MENINGKATKAN KEMAMPUANÂ PUBLIC SPEAKINGÂ GURU
Oleh:
IDRIS APANDI
(Widyaiswara LPMP Jawa Barat, Penulis Buku Menjadi Guru Juara di Hati Siswa)
Salah satu tugas guru adalah melaksanakan pembelajaran. Salah satu aktivitas, bahkan bisa dikatakan aktivitas yang dominan dilakukan guru saat pembelajaran adalah menjelaskan materi pelajaran. Dalam konteks komunikasi, ketika menjelaskan materi pelajaran kepada siswa-siswanya, guru pada sadarnya sedang melakukan aktivitas public speaking.Â
Public speaking adalah ilmu atau seni berbicara untuk menyampaikan sesuatu hal di hadapan orang dengan tujuan tertentu. Public speaking berkaitan dengan teknik atau kiat berbicara yang harus dilatih setahap demi setahap dan disampaikan dengan menarik.
Seorang public speaker yang hebat mampu memukau bahkan mempengaruhi massa. Lihatlah para motivator ulung yang suka tampil pada acara seminar motivasi atau suka tampil di TV. Mereka berhasil "menghipnotis", mempengaruhi, dan menggiring audience untuk melakukan apa yang disampaikannya. Anggukan kepala tanda paham dan kagum diekspesikan oleh mereka, dan applause pun diberikan sebagai bentuk aprasiasi kepada sang motivator.Â
Seorang orator, da'i, sales marketing, presenter juga rata-rata perlu memiliki kemampuan public speaking yang baik karena pekerjaan mereka adalah berbicara dengan tujuan untuk mempengaruhi, menggiring, dan membangun opini publik sehingga informasi yang disampaikannya bisa dipercaya.
Begitu pun dengan guru. Pekerjaan guru tidak jauh beda dengan pekerjaan yang saya sebut di atas. Sebagaimana diketahui bahwa ada empat kompetensi yang perlu dimiliki oleh guru, yaitu (1) kompetensi pedagogik, (2) kompetensi profesional, (3) kompetensi kepribadian, (4) kompetensi sosial. Kompetensi pedagogik kaitannya dengan didaktik metodik mengajar siswa, kompetensi profesional kaitannya dengan penguasaan materi pelajaran, kompetensi kepribadian kaitannya dengan penampilan diri guru, dan kompetensi sosial kaitannya dengan interaksi, berkomunikasi, dan membangun relasi sosial dengan siswa-siswanya.
Sebagai public speaker, ada lima hal yang perlu diperhatikan oleh guru yaitu, (1) pembicara, (2) materi, (3) metode, (4) media, dan (5) audience. Sebagai pembicara, tentunya guru harus menguasai materi pelajaran yang disampaikannya. Abraham Lincoln, presiden AS periode 1861-1865 mengatakan bahwa "Mereka yang naik tanpa kelelahan, akan turun tanpa kehormatan". Hal ini menunjukkan bahwa seorang public speaker harus menguasai materi yang akan disampaikannya.
Siswa sebagai audience akan merasakan dan akan mampu menilai mana guru yang menguasai materi dan mana yang kurang menguasai materi pelajaran. Guru yang menguasai materi pelajaran tentunya akan fasih dan lancar dalam menjelaskan materi walau tanpa melihat buku atau bahan tayang. Dampaknya, siswa akan menikmati penjelasan guru, bahkan kadang waktu pun tidak terasa sudah habis.
Guru yang kurang menguasai akan terlihat canggung, kurang nyaman, penjelasannya tersendat-sendat, terpotong dengan kata "eu..." yang agak panjang, ketergantungan terhadap buku atau bahan tayang, kurang percaya diri saat menjawab pertanyaan siswa, raut muka dan bahasa tubuhnya kurang meyakinkan, dan kadang tidak terasa keringat dingin mengucur dari tubuhnya. Dampaknya, pembelajaran pun berjalan membosankan, siswa kurang antusias, dan waktu akan terasa lama.
Seiring dengan mudahnya akses terhadap teknologi dan informasi, siswa semakin kritis terhadap berbagai informasi yang dibacanya. Tidak tertutup kemungkinan, siswa telah mengetahui materi yang belum dijelaskan oleh guru. Oleh karena itu, guru pun harus melek informasi dan teknologi, jangan sampai tertinggal oleh siswa.
Ketika menjelaskan materi, guru harus power of voice yang baik. Suara guru harus terdengar dengan jelas, volume dan intonasinya teratur, disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Pengaturan suara yang proporsional dengan ekspreasi dan bahasa tubuh yang relevan. Tujuannya untuk meyakinkan atau menguatkan penjelasan yang disampaikan kepada siswa.
Materi yang disampaikan harus dikemas secara menarik dan relevan dengan tujuan pembelajaran. Guru dapat menyusun buku, modul, diktat, hand out, atau bahan tayang. Untuk memperkaya materi, maka guru harus mencari dan meramunya dari berbagai sumber, bukan hanya sekadar mengandalkan buku paket. Oleh karena itu, guru harus banyak membaca agar wawasannya luas. Guru pun perlu menyampaikan materi secara kontekstual, agar sesuai dengan perkembangan zaman, kebutuhan dan perkembangan kejiwaan, serta karakteristik lingkungan belajar siswa.
Kaitannya dengan metode, metode yang dominan digunakan saat public speaking adalah ceramah. Selama ini metode ceramah identik sebagai metode membosankan karena hanya berlangsung satu arah. Guru aktif berbicara sementara siswa hanya diam dan mendengarkan penjelasan guru. Oleh karena itu, anggapan tersebut harus dapat diubah oleh guru dengan gaya ceramah yang menarik.Â
Volume dan suara, raut muka, sorot mata, dan gerak tubuh dapat membantu agar ceramah berjalan menarik. Saat ceramah, guru dapat menyelinginya dengan tanya jawab dengan siswa, dan untuk mengusir kebosanan, guru dapat menyelinginya dengan ice breaker, dongeng, atau humor, tetapi masih berkaitan dengan dunia pendidikan.
Kaitannya dengan media, media yang digunakan saat public speaking antara lain, media audio seperti kaset, media visual seperti gambar, dan media audio visual seperti video. Apapun jenis media yang dipilih, tentunya harus sesuai dengan tujuan pembeajaran, dan karakteristik materi pelajaran, dan karakteristik siswa.
Beberapa waktu yang lalu, saya berkunjung ke sebuah sekolah. Ketika saya berkunjung ke sebuah kelas, di kelas tersebut cukup banyak boneka berbagai tokoh. Ada tokoh hewan, manusia, atau juga tokoh film sepeti pokemon. Saya mengira boneka itu hanya koleksi atau sarana bermain siswa, tetapi boneka tersebut ternyata digunakan sebagai media mendongeng.
Audience adalah subjek yang akan mendengarkan materi yang disampaikan. Audience guru pada proses pembelajaran adalah siswa. Oleh karena itu, cara penyampaian materinya pun disesuaikan dengan usia dan perkembangan psikologis siswa. Cara berbicara guru PAUD, TK, SD, SMP, SMA/SMK akan berbeda satu sama lain, karena audience-nya pun berbeda.Â
Selain itu, bahasa tubuhnya pun berbeda. Dan itu sebenaranya dipelajari oleh mahasiswa calon guru di Lembaga Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (LPTK). Selain didaktik metodik, salah satu mata kuliah yang dipelajari oleh mereka adalah psikologi perkembangan peserta didik. Tujuannya agar guru dapat menyesuaikan cara mengajar dengan latar belakang siswanya.Â
Berdasarkan penelitian psikolog, kemampuan manusia mendengar tidak lebih dari 25 menit. Jika  selama 25 menit pembicara hanya menyampaikan informasi, maka pada menit ke-26 pembicara akan kehilangan pendengar.
Mengapa saat guru menjelaskan materi, masih ada siswa yang kurang memahaminya. Hal ini selain disebabkan oleh faktor siswa seperti kurang serius memperhatikan penjelasan guru, sedang dalam keadaan sakit, mengantuk, tertidur, dan sebagainya, juga bisa disebabkan oleh factor guru yang kurang menguasai ilmu public speaking. Oleh karena itu, guru harus terus meningkatkan kompetensinya dalam hal tersebut agar mampu memenuhi harapan, kebutuhan, serta memberikan layanan pendidikan terbaik bagi para siswanya. Wallaahu a'lam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H