Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pentingnya Literasi Baca-Tulis Abad ke-21

20 Maret 2019   16:53 Diperbarui: 20 Maret 2019   17:01 13824
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Saat ini pemerintah khususnya Kemendikbud tengah menumbuhkan Gerakan Literasi Sekolah (GLS). Hal ini dilatarbelakangi oleh berbagai riset yanyang menunjukkan bahwa tingkat literasi di kalangan masyarakat khususnya pelajar masih rendah. Hasil penelitian Programme for International Student Assessment (PISA) menyebut, budaya literasi masyarakat Indonesia pada 2012 terburuk kedua dari 65 negara yang diteliti di dunia. Indonesia menempati urutan ke 64 dari 65 negara tersebut. Sementara Vietnam justru menempati urutan ke-20 besar.

Pada penelitian yang sama, PISA juga menempatkan posisi membaca siswa Indonesia di urutan ke 57 dari 65 negara yang diteliti. PISA menyebutkan, tak ada satu siswa pun di Indonesia yang meraih nilai literasi ditingkat kelima, hanya 0,4 persen siswa yang memiliki kemampuan literasi tingkat empat. Selebihnya di bawah tingkat tiga, bahkan di bawah tingkat satu.

Data statistik UNESCO 2012 yang menyebutkan indeks minat baca di Indonesia baru mencapai 0,001. Artinya, setiap 1.000 penduduk, hanya satu orang saja yang memiliki minat baca. Angka UNDP juga mengejutkan bahwa angka melek huruf orang dewasa di Indonesia hanya 65,5 persen saja. Sedangkan Malaysia sudah 86,4 persen.

Sebuah survei yang dilakukan Central Connecticut State University di New Britain yang bekerja sama dengan sejumlah peneliti sosial menempatkan Indonesia di peringkat 60 dari 61 negara terkait minat baca. Survei dilakukan sejak 2003 hingga 2014. Indonesia hanya unggul dari Bostwana yang puas di posisi 61. Sedangkan Thailand berada satu tingkat di atas Indonesia, di posisi 59. (Media Indonesia, 30/08/2016).

Gerakan literasi merupakan salah satu bentuk penumbuhan budi pekerti atau pendidikan karakter. Hal yang menjadi dasarnya adalah Permendibud nomor 23 tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Bentuk gerakan literasi di sekolah antara lain; pembiasaan membaca buku nonteks 15 menit sebelum pembelajaran, membuat pojok baca, membuat pohon literasi, majalah dinding (mading), laporan bacaan buku, dan sebagainya.

Ada 6 (enam) jenis literasi dasar, yaitu; (1) literasi baca-tulis, (2) literasi numerasi, (3) literasi finansial, (4) literasi sains, (5) literasi sains dan kewarganegaraan, (6) literasi teknologi informasi, dan komunikasi. Kalau keenam literasi literasi ini mau dikerucutkan lagi, maka literasi baca-tulis menjadi literasi yang paling utama.  Literasi baca-tulis pada pendidikan dasar, khususnya pada jenjang SD harus diperkuat, karena SD adalah fondasi dalam pendidikan siswa di lembaga formal. Literasi merupakan pintu gerbang untuk menguasai materi pelajaran. Di kelas rendah (I-III) diajarkan membaca, menulis, dan berhitung (CALISTUNG) yang notabene merupakan literasi yang paling mendasar.

Literasi secara sederhana diartikan sebagai keberaksaraan. Dalam perkembangannya, literasi bukan hanya diidentikkan dengan kemampuan calistung, tetapi juga pada aspek yang lain seperti kemampuan memilih dan memilah informasi, berkomunikasi, dan bersosialisasi dalam masyarakat. UNESCO tahun 2003 menyatakan bahwa "Literasi lebih dari sekedar membaca dan menulis. Literasi juga mencakup bagaimana seseorang berkomunikasi dalam masyarakat. Literasi juga bermakna praktik dan hubungan sosial yang terkait dengan pengetahuan, bahasa, dan budaya."

Kemudian pasal 1 ayat (4) Undang-undang nomor 3 Tahun 2017 tentang Perbukuan menyatakan bahwa: "Literasi adalah kemampuan untuk memaknai informasi secara kritis sehingga setiap orang dapat mengakses ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai upaya dalam meningkatkan kualitas hidupnya."

Walau pengertian literasi sudah berkembang, aktivitas membaca dan menulis merupakan hal yang paling mendasar dalam literasi. Mengapa demikian? Karena memilih dan memilah informasi tentunya dilakukan dengan membaca. Dan aktivitas membaca hanya dilakukan jika ada bacaan yang notabenekarya para penulis.

Kecakapan Abad ke-21

Digulirkannya kurikulum 2013 diharapkan dapat memberikan kecakapan abad ke-21 kepada peserta didik. Hal ini untuk menyikapi tuntutan zaman yang semakin kompetitif. Adapun pembelajaran abad ke-21 mencerminkan 4 (empat) hal. Pertama, kemampuan berpikir kritis (critical thinking skill).Kegiatan pembelajaran dirancang untuk mewujudkan hal tersebut melalui penerapan pendekatan saintifik (5M), pembelajaran berbasis masalah, penyelesaian masalah, dan pembelajaran berbasis projek.

Guru jangan risih atau merasa terganggu ketika ada siswa yang kritis, banyak bertanya, dan sering mengeluarkan pendapat. Hal tersebut sebagai wujud rasa ingin tahunya yang tinggi. Hal yang perlu dilakukan guru adalah memberikan kesempatan secara bebas dan bertanggung bertanggung jawab kepada setiap siswa untuk bertanya dan mengemukakan pendapat. Guru mengajak siswa untuk menyimpulkan dan membuat refleksi bersama-sama. Pertanyaan-pertanyaan pada level HOTS dan jawaban terbuka pun sebagai bentuk mengakomodasi kemampuan berpikir kritis siswa.

Kedua, kreativitas (creativity). Guru perlu membuka ruang kepada siswa untuk mengembangkan kreativitasnya. Kembangkan budaya apresiasi terhadap sekecil apapun peran atau prestasi siswa. Hal ini bertujuan untuk memotivasi siswa untuk terus meningkatkan prestasinya. Tentu kita ingat dengan Pak Tino Sidin, yang mengisi acara menggambar atau melukis di TVRI sekian tahun silam. Beliau selalu berkata "bagus" terhadap apapun kondisi hasil karya anak-anak didiknya. Hal tersebut perlu dicontoh oleh guru-guru masa kini agar siswa merasa dihargai.

Peran guru hanya sebagai fasilitator dan membimbing setiap siswa dalam belajar, karena pada dasarnya setiap siswa adalah unik. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Howard Gardner bahwa manusia memiliki kecerdasan majemuk. Ada 8 (delapan) jenis kecerdasan majemuk, yaitu; (1) kecerdasan matematika-logika, (2) kecerdasan bahasa, (3) kecerdasan musikal, (4) kecerdasan kinestetis, (5) kecerdasan visual-spasial, (6) kecerdasan intrapersonal, (7) kecerdasan interpersonal, dan (8) kecerdasan naturalis.

Ketiga, komunikasi (communication).Abad 21 adalah abad digital. Komunikasi dilakukan melewati batas wilayah negara dengan menggunakan perangkat teknologi yang semakin canggih. Internet sangat membantu manusia dalam berkomunikasi. Saat ini begitu banyak media sosial yang digunakan sebagai sarana untuk berkomunikasi. Melalui smartphoneyang dimilikinya, dalam hitungan detik, manusia dapat dengan mudah terhubung ke seluruh dunia.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian komunikasi adalah pengiriman dan penerimaan pesan atau berita dari dua orang atau lebih agar pesan yang dimaksud dapat dipahami. Sedangkan Wikipedia dinyatakan bahwa komunikasi adalah "suatu proses dimana seseorang atau beberapa orang, kelompok, organisasi, dan masyarakat menciptakan, dan menggunakan informasi agar terhubung dengan lingkungan dan orang lain".

Komunikasi tidak lepas dari adanya interaksi antara dua pihak. Komunikasi memerlukan seni, harus tahu dengan siapa berkomunikasi, kapan waktu yang tepat untuk berkomunikasi, dan bagaimana cara berkomunikasi yang baik. Komunikasi bisa dilakukan baik secara lisan, tulisan, atau melalui simbol yang dipahami oleh pihak-pihak yang berkomunikasi.

Komunikasi dilakukan pada lingkungan yang beragam, mulai di rumah, sekolah, dan masyarakat. Komunikasi bisa menjadi sarana untuk semakin merekatkan hubungan antar manusia, tetapi sebaliknya bisa menjadi sumber masalah ketika terjadi miskomunikasi atau komunikasi kurang berjalan dengan baik. Penguasaan bahasa menjadi sangat penting dalam berkomunikasi. Komunikasi yang berjalan dengan baik tidak lepas dari adanya penguasaan bahasa yang baik antara komunikator dan komunikan.

Kegiatan pembelajaran merupakan sarana yang sangat strategis untuk melatih dan meningkatkan kemampuan komunikasi siswa, baik komunikasi antara siswa dengan guru, maupun komunikasi antarsesama siswa. Ketika siswa merespon penjelasan guru, bertanya, menjawab pertanyaan, atau menyampaikan pendapat, hal tersebut adalah merupakan sebuah komunikasi.

Keempat, kolaborasi (collaboration).Pembelajaran secara berkelompok, kooperatif melatih siswa untuk berkolaborasi dan bekerjasama. Hal ini juga untuk menanamkan kemampuan bersosialisasi dan mengendalikan ego serta emosi. Dengan demikian, melalui kolaborasi akan tercipta kebersamaan, rasa memiliki, tanggung jawab, dan kepedulian antar anggota.

Berdasarkan kepada uraian diatas, maka dapat diambil sebuah benang merah bahwa terdapat kaitan yang sangat erat antara literasi baca-tulis dengan kecakapan abad ke-21, karena empat kecakapan yang harus dimiliki oleh peserta didik akan dapat diketahui, dipahami, dan dikuasi jika peserta didik mau membaca.

Para guru atau pegiat literasi harus menciptakan suatu kondisi dimana aktivitas membaca bukan hanya sekedar sebuah kewajiban, tetapi secara bertahap menjadikannya sebagai kebiasaan, budaya, bahkan hobi. Jika literasi baca telah kuat, maka tahap berikutnya, yaitu literasi tulis tidak terlalu berat untuk diwujudkan walau orang yang rajin membaca pun tidak selalu identik dengan pandai menulis, tetapi setidaknya telah memiliki modal awal yang potensial. Dengan demikian, generasi yang kuat dalam literasi baca dan tulis akan menjelma menjadi pendorong untuk lahirnya generasi yang memiliki kecakapan abad 21. Wallaahu a'lam.

 Ditulis oleh: Idris Apandi (Ketua Komunitas Pegiat Literasi Jabar/KPLJ)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun