Keinginan guru untuk menulis buku patut didukung diberikan apreasiasi. Walau demikian, tetap harus memperhatikan kualitas agar buku yang diterbitkan tidak asal jadi. Kegiatan menulis terdiri dari tiga tahapan, yaitu (1) prapenulisan, (2) proses penulisan, dan (3) pascapenulisan. Prapenulisan yaitu menyusun line out atau mirip daftar isi buku yang akan ditulis. Kegiatan penulisan berupa menulis draft buku, dan kegiatan pascapenulisan berupa editing, revisi, hingga naskah siap diterbitkan.
Penulisan buku memang bukan hal yang sepele. Perlu dilakukan secara serius dan fokus, karena buku tersebut akan dibaca sekaligus dinilai kualitasnya oleh orang lain. Oleh karena itu, dalam proses penulisan, terlebih lagi dalam proses editing, sebuah draft buku harus dibaca berkali-kali.
Untuk buku yang ditulis oleh sendiri, proses penulisan dan editing dilakukan sendiri, atau dilakukan editor penerbit. Kualitas dari penulisan pun relatif sama. Sedangkan buku yang ditulis oleh banyak penulis, biasanya ada seseorang yang dipercaya untuk menjadi koordinator, kurator, dan editor.Â
Mengingat bahwa jumlah penulis antologi biasanya cukup banyak dengan kemampuan yang beragam, tidak tertutup kemungkinan kualitasnya pun beragam.
Berdasarkan kepada uraian tersebut di atas, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika menulis buku antologi yaitu; (1) tentukan jenis tulisan yang akan dijadikan buku apakah fiksi atau nonfiksi, (2) tentukan jumlah penulis yang karyanya akan dibukukan, dan (3) tentuan kriteria, aturan, atau rambu-rambu penulisan (ukuran kertas, margin, spasi, jenis dan ukuran huruf, batas waktu pengumpulan naskah), dan (4) tentukan koodinator, curator, dan editornya. Hal ini untuk mendukung kelancaran proses penulisan buku dan penjaminan kualitas buku yang diterbitkan.
Selama proses penulisan draft tulisan, para penulis perlu diberikan ruang untuk diskusi atau konsultasi dengan pakar atau rekan sejawat yang dipandang mampu memberikan saran atau koreksi terhadap tulisannya agar kualitas tulisannya baik.Â
Sebelum naskah diserahkan kepada koordinator atau kurator, upayakan naskah tersebut sudah diketik rapi dan diedit untuk mempermudah kurator atau editor mengecek kembali kelayakan naskah berdasarkan ketentuan yang berlaku.
Dalam proses editing, editor perlu memberikan umpan balik (feed back)Â kepada penulis berkaitan dengan draft yang dikirimkan oleh para penulis. Jika ada yang perlu diperbaiki, berikan tanda bagian mana yang harus direvisi serta berikan saran cara untuk memperbaikinya agar penulis terbantu mendapatkan solusi. Proses ini menjadi sangat penting karena sebelum buku dicetak harus dipastikan naskah tersebut sudah fix dan bebas dari kesalahan-kesalahan baik kesalahan redaksional, kesalahan pengetikan, dan kesalahan penggunaan tanda baca.
Untuk menjaga mutu buku antologi, editor harus berani tegas untuk menolak naskah yang diserahkan oleh penulis, jika naskah tersebut tidak sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati sebelumnya atau kualitas naskah terlalu rendah dibandingkan dengan naskah-naskah yang lain. Hal tersebut tentunya harus dikomunikasi secara baik dengan penulis agar penulis bisa memahamnya dan semangat menulisnya tidak down.
Suatu saat saya pernah mendapatka keluhan dari seorang guru yang juga bergabung dalam kegiatan penulisan buku antologi bahwa buku yang dihasilkan kurang memuaskan. Naskahnya seperti tidak diperiksa kembali oleh editor, penulis tidak mendapatkan umpan balik (feed back) dari editor berupa komentar atau saran untuk perbaikan dan masih kesalahan pengetikan.
Organisasi profesi atau komunitas yang telah biasa menerbitkan buku antologi sebenarnya sudah memiliki aturan main sendiri, bahkan ada cukup ketat dalam menentukan kriteria naskah yang layak masuk buku antologi. Walau demikian, semangat dari penulisan antologi di kalangan guru adalah membangun semangat menulis dalam rangka menyukseskan gerakan literasi.