Dada guru honorer kembali sesak. Mereka kecewa terhadap kenyataan, bahkan air mata tak terasa mengalir membasahi pipi. Sekian lama menunggu kepastian diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) harapan mereka terancam pupus seiring dengan aturan bahwa Tenaga Honorer K2 yang berusia di atas 35 tahun tidak dapat memenuhi mengikuti seleksi penerimaan CPNS. Mereka disamakan dengan pelamar umum, padahal banyak diantara mereka yang telah berusia di atas 35 tahun.
Para guru honorer tersebut adalah telah mengabdi lebih dari 15 tahun dengan honor yang sangat kecil. Ada yang mendapatkan honor 50 ribu per bulan, sedangkan beban kerja mereka sama dengan guru PNS, bahkan ada yang kerjanya lebih rajin dari PNS. Untuk menyambung hidup, para guru honorer tersebut mencari penghasilan seperti memberikan les, berdagang, menjadi tukang ojek, dan sebagainya, karena mereka pun memiliki keluarga yang harus dinafkahi.
Para guru honorer tersebut rata-rata berpendidikan sarjana (S-1), tetapi penghasilan mereka tidak sesuai dengan gelar yang disandangnya. Mengapa mereka masih bertahan? Karena di samping mereka memang mencintai dunia pendidikan, ingin menjadi guru, juga berharap suatu saat diangkat menjadi CPNS, karena tidak dapat dipungkiri bahwa menjadi CPNS memberikan kepastian karir atau penghasilan, walau tidak sebesar pengusaha. Istilahnya, menjadi PNS walau tidak menjamin hidup kaya dan serba ada, tetapi relatif aman, kebutuhan bisa tercukupi.
Guru honorer muncul ketika sekolah-sekolah negeri kekurangan guru PNS. Hal ini sudah terjadi sekian puluh tahun yang lalu. Dulu dikenal istilah guru kontrak, Guru Bantu Sementara (GBS), Guru Honorer Daerah (Honda). Apapun sebutannya, intinya sama, yaitu guru honorer. Sekian banyak guru honorer beruntung sudah berstatus PNS, tetapi masih banyak yang belum diangkat menjadi CPNS.
Tahun 2018 hingga 2019, guru-guru PNS yang diangkat pada masa Inpres akan banyak yang pensiun. Tentunya sekolah-sekolah pun akan kekurangan.Â
Beberapa minggu yang lalu, di media sosial, saya melihat postingan dua orang guru yang pensiun. Berikutnya, minggu lalu, ketika saya tugas ke sebuah daerah saya menemukan kondisi bahwa pengawas pembina sebuah sekolah sudah pensiun, dan ada guru yang seminggu lagi akan pensiun.Â
Pensiun tersebut belum ada yang menggantikan. Begitu pun guru yang akan pensiun tidak tahu siapa yang akan menggantikannya. Tentunya guru honorer yang akan menjadi andalan, karena pengisian atau penempatan guru PNS pada sebuah sekolah ada aturannya.
Ada guru honorer yang sekian kali ikut test dari jalur pelamar umum, tapi nasib baik belum berpihak padanya. Selalu gagal, hingga dia sudah tidak punya harapan lagi untuk melamar lagi dari jalur umum. Mereka kecewa, hati mereka sakit ketika ada pelamar umum, baru lulus sarjana, belum pernah menjadi guru honorer, tetapi langsung lulus menjadi CPNS.
Ibarat sebuah judul lagu, takdir memang kejam, tapi itulah kenyataan yang harus dihadapi. Satu-satunya harapan adalah diangkat melalui jalur K2. Tapi itu pun sulit sekali, karena sudah beberapa tahun belum ada lagi pengangkatan K2 menjadi CPNS.Â
Secara hakiki memang rezeki seseorang tidak dijamin hanya oleh pengangkatan CPNS. Urusan rezeki diserahkan kepada Tuhan, tetapi mereka pun tidak salah jika berharap diangkat menjadi CPNS.
Mereka sudah demo berkali-kali menyampaikan aspirasi kepada para kepala daerah dan para wakil rakyat. Tapi yang diterima hanya janji dan janji yang tidak pasti. Hanya memberikan harapan yang entah kapan direalisasi. Bahkan ada oknum pejabat yang mengatakan bahwa guru honorer ilegal. Hal tersebut tentunya sangat menyakitkan para guru honorer.