Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Puasa di Tengah Pandemi Corona

20 April 2020   22:46 Diperbarui: 20 April 2020   22:53 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Puasa ramadan tahun ini akan terasa berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Hingar bingar menyambut bulan suci ramadan akan kurang terasa geliatnya mengingat Indonesia, bahkan dunia masih diserang pandemi Corona (Covid-19).

Sebelum puasa, biasanya para perantau pulang kampung dulu untuk merasakan sahur pertama bersama keluarga besar di kampung, tapi saat ini, justru mereka diimbau tidak mudik untuk menghindari penularan Covid-19.

Jalan raya padat dengan kendaraan pemudik, terbatasi dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), pasar-pasar dan mall banyak yang tutup, restoran hanya melayani penjualan secara daring dan dilarang menyediakan fasilitas makan di tempat.

Tempat pemakaman yang biasa banyak didatangi oleh peziarah, menjadi sepi, termasuk masjid-masjid besar yang melaksanakan ibadah salat tarawih, sementara meniadakannya, bahkan salat idulfitri pun diimbau dilakukan di rumah jika wabah ini masih ada hingga akhir ramadan. Acara buka bersama yang menjadi ciri khas ramadan pun tidak boleh ada untuk menghindari pengumpulan massa.

Dari sisi kehidmatan, sebenarnya pandemik Covid-19 tidak perlu menjadi halangan atau mengurangi kekhidmatan berpuasa, tetapi justru sebaliknya puasa di tengah Covid-19 bisa semakin meningkatkan kekhidmatan ibadah puasa umat Islam.

Puasa menjadi sarana atau perjuangan untuk menahan diri yang direfleksikan bukan hanya dengan menahan lapar dan dahaga, tetapi juga dengan mengikuti anjuran pemerintah untuk diam di rumah, menahan diri untuk tidak mengikuti kerumunan massa yang bisa berpotensi menyebabkan penularan Covid-19.

Puasa ramadan tahun ini pun menjadi sarana ujian, bukan hanya ujian menahan hawa nafsu, tapi juga ujian mengasah kepekaan setiap muslim untuk membantu saudaranya yang mengalami kesulitan. Sebagaimana diketahui bahwa dampak dari Covid-19 berdampak sangat luar biasa terhadap kehidupan masyarakat, termasuk dalam bidang ekonomi.

Banyak karyawan yang dirumahkan, di-PHK, kehilangan penghasilan, tidak bisa bebas berdagang lagi kiosnya harus ditutup atau dilarang mangkal lagi.

Hal ini jika ditangani dengan cepat, maka bisa menjadi masalah sosial baru, bahkan menjadi masalah dalam hal ketertiban dan keamanan masyarakat. Orang tidak punya pekerjaan, sedangkan dia beserta keluarganya perlu makan, hal ini bisa menyebabkan orang kehilangan akal sehatnya, lalu melakukan tindakan kriminal.

Pemerintah sebenarya telah menyalurkan bantuan untuk menangani warga yang membutuhkan makanan, tetapi karena jumlahnya terbatas, menyebabkan banyak warga yang tidak kebagian.

Hal ini menjadi potensi masalah baru, seperti munculnya kecemburuan atau praduga tidak baik terhadap para pengurus RT atau RW yang dianggap bertindak diskriminatif terhadap warganya.

Pemerintah pun mendorong agar zakat mal dan zakat fitrah dibayarkan di awal ramadan. Tujuannya untuk bisa disalurkan kepada orang yang berhak (mustahik), sehingga bisa membantu meringankan beban orang-orang yang ekonominya terdampak Covid-19. Kemiskinan bisa menimbulkan kekufuran, dan kekufuran bisa memutuskan manusia dari Rahmat Allah SWT.

Ramadan adalah bulan penuh ampunan. Oleh karena itu, ramadan menjadi momentum bagi semua umat Islam untuk meminta ampunan terhadap dosa-dosa yang telah dilakukan. Dari perspektif agama, sebuah musibah yang menimpa manusia bisa saja merupakan sebuah peringatan dari Allah SWT terhadap manusia yang berbuat kerusakan di muka bumi.

Allah yang Mahakuasa menciptakan virus ini, dan Dia yang Mahakuasa menghilangkannya dari muka bumi ini. Sebuah hasil riset menyatakan bahwa Covid-19 tidak lepas dari kerusakan yang dibuat oleh manusia di alam ini, sehingga tidak ada lagi keseimbangan antarelemen baik dari aspek lingkungan, flora, maupun fauna.

Ramadan juga adalah bulan penuh hikmah. Sungguh banyak hikmah yang bisa didapatkan dari wabah Covid-19 yang terjadi pada bulan puasa. Seperti, para anggota keluarga lebih banyak waktu di rumah, lebih banyak waktu untuk beribadah, bermuhasabah, bertafakur, dan bersyukur. Berdoa agar bangsa Indonesia diberikan kesabaran dan ketabahan dalam menghadapi cobaan ini dan berdoa semoga musibah ini hilang.

Wabah Covid-19 pada bulan Ramadan semoga tidak mengurangi rasa syukur kita terhadap limpahan rahmat dan nikmat dari-Nya.

Kita harus bersyukur masih diberikan waktu untuk beribadah, diberikan kesempatan untuk memperbaiki diri, diberikan kesempatan untuk memohon ampunan dari segala dosa, dan diberikan kesempatan untuk berbuat kebaikan kepada sesama manusia melalui sedekah, zakat, atau bantuan dalam bentuk lainnya untuk meringankan beban saudara-saudara yang terdampak Covid-19. Wallaahu a'lam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun