Jum'at, 2 November 2018, tidak seperti biasanya, jelang terbang dari bandara Husein Sastranegara menuju bandara Radin Inten II Lampung, hati saya berdebar-debar, karena ditengah suasana musibah jatuhnya pesawat Lion Air JT-610, ada perasaan was-was yang saya rasakan. Walau demikian, saya tetap berdoa dan pasrah, menyerahkan urusan nasib dan takdir kepada Allah Swt.
Setelah ada pengumuman dari pihak bandara pukul 10.50, bismillah, kaki saya pun melangkah menuju pintu keberangkatan nomor 5 dan menuju pesawat Wings Air IW 1210. Saya pun duduk di kursi 4F yang sesuai boarding pass yang saya miliki. Sepanjang perjalanan, saya tak henti-hentinya berdoa semoga selamat sampai tujuan. Dan alhamdulillah, pesawat yang saya tumpangi mendarat dengan selamat di bandara Radin Inten II pada pukul 11.50 WIB.
Setelah menunggu sekitar 30 menit, saya pun dijemput oleh bu Syifahayu yang menjadi perantara saya diundang oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Lampung Utara mengisi materi pada Bimbingan Teknis (Bimtek) "Satu Guru Satu Buku" bagi guru dan pengawas. Selain saya, masih ada narasumber lainnya, yaitu Drs. Slamet Riyanto, M.Pd., guru SMAN 2 Wonosari Yogyakarta. Oleh karena itu, mobil jemputan tidak langusung pergi lagi, tetapi menunggu Pak Slamet sampai di bandara. Sekitar pukul 15.30 pesawat yang ditumpangi Pak Slamet sampai di bandara. Lalu kendaraan yang kami kendarai pun menuju ke Kotabumi Lampung Utara, dan sampai ke sebuah hotel sekitar pukul 20.00 WIB.
Sabtu, 3 November 2018, pagi hari sejumlah peserta melakukan registrasi pada kegiatan yang bertajuk "Bukuku Prestasiku, Karyaku Sejarah Hidupku." Mereka tampak semangat mengikuti kegiatan Bimtek. Setelah upacara pembukaan, saya menyampaikan materi yang intinya memotivasi guru untuk menulis, karena target dari kegiatan tersebut adalah para peserta mampu menulis dan menerbitkan buku. Bahkan mereka menandatangani pakta integritas bahwa mereka akan mencapai target satu buku pada akhir tahun 2018.
Pada kegiatan tersebut, saya membakar semangat sekaligus "memprovokasi" bahwa mereka bisa menulis buku. Pada prinsipnya, menulislah dengan merdeka, menulislah sesuai dengan passion masing-masing. Seumur hidup, minimal ada satu buku yang bisa dihasilkan dan menjadi "warisan intelektual" dari sang penulis untuk anak cucunya. Bak tersengat, mereka sangat antusias untuk menulis, minimal menghasilkan buku perdana mereka. Semoga hal tersebut bisa menjadi pemacu sekaligus pemicu mereka untuk berkarya, menjadi buku yang "berbeda" melalui karya.
Selain dimotivasi, para peserta pun diberikan ilmu langkah-langkah praktis menulis buku, walau tentunya tidak bisa simsalabim. Setelah para peserta memiliki pengetahuan awal cara-cara menulis buku, mereka bisa melanjutkan projek menulis buku, karena indikator keberhasilan dari kegiatan bimtek tersebut adalah terbitnya buku-buku milik peserta.
Mengapa perlu menulis buku? Disamping sebagai bentuk pengembangan profesi guru, juga dalam rangka membangun budaya literasi di kalangan guru. Sebagaimana diketahui bahwa saat ini pemerintah sedang menggembor-gemborkan Gerakan Literasi Sekolah (GLS). Sasaran GLS bukan hanya untuk siswa, tetapi juga pendidik dan tenaga kependidikan, bahkan mereka harus bisa menjadi contoh para siswanya untuk melahirkan karya. Jangan hanya mendorong siswa membaca dan menulis, tetapi dirinya sendiri belum rajin membaca dan menulis.
Setelah materi yang disampaikan oleh saya dan Pak Slamet Riyanto, para peserta diajak untuk praktek belajar menulis, minimal membuat lay out draft buku yang akan ditulis untuk nanti dilanjutkan pada saat tugas mandiri. Ada beberapa orang peserta yang telah memiliki draft buku yang akan diterbitkan, tetapi masih banyak juga yang belum memiliki draft buku. Oleh karena itu, para peserta pun brainstorming dengan narasumber jenis buku apa yang akan ditulis, dan akan dibimbing oleh narasumber.
Peserta mengalami kesulitan? Iya. Kebingungan? Wajar, karena itu adalah kali pertama mereka berlatih menulis buku. Perlu setahap demi setahap berlatih menulis, yang pasti, menulis buku bukan hal yang mudah, perlu kesungguhan, harus banyak membaca, dan referensi, perlu menyediakan waktu, bahkan dana jika buku tersebut mau diterbitkan secara indie atau self publishing.
Dengan adanya Bimtek Sagusabu bagi guru-guru di Kabupaten Lampung Utara semoga berdampak terhadap peningkatan kemampuan dan peningkatan produktivitas guru dalam menulis. Para guru yang awalnya bingung, minder, kurang percaya diri, dan tidak memiliki motivasi menulis buku menjadi termotivasi dan mau untuk menulis sehingga GLS di Lampung Utara semakin terbangun. Salam Literasi!
Oleh:
IDRIS APANDI
(Widyaiswara LPMP Jawa Barat, Penulis Ratusan Artikel  dan Puluhan Buku)