Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pendidikan Berbasis Kompetensi dan Berkarakter

26 Oktober 2019   18:54 Diperbarui: 26 Oktober 2019   19:04 993
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

PENDIDIKAN BERBASIS KOMPETENSI DAN BERKARAKTER

Oleh:

IDRIS APANDI

(Penulis Buku Revolusi Mental Berbasis Pendidikan Karakter)

 

Dalam sambutannya pascadilantik sebagai Mendikbud periode 2019-2024, Nadiem Makarim menyampaikan keinginannya untuk membangun pendidikan berbasis kompetensi dan berkarakter. Sebenarnya hal itu bukan hal baru, karena saat penerapan kurikulum pendidikan sebelumnya pun menuju kepada ketercapaian kompetensi dan karakter atau budi pekerti yang luhur.

Kompetensi dan karakter dan merupakan amanat Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Pada pasal 3 dinyatakan bahwa"Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab."

KOMPETENSI adalah sebuah gambaran ketercapaian atau penguasaan PENGETAHUAN, SIKAP, dan KETERAMPILAN seorang peserta didik pascamengikuti program pembelajaran di satuan pendidikan. Dengan demikian, seseorang yang disebut kompeten adalah orang yang wawasannya luas (kognitif), memiliki sikap yang baik (afektif), dan terampil melakukan suatu pekerjaan (psikomotor). Sedangkan karakter identik dengan sifat, tabiat, ciri yang melekat pada diri seseorang.

Dimensi dari pendidikan adalah OLAH PIKIR, OLAH HATI, OLAH RAGA, OLAH RASA dan KARSA. Hal itu menunjukkan perlunya keseimbangan antara pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Olah pikir berkaitan dengan pentingnya membekali peserta didik dengan ilmu pengetahuan (kecerdasan intelektual) untuk bekal di masa depan. Saat ini pemerintah tengah menggalakkan kegiatan literasi khususnya membaca dalam rangka meningkatkan minat baca peserta didik yang bermuara kepada dikuasainya ilmu pengetahuan.

Era digital dan era revolusi industri 4.0 ditandai dengan semakin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam hitungan bulan bahkan hari teknologi-teknologi baru bermunculan, dan tentunya semakin canggih. Menyikapi hal ini, setiap negara perlu berpacu untuk menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas dan kompetitif. Oleh karena itu, kurikulum pendidikan perlu menyesuaikan dengan perkembangan zaman agar para peserta didik memiliki ilmu pengetahuan yang terbaru, karena pada praktiknya, perubahan kurikulum pendidikan lebih terlambat dan kedodoran dibandingkan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berjalan sangat cepat.

Untuk mewujudkan lulusan yang memiliki kompetensi yang sesuai dengan tuntutan zaman, maka konsep link and match yang pernah populer pada masa Mendikbud Wardiman Djojonegoro perlu dimunculkan dan diperkuat kembali. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum perlu dilakukan agar relevan dengan kebutuhan dunia kerja.

Olah hati berkaitan dengan upaya atau proses menumbuhkan budi pekerti yang baik (etika, adab, akhlak, moralitas, sopan-santun, dll.) kepada peserta didik. Nilai-nilai seperti integritas, kejujuran, tanggung jawab, dan disiplin menjadi modal utama kesuksesan seseorang di masa depan. Hasil penelitian Howard Gardner (2002) menyatakan bahwa kesuksesan seseorang 20 persen ditentukan oleh hard skill (intelektualitas) dan 80 persen ditentukan oleh soft skill (kepribadian). Oleh karena itu, hal tersebut perlu mendapatkan porsi yang penting dalam proses pendidikan dan pembelajaran di satuan pendidikan.

Tugas guru bukan hanya sekadar mengajar, mentransfer ilmu pengetahuan (transfer of knowledge) saja, tetapi juga menginternalisasikan nilai-nilai baik (transformation of value) kepada peserta didik. Oleh karena itu, fungsi pendidikan jangan sampai tereduksi menjadi hanya sekadar fungsi persekolahan, tetapi harus menjadi tempat menyemaikan karakter baik untuk peserta didik. Karakter disamping perlu diajarkan, juga perlu dibiasakan, dan dibudayakan. Dan yang paling utama adalah diteladankan oleh pendidik dan tenaga kependidikan.

Kaitannya dengan hal ini, Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantara mengingatkan bahwa sekolah harus menjadi taman belajar bagi siswa. Driyarkara juga mengingatkan bahwa hakikat pendidikan untuk memanusiakan manusia, oleh karena itu, peserta didik harus diperlakukan secara manusiawi. Anies Baswedan yang menjabat Mendikbud dari tahun 2014-2016 sering menyampaikan bahwa sekolah harus menjadi taman belajar bagi peserta didik dan pentingnya pendidikan yang memanusiakan.

Olah raga erat kaitannya dengan mempersiapkan fisik atau jasmani peserta didik agar sehat dan kuat. Kesehatan merupakan modal penting agar setiap aktivitas dapat dilaksanakan dengan lancar. Kalau seseorang yang sakit tentunya tidak terhambat dalam bekerja, dan produktivitasnya menurun.

Kesehatan fisik sebenarnya tidak bisa dilepaskan dengan kesehatan psikis (hati). Kondisi psikis yang kurang baik dapat berdampak terhadap kondisi fisik yang juga ikut sakit, dan sebaliknya, kondisi psikis yang baik akan berdampak membentuk kondisi fisik yang baik.

Dari konteks Pendidikan karakter, sebenarnya olah raga bukan hanya untuk membentuk fisik seseorang, tetapi juga dari membentuk kepribadiannya. Nilai-nilai karakter yang bisa dipelajari dari olah raga antara lain; sportivitas, kerja keras, sungguh-sungguh, kerjasama, pengendalian diri, kepemimpinan, saling menghormati, saling menghargai, dan sebagainya.

Saya pernah mendengar motto dari sebuah cabang olah raga beladiri, yaitu: "Orang hebat itu bukan bisa mengalahkan orang lain, tetapi mengalahkan diri sendiri." Olah raga boxer memiliki motto : "Aku ramah bukan berarti takut. Aku tunduk bukan berarti takluk." Hal itu menunjukkan bahwa seorang yang belajar ilmu bela diri bukan untuk jago-jagoan atau menyakiti orang lain, tetapi untuk mengalahkan dirinya sendiri dan membela diri saat diperlukan.

Olah rasa erat kaitannya dengan seni, karya, dan estetika (keindahan). Rasa memang kadang bersifat subjektif. Sesuatu yang menurut orang lain baik, belum tentu menurut kita, dan sebaliknya, sesuatu yang menurut kita baik, belum tentu menurut orang lain.  Misalnya, rasa sebuah sambal menurut kita terlalu pedas, tetapi menurut orang yang lain yang penyuka pedas, mungkin dianggap biasa-biasa saja.

Proses Pendidikan bertujuan untuk membentuk kepribadian seseorang. Melalui proses pengolahan rasa, peserta didik diharapkan menjadi orang yang "pandai merasa", bukan merasa pandai. Melalui pengasahan rasa, peserta didik dibentuk untuk memiliki sikap empati, peduli, dan simpati terhadap penderitaan orang lain.

Karsa erat kaitannya dengan kepeloporan, mau, atau berani untuk memulai dan mengampanyekan hal-hal yang baik, dan menghasilkan sebuah produk yang baik. Seseorang yang memiliki karsa yang baik, melakukan sesuatu tanpa pamrih, dilandasi oleh prakarsa atau kemauan diri sendiri.  Karsa juga erat kaitannya dengan kreativitas dan inovasi. Di era digital dan revolusi industri 4.0, karsa inilah yang diperlukan agar seseorang bisa maju, karena karsa bisa melahirkan kreativitas dan inovasi. 

UNICEF menyampaikan tentang empat pilar pendidikan, yaitu : (1) learning to know (belajar untuk tahu), (2) learning to do (belajar untuk melakukan), (3) learning to be (belajar untuk menjadi), (4) learning to live together (belajar untuk hidup bersama dengan masyarakat).

Learning to know berkaitan dengan bagaimana seseorang belajar untuk tahu. Proses mencari tahu itu bisa dilakukan melalui berbagai cara, seperti: membaca, berdiskusi, wawancara, dan observasi. Pengetahuan yang dimilikinya dapat menjadi bahan baginya untuk melakukan sebuah aktivitas, bekerja, atau berbagi informasi kepada orang lain.

Learning to do berkaitan dengan bagaimana proses belajar seseorang untuk melakukan suatu perbuatan. Perbuatan yang dilakukannya tentunya didasari oleh pengetahuan dan pengalamannya. Konsep ini juga erat kaitannya dengan bagaimana seseorang bisa bermanfaat bagi orang lain melalui pemikiran dan perbuatannya.

Learning to be berkaitan dengan bagaimana proses belajar untuk menjadi dirinya sendiri, memiliki karakter, atau memiliki kepribadian yang baik. Saat seseorang menjadi dirinya sendiri, maka dia memiliki kepercayaan diri yang tinggi untuk beraktualisasi diri.

Learning to live together berkaitan dengan bagaimana proses pendidikan menjadikan seseorang selain memiliki kepribadian yang baik, juga memiliki kemampuan untuk berkomunikasi, bersosialisasi, dan bersinergi dengan orang lain, karena manusia selain sebagai seorang individu, juga sebagai makhluk sosial. Konsep ini disamping mengajarkan kebersamaan, kekeluargaan, juga solidaritas antarsesama manusia.

Kemendikbud saat ini tengah menjalankan program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK). Ada 5 (lima) nilai yang ditanamkan di satuan pendidikan, yaitu: (1) religius, (2) nasionalisme, (3) integritas, (4) mandiri, dan (5) gotong royong. Kelima nilai tersebut adalah nilai minimal dan dapat dikembangkan jenis-jenis nilai lainnya melalui kegiatan pembiasaan, proses pembelajaran (intrakurikuler), kokurikuler, dan kegiatan ekstrakurikuler.

Hal tersebut menjadi modal bagi Nadiem Makarim untuk mewujudkan harapannya untuk mewujudkan pendidikan yang berbasis kompetensi dan berkarakter yang perlu dijabarkan melalui program-program yang lebih operasional. Generasi generasi Z yang disamping cerdas juga berkarakter tentunya adalah harapan kita semua dalam rangka menyongsong Indonesia emas 2045. Wallaahu a'lam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun