Pasal 1 ayat (1) undang-undang nomor 14 tahun 2005 menyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Sebagai tenaga profesional, guru wajib meningkatkan profesionalismenya secara berkelanjutan mengingat semakin dinamisnya tantangan dan tuntutan yang dihadapi oleh mereka. Belum lagi kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan utamanya dalam kurikulum menuntut guru untuk mampu beradaptasi dengan cepat.
Ada sebagian pihak menilai bahwa sertifikasi dan tunjangan tunjangan profesi yang diterima oleh guru belum berdampak terhadap peningkatan profesionalismenya, tetapi walau demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa sudah banyak guru yang secara sadar meningkatkan profesionalismenya baik dalam bentuk peningkatan kualifikasi pendidikan maupun berbagai forum ilmiah seperti diklat, workshop, atau seminar.
Salah satu jenis kegiatan peningkatan profesionalisme guru adalah menulis Karya Tulis Ilmiah (KTI). Semangat peningkatan profesionalisme bertaut dengan gelora gerakan literasi yang terwujud dalam berbagai kegiatan pelatihan atau workshop menulis, diantaranya menulis buku. Pemerintah, organisasi profesi guru, komunitas, atau penerbit banyak yang melaksanakan kegiatan tersebut.
Banyak guru yang menjelma menjadi penulis buku. Ribuan judul buku sudah banyak dihasilkan oleh mereka. Hal ini tentunya berdampak positif menambah gairah gerakan literasi yang digaungkan oleh pemerintah. Saat ini guru mudah menerbitkan buku, karena ditunjang oleh adanya penerbitan indie yang memfasilitasi mereka menerbitkan buku secara mandiri (self publishing).
Tingginya semangat guru dalam menulis buku tidak otomatis menggairahkan dunia perbukuan. Guru yang telah menerbitkan buku secara indie kadang bingung harus menjual ke mana, karena mereka adalah penulis pemula, belum memiliki jaringan, dan ada yang kurang percaya diri dengan kualitas hasil karya mereka sendiri. Akibatnya, ada yang menulis buku pertama kali, selanjutnya tidak menulis buku lagi, buku-buku menumpuk tidak terjual, dan modal tidak kembali.
Tidak dapat dipungkiri kemampuan menulis buku bagi penulis indie harus disertai pula dengan kemampuan memasarkannya. Meraih pasar bukan hal yang mudah, karena kaitannya dengan masalah kualitas dan masalah kepercayaan dari pasar itu sendiri, apakah mau menerima karya-karya guru penulis pemula atau tidak?
Walau demikian, bukan mustahil guru yang menulis buku pada awalnya sulit meraih pasar, tapi lambat laun bisa meraih pasar, bukunya larus manis, best seller, bahkan bisa menembus penerbit mayor.
Ukuran best seller memang tidak ada patokan yang kaku. Penerbit indie dan penerbit mayor berbeda soal kriteria buku best seller. Buku yang diterbitkan di penerbit indie, laku 500 eksempar sudah termasuk best seller, sedangkan di penerbit mayor, best seller misalnya kalau bisa menembus penjualan di atas 5000 eksemplar. Pasar utama bagi buku-buku yang diterbitkan oleh guru, ya para guru itu sendiri, sedangkan pendidik dan tenaga kependidikan yang lain menjadi pasar tambahan.
Berdasarkan pengalaman saya pribadi, obrolan saya dengan sesama penulis, mengamati buku-buku di toko-toko buku, pameran buku, membaca artikel-artikel yang berkaitan dengan masalah penulisan dan penjualan buku, saya berkesimpulan bahwa kalau buku-buku yang diterbitkan oleh guru mau laku di pasaran, maka dia harus mengetahui jenis buku apa saja yang diperlukan oleh guru.
Menurut saya, ada beberapa jenis buku yang berpotensi menjadi best seller. Pertama, buku-buku "how to" atau buku-buku yang memberikan pemahaman kepada guru bagaimana cara melakukan suatu pekerjaan atau menghasilkan sebuah produk. Buku-buku "how to" yang menarik perhatian guru biasanya judul-judulnya bombastis dan membuat penasaran pembaca. Misalnya "4 jam menguasai cara menulis artikel", "Kiat Jitu Menulis Best Practice, "5 Jam Lancar Berbahasa Inggris", "8 Kiat Menjadi Guru Juara  di Hati Siswa", "5 Langkah Praktis  Menyusun RPP", "Cara Praktis Menulis soal HOTS",  "10 Cara Mengajar Efektif di Era Millenial", "Jangan Menjadi Guru Malapraktik", dan sebagainya.