Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Widyaprada Ahli Madya BBPMP Jawa Barat. Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Corona, Ketahanan Pangan, dan Solidaritas Sosial

1 April 2020   16:07 Diperbarui: 1 April 2020   16:05 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

CORONA, KETAHANAN PANGAN, DAN SOLIDARITAS SOSIAL

Oleh: IDRIS APANDI

 Wabah corona (Covid-19) yang menyerang berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia berdampak luar biasa pada berbagai bidang, termasuk bidang ekonomi. Banyak orang yang kehilangan pekerjaan karena tempat usahanya ditutup. 

Ada karyawan yang dirumahkan. Ada pengemudi ojek online yang suka mangkal di tempat umum tidak bisa mencari rezeki karena dikejar-kejar aparat atas nama penertiban kerumunan massa. Ada pedagang di kantin sekolah yang tidak lagi mendapatkan penghasilan karena sekolahnya pun diliburkan, dan pekerja-pekerja harian yang diberhentikan oleh majikannya karena pembatasan sosial (social distancing).

Bagi orang yang masih memiliki bekal atau tabungan, walau pun ada dampaknya, tapi tidak akan begitu terasa berat, tetapi bagi mereka yang hidupnya koreh-koreh cok (peribahasa Sunda yang artinya kurang lebih mengandalkan penghasilan sehari-hari yang tidak pasti untuk kebutuhan keluarga), batin mereka akan gundah, menjerit, karena anak istri mereka harus tetap diberi makan.

Saat anaknya, apalagi yang masih kecil merengek minta jajan, tidak mau tahu apakah orang tuanya punya uang atau tidak, yang penting dia bisa jajan. Saat orang tuanya tidak punya uang, batinnya menangis, sedih, karena tidak bisa memberikan uang jajan kepada anaknya. 

Kalau kondisi batin lagi sadar, dia banyak beristighar dan memohon kesabaran, serta kekuatan kepada Allah SWT, tapi dalam kondisi yang labil, galau, kecewa, jadi naik ke kepala, emosi, suami-istri bertengkar, kadang anak menjadi pelampiasan, dan tidak tertutup kemungkinan menyebabkan terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), bahkan yang menyedihkan sekaligus memprihatinkan adalah satu keluarga bunuh diri karena kesulitan ekonomi, nauzubillaah.

Saat kondisi serba prihatin seperti ini, disamping diperlukan ketahanan iman kesabaran dan tawakal kepada Allah SWT, juga diperlukan ketahanan pangan melalui ketahanan sosial. 

Maksudnya adalah, disamping pemerintah mempersiapkan berbagai program atau upaya untuk mengatasi dampak ekonomi dari wabah Covid-19, perlu juga dibangun kesetiakawanan sosial, minimal dimulai dari lingkungan yang terdekat, seperti tetangga, keluarga, kerabat, RT, RW, atau desa.

Dulu, orang tua kita, terutama di desa-desa membudayakan gotong royong, mengumpulkan bas prlk (tradisi di Jawa Barat, yaitu mengambil beras kurang lebih segenggam dari beras yang akan dimasak jadi nasi dan disimpan pada tempat khusus yang nanti diambil oleh petugas pada waktu tertentu, biasanya seminggu sekali). Tujuannya yaitu untuk membantu warga yang kurang mampu, jangan sampai mereka tidak makan.

Dulu, sepengetahuan saya, di masjid-masjid ada baitul maal, yang tujuannya untuk mengumpulkan zakat, infaq, sedekah, atau bahkan simpan-pinjam bagi jemaahnya, sekarang apakah apakah lembaga itu masih ada atau tidak? 

Di masjid-mesjid besar mungkin masih ada, tetapi di mesjid-mesjid kecil sudah tidak ada, padahal baitul maal itu bisa menjadi sarana pemberdayaan ekonomi umat.

Dalam konteks ekonomi kerakyatan, Bung Hatta, memperkenal koperasi sebagai soko guru ekonomi Indonesia, tetapi justru gaungnya saat ini kurang terasa, dan kalah pengaruh dengan bank emok atau rentenir yang melakukan penetrasi begitu masif ke kampung-kampung. 

Saya pernah dengar informasi bahwa koperasi banyak yang gulung tikar, karena banyak anggota yang meminjam, tapi macet saat mencicil pinjamannya.

Menurut saya, kondisi saat ini sarana bagi kita untuk mengingatkan pentingnya ketahanan pangan, karena urusan perut tidak bisa dinanti-nanti. Orang lapar perlu diberi nasi, bukan nasihat. 

Kalau sudah kenyang, baru bisa mendengarkan nasihat orang lain. Tradisi bas prlk yang sudah lama ditinggalkan, perlu digerakkan kembali. Begitu pun baitul maal di masjid-masjid perlu dibangkitkan kembali.

Berkaitan dengan ketahanan pangan, kita perlu berguru kepada kampung-kampung adat, misalnya Kampung Naga di Tasikmalaya. Saya pernah berkunjung ke sana sekitar tahun 2008. 

Untuk menjamin ketahanan pangan di kampung tersebut, ada yang namanya leuit gede, yaitu sebuah bangunan yang fungsinya untuk menyimpan hasil tani warga, seperti padi, dan akan digunakan pada kegiatan sosial, upacara adat, masa paceklik, atau jika ada warga yang memerlukannya. Jadi, tidak akan sampai ada warga yang krisis pangan.

Pada masa kampanye pemilu, jargon jalan leucir dan beuteung buncir (jalan mulus dan perut kenyang) suka disampaikan oleh para politisi untuk meraup suara rakyat. Kini saatnya, para politisi yang sudah duduk di kursi kekuasaan tersebut mewujudkan janjinya. 

Alhamdulillah, ada pemimpin dan politisi yang telah menyumbangkan gajinya untuk masyarakat yang sedang menghadapi krisis. Semoga semakin banyak politisi, pemimpin, atau orang mampu yang melakukan gerakan ketahanan pangan melalui aksi solidaritas sosial. Wallaahu a'lam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun