Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pesan Religi dan Kemanusiaan dari Ustaz Arifin Ilham

23 Mei 2019   16:20 Diperbarui: 24 Mei 2019   12:08 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Subhaanallaah, walhamdulillaah, walaailaahaillallaah, wallaahu akbar." Kalimat zikir tersebut begitu akrab dan identik dengan ustaz Arifin Ilham, pimpinan majelis zikir Az-Zikra Bogor. 

Saya pertama kali mendengar untaian zikir tersebut saat beliau memimpin sebuah acara zikir di sebuah stasiun TV. Dengan suaranya yang khas, serak-serak basah, beliau dengan khusyu memimpin zikir dan memberikan tausyiah kepada para jamaah yang hadir.

Wajahnya yang ramah, santun, tutur katanya halus dan lemah lembut namun berwibawa membuat jamaah tidak kuasa meneteskan air mata saat berzikir atau berdoa bersamanya. Jamaah selalu membludak setiap ada azara zikir yang dipimpinnya. 

Zikir menjadi ciri khas sekaligus alatnya untuk berdakwah kepada jamaah. Bukan hanya rakyat biasa, kalangan pejabat dan birokrat pun ikut hanyut dalam acara zikir yang dipimpinnya. Zikir memang bukan hanya sekadar diucapkan dengan lisan, tapi resapi dan dihayati sehingga hati menjadi tersentuh, lembut, untuk semakin mendekatkan diri dan memohon ampunan kepada-Nya.

Karakter dakwahnya yang lembut namun tegas dalam beramar ma'ruf dan nahi munkar menjadi hal yang membuat jamaah semakin mengagumi dan mengidolakannya. Setiap pendakwah memang memiliki ciri khas masing-masing. 

Ustaz Arifin Ilham memberikan contoh bahwa berdakwah mengajak umat beramal ma'ruf dan bernahi munkar tidak harus dilakukan dengan cara yang meledak-meledak, tidak pula dengan cara menyindir-nyindir atau merendahkan orang lain, tetapi fokus kepada penyucian diri (tazkiyatun nufus) dan menghindarkan diri dari maksiat. Intinya, dakwah itu merangkul bukan memukul, mengajak bukan menghujat, dan utamanya memberi contoh teladan, bukan hanya sekedar menyampaikan dalil.

Cara berdakwahnya yang demikian itu, membuat namanya semakin populer. Wajahnya sering muncul di berbagai spanduk acara pengajian dan mengisi ceramah di berbagai stasiun TV. Jadwal ceramahnya bukan hanya di dalam negeri, tetapi juga sampai ke luar negeri. Dalam perkembangannya, beliau pun menggunakan media sosial sebagai sarana dakwahnya.

Setiap tausiyah yang disampaikannya dengan lemah lembut ibarat sebuah oase di padang pasir, mampu menyejukkan dan menghilangkan dahaga di saat terik matahari. Hati saya pun bergetar setiap mendengarkan ceramahnya walau hanya melalui stasiun TV. 

Sepanjang pengalaman saya, saya baru sekali datang langsung ke lokasi majelis Az-Zikra di Bogor tahun 2016 dan sekali berzikir bersamanya di Masjid Agung Cimahi. Dan auranya terasa sangat luar biasa. 

Saat mengikuti zikir bersamanya secara langsung, setiap hati-hati yang keras akan menjadi lembut, setiap yang berlumuran dosa, akan menyadari kesalahannya, hingga tidak kuasa menahan jatuhnya air mata.

Dalam setiap dakwahnya, ustaz Arifin Ilham selalu mengajak kepada para jamaahnya untuk senantiasa ingat kepada Allah Swt, ingat terhadap dosa-dosa yang pernah dilakukan, bersegeralah memohon ampunan pada-Nya sebelum ajal memanggil, karena ampunan Allah ibarat samudera yang sangat luas, ajakan untuk berbuat baik kepada kedua orang tua, ajakan untuk berakhlak mulia, dan sebagainya. Intinya, banyak sekali pesan religi dan pesan-pesan kemanusiaan yang disampaikan melalui ceramah-ceramahnya tersebut.

Dalam perjalanan dakwahnya yang sangat luar biasa, beliau jatuh sakit selama beberapa tahun. Dokter mendiagnosisnya menderita kanker getah bening. Ikhtiarnya untuk sembuh dari penyakit yang dideritanya membawanya dirawat di Malaysia. 

Selama Beliau sakit, wajahnya pun jarang terlihat di stasiun TV, hanya tausyiah yang disampaikannya di media sosial yang sering bisa dibaca oleh para jamaah dan penggemarnya.

Rabu, 22 Mei 2019 pukul 23.20 WIB, kabar duka itu datang. Ustaz Arifin Ilham, sang pendakwah yang kharismatik tersebut wafat, dipanggil untuk menghadap Sang Khaliq. 

Hal tersebut adalah sebuah kehilangan yang sangat, karena bangsa Indonesia bahkan dunia masih memerlukan tausyiah-tausiyahnya yang lembut itu, namun Allah lebih sayang padanya. Jamaah harus merelakan kepergiannya menghadap Sang Maha Pencipta seraya mendoakannya. Indonesia berduka karena telah kehilangan salah satu aset  penting bagi bangsa ini. Belum ada da'i yang memiliki karakter yang yang relatif sama dengannya.

Di balik wafatnya ustaz Arifin Ilham, ada hal menarik atau pelajaran yang bisa diambil, yaitu almarhum semasa hidupnya telah menyiapkan kain kafan yang akan digunakan untuk membungkus jenazahnya dan liang lahat untuk menguburkannya. Beliau telah secara sadar menyiapkan diri jika ajal tiba.

Pesan yang dapat kita terima dari hal yang telah dilakukan oleh usatz Arifin Ilham adalah bahwa kehidupan di dunia adalah suatu hal yang fana dan sementara, suatu saat nyawa akan diambil oleh Sang Maha Pencipta. 

Sebanyak apapun harta yang dimiliki oleh seorang manusia, dia hanya berbungkus kain kafan. Baju-baju yang harganya kadang mahal dan suka dijadikan koleksi itu akan ditinggalkannya. Seluas apaun tanah yang dimiliki oleh seorang manusia, hanya tanah yang berukuran 1,5 x 2 meter yang akan menjadi rumahnya setelah meninggal. Selain itu, hanya ada tiga hal yang akan menemani seorang manusia setelah meninggal di alam baqa, yaitu sodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan doa anak yang saleh.

Orang yang masih hidup tentunya cukup sering melihat ada orang yang meninggal. Ingat mati saat terdengar pengumuman dari pengeras suara bahwa ada seseorang yang meninggal. Setelah itu kadang lupa, terlena oleh kehidupan dunia yang kadang menipu. Kematian adalah sebuah misteri. Tidak tahu kapan dan dimana akan terjadi. Oleh karenanya, manusia diingatkan agar tidak lalai, walau sebagai makhluk yang lemah, manusia tidak lepas dari godaan setan. Dia sesekali khilaf dan berbuat dosa.

Orang yang baik pada hakikatnya bukanlah orang yang tidak pernah berbuat kesalahan, tetapi segera memperbaiki diri pascamelakukan kesalahan. Dan itu bukan hal yang mudah untuk melakukannya. Dia akan dihadapkan pada tantangan dan godaan. Diperlukan perjuangan serta keistikamahan dalam melakukannya. Melakukan kebaikan dihadapkan pada tantangan seperti malas dan sedangkan melakukan melakukan keburukan disertai semangat dan suka cita. Itu pada dasarnya adalah tipu daya setan terhadap manusia.

Wafatnya Ustaz Arifin Ilham semoga menjadi pelajaran bagi kita semua bahwa kita pun akan mengalaminya pada suatu saat. Kita tentunya berharap meninggal dalam keadaan khusnul khatimah dan membawa banyak amal kebaikan.

 Waktu dan umur yang masih tersedia perlu digunakan untuk sebaik-baiknya untuk melakukan berbagai amal kebaikan sebagai bekal untuk kehidupan di akhirat. Sekecil apapun perbuatan manusia di muka bumi, akan diminta pertangungjawabannya di akhirat kelak.

Apa hal yang sudah kita persiapkan untuk menyambut datangnya ajal? Mari jawab oleh diri kita masing-masing. Wallaahu a'lam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun