Saat ini gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil meluncurkan program pendidikan karakter masagi. Hal ini selain bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan, juga untuk menguatkan pendidikan karakter berbasis nilai kearifan lokal (sunda) bagi para peserta didik. Nilai-nilai filosofis yang diintegrasikan antara lain; harti, surti, bukti, dan bakti. Hal ini untuk melengkapi nilai-nilai yang sebelumnya telah dimunculkan dalam pendidikan masagi seperti cinta agama, bela negara, cinta budaya, dan cinta lingkungan.
Upaya tersebut dilakukan kondisi masyarakat yang mengalami krisis karakter dan degradasi moral. Belum lagi bahaya dari radikalisme yang saat ini menjadi tantangan dalam menjaga keutuhan kehidupan berbangsa dan bernegara. Potret krisis karakter bangsa setidaknya bisa dilihat dari postingan atau komentar di media sosial yang berisi cacian, hinaan, fitnah, dan hoaks. Akibatnya, banyak masyarakat yang berselisih gara perbedaan pendapat, perbedaan pilihan politik, dan sebagainya.
Pelaksanaan pendidikan masagi sebagai program khas Jawa Barat dalam bidang pendidikan tidak akan lepas dari peran guru, karena guru adalah ujung tombak pembelajaran. Merekalah figur yang akan banyak berinteraksi dengan para peserta didik di sekolah. Oleh karena itu, untuk mewujudkan pendidikan yang masagi, tentunya diperlukan guru yang "masagi". Menurut saya, sedikitnya ada 3 (tiga) hal yang perlu "masagi" dari seorang guru, yaitu (1) masagi kompetensinya, (2) masagi kesejahteraannya, dan (3) masagi perlindungannya.
Â
Masagi KompetensinyaÂ
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 mengamanatkan bahwa seorang guru harus memiliki 4 (empat) kompetensi, yaitu (1) kompetensi pedagodik (2) kompetensi profesional, (3) kompetensi kepribadian, dan (4) kompetensi sosial. Kompetensi pedagogik erat kaitannya dengan didaktik (ilmu mengajar) dan metodik (cara menyampaikan pelajaran). Hal ini juga tidak lepas dari psikologi pendidikan dan psikologi pembelajaran yang harus dikuasai oleh guru.
Kompetensi profesional adalah penguasaan guru terhadap materi atau bahan ajar yang akan disampaikan kepada peserta didik. Kompetensi kepribadian kaitannya dengan sejumlah karakter positif yang dimiliki oleh seorang guru seperti disiplin, tanggung jawab, ramah, rendah hati, santun, mampu mengendalikan emosi, dan sebagainya. Dan kompetensi sosial kaitannya dengan kemampuan guru dalam berinteraksi, berkomunikasi, dan bersosialisasi dengan sesama pendidik dan tenaga kependidikan, peserta didik, orang tua siswa, dan masyarakat.
Sejumlah kompetensi tersebut dipelajari oleh calon-calon guru saat kuliah S-1 dan ditingkatkan setelah menjadi guru melalui berbagai kegiatan melalui melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, mengikuti kegiatan di KKG/MGMP/MGBK, diklat, seminar, workshop, dan sebagainya. Beberapa tahun yang lalu pernah ada program Uji Kompetensi Guru (UKG). UKG pernah dikaitkan dengan sertifikasi tapi pada akhirnya hanya berfungsi untk memotret kompetensi guru pada kompetensi pedagogik dan profesional. Dan tindak lanjut pasca UKG adalah guru mengikuti program peningkatan mutu guru baik dalam jaringan (daring) maupun luar jaringan (luring) melalui Program Keprofesian Berkelanjutan (PKB).
Dalam konteks nilai-nilai karakter yang ditekankan dalam pendidikan masagi, para guru pun harus mendapatkan sosialisasi karena merekalah yang nanti akan melaksanakannya dalam pembelajaran (intrakurikuler). Walau demikian, pendidikan karakter bukan hanya dilakukan melalui pembelajaran saja, tetapi juga melalui pembiasaan dan ekstrakurikuler.
Masagi Kesejahteraannya
Masalah kesejahteraan guru menjadi isu yang selalu menarik untuk dibahas. Pasca digulirkannya sertifikasi guru pada tahun 2006, kesejahteraan guru mulai meningkat. Profesi guru yang awalnya kurang diperhitungkan, mulai banyak yang meminatinya dengan harapan mendapatkan Tunjangan Profesi Guru (TPG).
Peningkatan kesejahteraan diharapkan berdampak terhadap peningkatan profesionalismenya, tetapi hasil studi Bank Dunia tahun 2010 menyatakan bahwa sertifikasi guru baru berdampak terhadap peningkatan kesejahteraan guru, tetapi belum berdampak terhadap peningkatan profesionalisme guru. Hal tersebut tentunya perlu menjadi bahan evaluasi dan introspeksi bagi para guru agar peningkatan kesejahteraan guru juga berdampak terhadap peningkatan profesionalismenya.
Kesejahteraan bukan hanya identik dengan terpenuhinya kebutuhan lahir seperti sandang, pangan, dan papan, tetapi juga terpenuhinya kebutuhan batin seperti ketenangan dan kenyamanan saat melaksanakan tugas. Suasana kerja yang kondusif, nyaman, hubungan baik antarpersonal yang baik, tidak ada diskriminasi dari pimpinan akan melahirkan kesejahteraan batin. Selain itu, kesejahteraan batin akan diperoleh melalui sikap syukur dan kanaah terhadap anugerah dari Tuhan.
Masagi Perlindungannya
Sebagai tenaga profesional, guru perlu mendapatkan perlindungan. Hal ini merupakan amanat Undang-undang Nomor 14 tahun 2014 tentang Guru dan Dosen. Lalu ditindaklanjuti melalui Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2017 Â tentang Guru, dan Permendikbud Nomor 10 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pendidik dan Tenaga Kependidikan.
Ada empat jenis perlindungan guru, yaitu: (1) perlindungan hukum, (2) perlindungan profesi, (3) perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja, dan (4) perlindungan ha katas kekayaan intelektual. Perlindungan hukum meliputi perlindungan terhadap guru dari tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, dan/atau perlakuan tidak adil dari peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, dan/atau pihak lain yang terkait dengan pelaksanaan tugas sebagai guru.
Perlindungan profesi meliputi perlindungan guru dari pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam menyampaikan pandangan, pelecehan terhadap profesi, dan/ atau pembatasan atau pelarangan lain yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugas.
Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja meliputi perlindungan terhadap risiko gangguan dan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/ atau risiko lain. Dan perlindungan hak atas kekayaan intelektual meliputi hak cipta, dan/ atau hak kekayaan industri.
Berdasarkan hal tersebut, pemerintah khususnya pemerintah provinsi Jawa Barat, kabupaten, dan kota perlu melakukan berbagai program untuk mewujudkan guru yang "masagi" kompetensinya, masagi kesejahteraannya, dan masagi perlindungannya dalam mendukung pendidikan Jabar Masagi.
GURU MASAGI UNTUK PENDIDIKAN JABAR MASAGI
Oleh:
IDRIS APANDI
(Widyaiswara LPMP Jawa Barat, Penulis Buku Menjadi Juara di Hati Siswa)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H