Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mensenyawakan Semangat Puasa dan Idul Fitri

4 Juni 2019   12:04 Diperbarui: 4 Juni 2019   12:09 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ibadah puasa mendidik umat Islam untuk memiliki sekian banyak karakter baik, seperti disiplin, tepat waktu, tanggung jawab, konsistensi, sabar, mengendalikan diri, toleran, dermawan, peduli terhadap orang lain, dan sebagainya. Dengan catatan, pelajaran itu hanya akan didapatkan oleh yang melaksanakannya secara serius, bukan hanya sekedar menggugurkan kewajiban. Dan muara dari ibadah puasa yang berkuaitas adalah meningkatkan ketakwaan kepada Allah Swt.

Hakikat idulfitri adalah kembali kepada kesucian. Saat datangnya idulfitri, umat Islam bergembira setelah sebulan lamanya berpuasa. Masjid dan lapangan penuh sesak oleh Umat Islam yang akan melaksanakan salat Id.

Takbir pun berkumandang memuji kebesaran Allah. Setelah salat Id, dilanjutkan saling bersalaman dan saling memaafkan dari semua salah dan dosa. Keluarga pun berkumpul, dilanjutkan sungkeman. Sungkem dari istri kepada suami, anak kepada orang tua, adik kepada kakak, atau orang yang lebih muda kepada orang yang lebih tua.

Hidangan lebaran tersaji dan disantap bersama-sama. Setelah itu, bersilaturahmi kepadat tetangga dan handai taulan. Ziarah kubur pun tidak lupa dilakukan untuk mendoakan keluarga yang telah meninggal sekaligus juga mengingat kematian bagi yang masih hidup.

Hari idulfitri menjadi hari yang penuh kedamaian. Mengapa demikian? Karena pada hari itu kata "maaf" menjadi kata yang sangat mudah diucapkan.

Meminta dan memberi maaf antara yang satu dengan lain disertai wajah yang ceria dan senyum yang mengembang. Kadang juga disertai pelukan, tangisan bahagia, dan tangisan haru karena teringat kepada anggota keluarga yang tidak bisa mudik, sedang dirawat di rumah sakit, atau yang telah meninggal dunia sehingga tidak dapat merayakan idulfitri bersama-sama.

Sungguh sangat luar biasa pelajaran dari puasa dan idulfitri. Ibaratnya umat Islam kembali ke titik nol. Oleh karena itu, diharapkan mampu bertransformasi menjadi manusia yang semakin bertakwa dan semakin berakhlak mulia setelah sebulan lamanya digembleng melalui puasa di bulan Ramadan, dan hal ini dapat terlihat dalam perkataan, sikap, dan perbuatannya pascaramadan.

Hal ini dapat dilakukan jika seorang muslim mampu mensenyawakan semangat puasa dan idulfitri dalam dirinya. Rajin beribadah, rajin bersedekah, rajin atau melakukan amal-amal ibadah lainnya bukan hanya pada bulan Ramadan saja, tetapi juga pada 11 bulan berikutnya.

Dan hal tersebut tidak mudah. Diperlukan konsisten (istikamah) dalam pelaksanaannya. Istikamah, sebuah kata yang mudah diucapkan, tetapi sulit dilaksanakan.

Mengapa? Karena penuh dengan tantangan dan godaan.

Manusia sebagai hamba Allah lemah dibalik sisi baiknya untuk taat kepada Allah, juga ada sisi buruknya, yaitu cenderung melanggar aturan dan tergoda setan. Oleh karena itu, Allah memerintahkan supaya setiap manusia untuk berdoa dan berupaya menjauhkan diri dari godaan setan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun