Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kekerasan Suporter dan Potret Buram Karakter Bangsa

25 September 2018   17:52 Diperbarui: 25 September 2018   17:54 645
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pengeroyokan hingga tewas seorang suporter Persija Jakarta bernama Haringga Sirilla oleh sekelompok oknum suporter Persib Bandung menyisakan duka mendalam bagi kedua orang tuanya. Sang ibu begitu histeris ketika melihat video pengeroyokan anaknya tersebut. Tidak habis pikir mengapa anaknya diperlakukan seperti itu?

Bukan hanya ibu korban yang menyesalkan peristiwa tersebut, sesama suporter dan para pemain Persib sangat menyayangkan aksi brutal tersebut. Kemenangan 3-2 Persib atas Persija tanggal 23 September 2018 di stadion GBLA ternoda oleh perilaku tidak berperikemanusiaan bobotoh Persib. Hal ini sangat merugikan dan merusak nama besar dan serta reputasi Viking dan Persib.

Aksi brutal atau tawuran antarsuporter menjadi bagian kelam dunia sepak bola. Inggris dikenal memiliki hooligan yaitu suporter fanatik yang suka membuat keributan. Di level klub juga ada kelompok suporter fanatik dan garis keras. Aksi kekerasan juga bukan hanya terjadi antarsuporter, juga bisa terjadi antar pemain di lapangan, atau pemain terhadap penonton.

Tanggal 29 Mei 1985 terjadi kerusuhan penonton yang dikenal sebagai Tragedi Haysel saat final piala Champion antara Juventus (Italia) dan Liverpool (Inggris) di stadion Haysel Brussel Belgia yang memakan korban 39 orang meninggal. Tahun 1995 di Liga Inggris pemain Manchester United Eric Cantona melakukan "tendangan kungfu" kepada seorang suporter Criystal Palace, lalu pada piala Dunia 2006 antara Perancisdan Italia, Kapten Perancis Zinedine Zidane menanduk dada pemain bertahan Italia Marco Materazzi. Tiga kasus tersebut menggambarkan bahwa aksi kekerasan terjadi di level klub internasional bahkan level piala dunia. Pemain top dunia sekaliber Eric Cantona dan Zinedine Zidane pun pernah tersulut emosi oleh provokasi penonton dan provokasi sesama pemain.

Di Indonesia, kekerasan dan aksi tawuran melibatkan kelompok suporter yang timnya memiliki persaingan klasik dalam liga sepak bola atau tim satu kota yang juga bersaing ketat. Penyebabnya biasanya akibat kesalahpahaman, hal-hal sepele, saling ledek, saling ejek, tim kesayangan atau harga diri kelompoknya direndahkan, ingin menunjukkan "keakuan" atau eksistensi kelompoknya terhadap kelompok lain, apalagi rata-rata para suporter itu banyak yang masih remaja, pola pikirnya belum matang sehingga mudah terpancing emosi.

Aksi kekerasan pada di dunia sepak bola adalah cerminan sepak bola belum menjadi olah raga yang benar-benar menjunjung tinggi semangat fair play dan sportivitas. Selain itu, juga menggambarkan karakter bangsa, khususnya fanatisme terhadap kelompok yang berlebihan dan salah kaprah.

Berkaitan dengan sikap suporter memang terjadi perbedaan yang mencolok. Saat Timnas Indonesia bertanding melawan timnas negara lain, suporter berbagai klub menyerukan dukungan yang sama terhadap timnas, tetapi giliran mendukung klub kesayangannya, maka konflik antarsuporter kembali terjadi, padahal katanya sepak bola bisa menyatukan bangsa.

 Disamping dipengaruhi oleh panasnya persaingan, fanatisme sempit, atribut yang digunakan, bisa juga mereka melakukan aksi kekerasan karena bawah pengaruh minuman keras.

Aksi kekerasan yang terjadi pada suporter sepak bola di Indonesia hanya salah satu contoh saja aksi kekerasan yang terjadi di masyarakat. Tawuran pelajar, tawuran mahasiswa, tawuran warga, bahkan tawuran antarpolitisi sudah menjadi tontonan hampir setiap hari di layar TV. Akibatnya, hal tersebut sudah dianggap sebagai hal yang biasa.

Aksi kekerasan yang terjadi di masyarakat merupakan gambaran terjadinya krisis karakter bangsa. Padahal Indonesia adalah negara yang berdasarkan Pancasila dimana pada sila kedua dinyatakan "Kemanusiaan yang Adil dan Beradab", berlandaskan UUD 1945 yang di dalamnya mengatur perlindungan Hak Asasi Manusia, serta berpedoman kepada norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Ini perlu menjadi bahan renungan bagi semua komponen bangsa. Apa masalahnya? Dan bagaimana cara memperbaikinya?

Kurangnya keteladanan pemimpin, dampak negatif globalisasi, dan dampak negatif tayangan media disinyalir menjadi penyebab krisis karakter bangsa saat ini. Oleh karena itu, penyelesaiannya tidak bisa hanya mengandalkan salah satu pihak saja. Perlu kerjasama berbagai pihak terkait, mulai dari keluarga, sekolah, dan masyarakat, termasuk dalam hal membangun karakter suporter sepak bola, karena sepak bola adalah olah raga yang sangat mengakar di masyarakat

 Dari sepak bola kita bisa belajar sportivitas, kerjasama tim, tanggung jawab, kepemimpinan, nasionalisme, pengendalian emosi, kematangan menyusun strategi, dan sebagainya. Sepak bola seyogianya untuk memperbaiki karakter bangsa, bukan sebaliknya. Wallaahu a'lam. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun