Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Memaknai Pidato Nadiem Makarim

25 November 2019   22:58 Diperbarui: 25 November 2019   23:04 1803
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keempat:

"Anda ingin mengajak murid keluar kelas untuk belajar dari dunia sekitarnya, tetapi kurikulum yang begitu padat menutup pintu petualangan."

 Sebagai pelaksana kurikulum, guru dihadapkan pada berat dan padatnya beban kurikulum. Dampaknya, guru kurang fokus terhadap penguasaan materi pelajaran, tetapi lebih fokus mengejar target materi yang harus diajarkan dalam satu semester.

Akibatnya, guru menyampaikan materi asal selesai, tidak terlalu peduli apakah materi tersebut benar-benar dikuasai oleh murid atau belum. Guru tidak berani menggunakan sumber-sumber belajar lain dan melakukan pendalaman materi, karena khawatir target materi tidak tercapai.

Kelima:

"Anda frustasi karena Anda tahu bahwa di dunia nyata kemampuan berkarya dan berkolaborasi akan menentukan kesuksesan anak, bukan kemampuan menghapal."

Penilaian yang lebih menekankan pada aspek hapalan menyebabkan guru lebih fokus kepada bagaimana siswa menghapal materi daripada memahami dan mengimplementasikan materi. Apalagi sampai pada ranah analisis, evaluasi, dan kreasi. Masih jauh dari harapan.

Seiring dengan implementasi kurikulum 2013, sebenarnya Kemendikbud telah memberikan pelatihan kepada guru-guru agar pembelajaran bukan hanya pada ranah berpikir rendah (Lower Order Thinking Skills/LOTS) yang terdiri dari C-1 (mengingat), C-2 (memahami), dan C-3 (mengimplementasikan), tetapi juga kemampuan berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skills/HOTS) yang terdiri dari C-4 (menganalisis), C-5 (mengevaluasi), dan C-6 (mencipta).

Selain itu, para guru juga diarahkan untuk membekali siswa dengan kemampuan abad 21 yang disebut 4C yang meliputi: (1) communication (komunikasi), (2) collaboration (kolaborasi), (3) critical thinking and problem solving (berpikir kritis dan menyelesaikan masalah), dan (4) creative and innovative (kreatif dan inovatif).

Untuk mewujudkan hal tersebut, maka guru harus diberikan ruang untuk kreatifitas dan inovasi, membelajarkan siswa bukan hanya terbatas di dalam ruang kelas berukuran sekian meter kali sekian meter, tetapi juga di luar kelas, mengamati fenomena sosial, fenomena lingkungan, menyelesaikan masalah, atau menyusun alternatif penyelesaian masalah untuk melatih daya kritis, daya kreatif, dan inovatif.

Setiap siswa bukan hanya didorong untuk berkompetisi, tetapi juga untuk berkolaborasi agar mereka bukan hanya bersaing tetapi juga mampu bersanding. Bukan hanya saling mengalahkan, tetapi juga saling menguatkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun