm dan sepatu. Tak sabar rasanya ingin menyerahkan uang kepada istriku. Dan ternyata istriku sudah menyambut di depan pintu. "Alhamdulillah, bapak sudah pulang." Ucap istriku. Dari raut wajah dan tatapan matanya, dia seolah berharap kabar gembira dariku.

"Alhamdulilah bu. Tadi bapak bersilaturahmi ke rumah pak Haji Kurdi sekalian meminjam uang. Dan alhamdulillah, dia meminjami uang 500 ribu. Ini uangnya tinggal 480 ribu Tadi bapak pakai untuk beli bensin 20 ribu." Ucapku sambil menyerahkan amplop berisi uang Rp 480.000,00 kepadanya.

"Alhamdulillah ya Allah..." Ucap istriku sambil menerima amplop. 

"Bu, uang tersebut jangan dipakai belanja semuanya, tapi sebagian untuk modal dagang ya?" Ucapku kepadanya. Mendengar hal tersebut, raut wajah istriku berubah, terlihat seperti bingung. 

"Oh gitu pak ya. Dikira untuk belanja dapur semuanya, tapi ternyata untuk modal dagang juga." Ucap istriku sambil memegang uang yang telah ambil dari amplop.

"Iya bu. 'Kan kita punya kewajiban untuk membayar utang kepada Pak Haji Kurdi. Keuntungan jualan kita kumpulkan untuk membayar hutang padanya. Bapak janji akan cepat-cepat membayar hutang kepadanya. Malu kalau sampai kita telat membayar hutang. 

Nanti kalau mau minjam uang lagi, bisa tidak dikasih lagi. Alhamdulillah, kita dapat pinjaman tanpa bunga. Coba kalau kita meminjam ke bank emok? Bisa-bisa kita harus bayar dua kali lipat dari jumlah uang yang dipinjam." Ucapku, untuk memberikan pengertian padanya. ***COR

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun