Setiap pekerja baik yang bekerja di instansi pemerintah maupun swasta tentunya berharap bisa bekerja dengan nyaman di instansi tempatnya bekerja. Arti nyaman disini bisa dalam konteks fisik maupun psikologis.Â
Dalam konteks fisik, misalnya tersedianya ruangan kerja yang aman dan nyaman berupa ruangan bersih, tidak pengap, tidak gerah, penerangan yang cukup, tersedianya fasilitas pendukung seperti meja dan kursi kerja yang nyaman, instalasi listrik, komputer, laptop, akses internet, printer, ATK, cemilan, dan sebagainya.
Dalam konteks psikologis, suasana kantor yang nyaman berkaitan dengan suasana kebatinan pada pekerja yang ada di dalamnya. Misalnya ada rasa kebersamaan dalam mencapai visi dan misi organisasi, kekeluargaan, saling menghormati, saling menghargai, saling percaya, terbuka ruang untuk mengembangkan profesionalisme, ada ruang untuk menyampaikan aspirasi, mengembangkan budaya apresiasi atas prestasi yang dicapai.
Uraian di atas adalah sebuah gambaran kondisi yang ideal lahir dan batin. Pertanyaannya adalah bagaimana mewujudkannya? Upaya yang perlu dilakukan dalam konteks fisik antara lain pengelolaan lingkungan, pengadaan sarana dan prasarana yang diperlukan.Â
Sedangkan dalam konteks psikologis antara lain, perlunya kepemimpinan yang cakap, berwibawa, mampu mengayomi, membina, adil, berintegritas, melakukan manajemen terbuka (open management), demokratis, bijak, dan mampu menjadi pendengar (penyimak) yang baik.
Seorang staf tentunya memiliki tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yang harus dikerjakan olehnya. Sesuai dengan konsep right man on the place, tentunya seorang staf harus diberikan tugas, beban, atau tanggung jawab sesuai dengan kompetensinya.Â
Oleh karena itu, sebelum membagi tugas, tentunya seorang pimpinan harus memiliki peta kompetensi pegawai, melakukan assessment kompetensi agar tugas yang diberikan sesuai dengan kompetensi atau minat staf.
Jika kompetensi staf kurang, pimpinan melakukan program peningkatan kompetensi bagi para stafnya. Tujuannya agar para staf bisa bekerja dengan optimal. Staf yang kompeten tentunya akan mendukung pencapaian kinerja, visi, dan misi lembaga. Dan dalam konteks pelayanan publik, staf yang kompeten akan mendukung dalam peningkatan kualitas pelayanan publik.
Manajemen yang terbuka, akuntabel, dan dipercaya akan membuat sebuah organisasi tersebut sehat. Keterbukaan akan melahirkan saling percaya. Sikap saling percaya akan menjadi sebuah kekuatan yang sangat luar biasa mampu membangun semangat, kebersamaan, dan kekeluargaan dalam sebuah organisasi.Â
Mengapa banyak organisasi yang rapuh? Karena lunturnya atau bahkan sudah hilangnya sikap saling percaya. Mengapa tidak ada rasa saling percaya? Karena manajemen yang kurang terbuka, kurangnya ruang diskusi antara pimpinan dan staf, dan kurang terbangunnya budaya apresiasi.
Dalam sebuah manajemen yang tertutup, yang akan muncul adalah prasangka buruk (suuzon). Ketika sudah muncul sikap tidak saling percaya, maka apapun yang disampaikan baik oleh staf maupun oleh pimpinan tidak akan dipercaya. Hal yang terjadi justru saling curiga, apatisme, dan apriori.