Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mensenyawakan Semangat Puasa dan Idul Fitri

4 Juni 2019   12:04 Diperbarui: 4 Juni 2019   12:09 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Idulfitri menjadi momentum yang pas untuk membangun rekonsiliasi, saling memaafkan, tidak mempersoalkan kembali masalah yang pernah terjadi disertai dengan mengambil hikmah dari masalah tersebut agar tidak terjadi lagi di kemudian hari, merekatkan kembali tali persaudaraan atau tali persahabatan yang pernah terputus atau pernah renggang akibat kesalahpahaman, dan sebagainya.

Hal ini dapat terjadi jika ada kesiapan hati dan kebesaran jiwa dari setiap orang yang pernah memiliki masalah untuk mau melakukannya. Pada saat pulang dari perang badar yang begitu dahsyat, Rasulullah Saw mengingatkan kepada para sahabat bahwa ada perang yang lebih besar dan perang badar, yaitu perang melawan hawa nafsu.

Hawa nafsu memang akan membawa manusia ke dalam keburukan. Rasa dendam, sakit hati, dan egois yang masih bersemayam dalam kalbu tidak dapat dipungkiri adalah salah satu bentuk manusia belum dapat menahan hawa nafsu atau belum mampu mengalahkan dirinya sendiri.

Idulfitri juga bukan ajang untuk pamer atau berlebih-lebihan, karena hal tersebut tidak disukai oleh Allah Swt. Mungkin saja sikap pamer tersebut justru akan menyakitkan bagi orang yang tidak mampu.

Sikap berlebih-lebihan menjurus kepada kemubaziran. Dalam Alquran, Allah Swt telah mengingatkan bahwa orang-orang yang suka melakukan hal yang mubazir sebagai kawannya setan.

Semoga semangat puasa dan idulfitri tidak menguap begitu saja, tetapi dapat bersemayam sekaligus bersenyawa dalam setiap kalbu umat Islam pascaramadan dan menjadikannya sebagai manusia-manusia yang memiliki jiwa dan semangat baru untuk menjadi manusia yang semakin baik dan semakin bermanfaat bagi yang orang lain, bukan hanya sekedar memakai pakaian, sandal, sepatu, dan asesoris lainnya yang serba baru yang suatu saat akan usang juga. Aamiin yra...

Oleh:
IDRIS APANDI
(Praktisi Pendidikan, Penulis Buku Aku, Ramadan, dan Literasi)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun