Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Tanggung Jawab dan Budaya Malu, Sebuah Pelajaran dari Jepang

22 Agustus 2018   21:57 Diperbarui: 22 Agustus 2018   22:17 1855
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

TANGGUNG JAWAB DAN BUDAYA MALU, SEBUAH PELAJARAN DARI JEPANG

Oleh:

IDRIS APANDI

(Praktisi Pendidikan, Pemerhati Masalah Sosial)

 Baru beberapa hari penyelenggaraan Asian Games 2018 Jakarta dan Palembang, negara Jepang telah menyita perhatian publik. Ada dua peristiwa yang menjadi penyebabnya. Pertama, viralnya foto seorang suporter Jepang yang memungut sampah (puntung rokok) di sekitar tempat pelaksanaan pertandingan dan kedua, dipulangkannya empat pemain basket Jepang karena telah melakukan perbuatan asusila dengan Pekerja Seks Komersial (PSK) ketika masih menggunakan kaos tim setelah tim Jepang mengalahkan Qatar.

Untuk peristiwa yang pertama, publik memberikan pujian kepada suporter tersebut. Sebelumnya juga pada saat piala dunia bulan Juni-Juli 2018 di Russia, suporter Jepang juga menuai pujian karena ikut membersihkan sampah pasca tim Jepang bermain. 

Kebiasaan warga Jepang menjaga kebersihan memang dibentuk sejak kecil. Orang dan guru mendidik anak-ana Jepang agar memiliki kepedulian dan tanggung jawab menjaga kebersihan dan tidak saling mengandalkan, sehingga lambat laun, kebiasaan tersebut terbentuk dan terinternalisasi menjadi karakter.

Di sekolah-sekolah, masalah kebersihan tidak mengandalkan kepada penjaga sekolah atau tenaga kebersihan seperti halnya di Indonesia, tetapi menjadi tanggung jawab bersama. Para siswa diberikan jadwal untuk membersihkan toilet sekolah. Dan hal ini pada dasarnya merupakan bagian dari pembentukan karakter. Sedangkan di Indoensia, membersihkan toilet justru dijadikan sebagai sanksi bagi siswa yang melanggar peraturan sekolah, bukan sebagai sebuah tanggung jawab yang harus ditumbuhkan dalam pribadi siswa.

Pada jenjang SD kelas rendah, anak-anak sekolah difokuskan pada pembentukan sikap, sedangkan pada aspek kognitifnya, siswa tidak dibebani banyak materi pelajaran. Mengapa demikian? Karena pemerintah Jepang ingin agar setiap generasi mudanya memiliki karakter yang kuat. Dan salah satu dimensi dari karakter yang kuat adalah belajar dengan sungguh-sungguh. 

Dan hasilnya dapat kita lihat bagaimana warga Jepang menjadi manusia yang tangguh, unggul, disiplin, mandiri, pekerja keras, kompetitif, kreatif, inovatif, bertanggung jawab, dan memiliki budaya malu yang tinggi.

Peristiwa kedua merupakan peristiwa yang memalukan bagi Jepang, dimana empat atlet basket yang merupakan duta yang ditugaskan untuk membela panji negara malah melakukan perbuatan asusila pasca pertandingan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun