Kedua, tradisi untuk berbagi. Para pemudik biasanya telah mempersiapkan "THR" untuk orang tua dan sanak-saudaranya di kampung. Hasil usaha di kota sebagian dibagikan ke sanak saudara di kampung halaman agar sama-sama ikut merasakan kebahagiaan saat lebaran. Rezeki yang dibagikan selain bukti kepedulian dan kesalehan sosia, juga refleksi dari kesalehan ritual atau memiliki keimanan dan ketakwaan yang tinggi kepada Allah, karena hanya orang yang yakin dengan keutamaan sedekah yang dapat melakukannya. Sedekah tidak akan membuat harta berkurang, tetapi menjadi semakin berkah dan bertambah. Insyallah.
Ketiga, sarana mengendalikan emosi. Perjalanan mudik memerlukan kestabilan emosi, utamanya saat berkendara, menghadapi kemacetan, dan berdesak-desakan dengan sesama pemudik. Kemacetan saat mudik bisa menyebabkan stres. Saling salip antar pengendara bisa menyebabkan emosi meluap. Kata-kata kasar keluar, bahkan ada yang sampai berkelahi. Emosi yang tidak stabil berdampak ugal-ugalan ketika mengendarai kendaraan. Hal ini berpotensi menyebabkan kecelakaan.
Menurut saya, pengendalian emosi pada saat mudik dapat dilakukan melalui beberapa cara, antara lain; berdoa sebelum berangkat, mendengarkan lagu, menikmati perjalanan, dan bercengkrama dengan sesama penumpang walau tetap harus konsentrasi saat mengemudi. Hal ini dapat juga untuk mengusir rasa kantuk selama di perjalanan.
Keempat, melatih disiplin dan tertib. Perjalanan mudik memerlukan kedisiplinan para pengguna jalan agar bisa tertib dan lancar. Siapkan surat-surat kendaraan, SIM, dan patuhi peraturan lalu lintas. Kasus-kasus kecelakaan pada saat arus mudik banyak disebabkan oleh kelalalaian dan pelanggaran lalu lintas oleh para pengguna jalan. Sikap disiplin dan tertib saat berkendara tentunya sangat membantu aparat kepolisian dalam mengatur lalu lintas di jalur mudik.
Kelima, saling menghormati dan saling menghargai. Arus mudik melibatkan puluhan juta orang pemudik yang menuju ke beragai daerah. Oleh karena itu, sesama pemudik perlu saling menghormati dan saling menghargai. Antara lain, dengan tidak ugal-ugalan selama di perjalanan, tidak sering membunyikan klakson, tidak berlama-lama istirahat di rest area agar pemudik lain juga bisa istirahat, dan sebagainya.
Berdasarkan kepada uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa mudik bukan hanya sebuah tradisi pulang kampung setahun sekali dari para perantau, tetapi sarat akan makna atau hikmah. Para pemudik harus menjadi menjadi pemudik yang literat. Para pemudik pun harus menjadi pemudik yang berkarakter agar mudik berjalan aman dan lancar. Selamat mudik, semoga selamat sampai tujuan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H